Nadif - Casanova Time Traveler

Nadif - Casanova Time Traveler

Nadif - Bab 1: Sad Life (Prolog)

Di pinggir jalan Jakarta yang ramai dan sesak, seorang pemuda bernama Nadif duduk termenung.

Di usianya yang sekarang menginjak 30 tahun, wajah tampannya masih memancarkan pesona, meskipun kehidupan telah membuatnya terlihat lusuh.

Dengan tinggi badan yang mencapai hampir 175 cm, tubuhnya yang tegap dan kulitnya yang putih bersih membuatnya mudah dikenali, seolah dia baru saja turun dari catwalk.

Rambut hitamnya yang sedikit bergelombang berantakan, namun tetap menambah daya tarik yang khas. Namun, penampilan elegan tapi manis yang dulu selalu ia tampilkan kini tampak pudar di balik kemeja putih yang kusut dan celana hitam pudar.

Sepatu yang ia kenakan berlubang di beberapa tempat, menambah kesan bahwa hidupnya sedang tidak baik-baik saja.

Beberapa bulan yang lalu, dunia Nadif benar-benar runtuh ketika Nia, istrinya, memutuskan untuk meninggalkannya.

"Aku nggak bisa terus begini," Nia bicara dengan suara serak, air mata membasahi pipinya.

"Aku udah nyoba, tapi hidup kita nggak berubah. Anak-anak butuh sesuatu yang lebih baik."

"Kamu tau aku selalu berusaha. Aku lagi cari kerja, Nia. Kasih aku waktu lagi, tolong," jawab Nadif dengan nada putus asa, mencoba meraih tangan Nia.

"Sudah cukup. Aku nggak bisa lihat anak-anak menderita lagi. Aku akan bawa mereka ke rumah orang tua. Di sana, mereka bisa hidup lebih baik."

"Jangan, Nia... Jangan pisahkan aku dari Vino dan Veny, tolong," suara Nadif pecah, matanya penuh harapan.

"Tolong mengerti, ini yang terbaik buat mereka," Nia menarik tangannya, meninggalkan Nadif sendirian di ruang tamu kecil yang suram itu.

Setelah Nia pergi, Nadif benar-benar terpuruk. Di jalan, tatapan orang-orang yang dulunya penuh hormat kini berubah menjadi pandangan sinis.

Keluarganya mulai menjauh, teman-temannya perlahan menghilang. Nadif sering mendengar mereka bergumam tentang dirinya, merasa malu dan terhina.

Sekarang, satu-satunya yang tersisa adalah perjuangan harian untuk bertahan hidup di Jakarta. Setiap hari, ia luntang-lantung mencari pekerjaan, berharap ada yang bisa memberinya secercah harapan.

Sorenya, setelah mengikuti wawancara yang melelahkan di Jakarta Utara, Nadif menaiki kereta yang penuh sesak menuju kost kecilnya di Jakarta Selatan. Di dalam kereta, ia berdiri, merenung, mencoba menepis kenyataan pahit yang terus menghantuinya.

####

Keesokan harinya, Nadif pergi ke sebuah food court dekat kost-nya di belakang mall Cilandak Town Square. Tempat itu sudah mulai ramai dengan para pedagang lain yang membuka lapaknya.

Nadif berhenti di sebuah warung soto khas Semarang, tempat di mana dia sering membantu untuk mendapatkan makanan, sekedar agar bisa menyambung hidup di Jakarta. Warung itu adalah milik sahabatnya di Jakarta bernama Ajun.

Saat dia sedang bekerja, seorang wanita dengan rambut panjang rapi dan pakaian kantoran yang modis menghampiri. Wanita itu terlihat sangat familiar.

"Hah, lo Nadif, kan? Lama banget kita nggak ketemu," ucap wanita itu dengan nada terkejut.

Nadif memutar tubuhnya, dan betapa terkejutnya dia ketika melihat Dita, mantan teman sekelasnya di UI* Jogja yang ternyata juga merantau ke Jakarta. Dulu, Dita selalu naksir Nadif, tapi perasaannya nggak pernah terbalas. Sekarang, melihat Dita yang sukses, campur aduk rasanya antara senang bertemu teman lama dan merasa minder dengan keadaan sekarang.

"Oh, Dita... Gue nggak nyangka kita ketemu di sini," jawab Nadif sambil memaksakan senyum.

"Gimana kabarnya?"

"Baik-baik aja, tapi lo gimana? Gue denger dari teman-teman, lo lagi cari kerja?" tanya Dita dengan nada yang seolah peduli, tapi tersirat sedikit nada merendahkan.

"Ya, lagi ada masa-masa sulit... Tapi gue tetap berusaha. Lo sendiri gimana? Kayaknya lo sukses sekarang."

Dita tersenyum tipis, "Gue kerja di perusahaan multinasional, sekarang jadi manajer HR. Kalau lo mau, gue bisa coba bantu cariin kerjaan buat lo. Mungkin nggak sesuai ekspektasi lo, tapi lumayan buat awal."

"Terima kasih, Dit, gue hargain bantuannya."

"Ya, gue bisa cariin posisi sebagai cleaning service atau satpam di perusahaan gue. Gajinya nggak besar, tapi lumayan lah daripada lo nggak ada kerjaan. Lo tau kan, nggak semua orang bisa sukses kayak gue. Terkadang, orang kayak lo harus realistis dan terima kenyataan," kata Dita dengan nada sinis yang sangat terasa.

Nadif terdiam sejenak. Meski dia tahu posisinya sedang sulit, harga dirinya nggak bisa menerima tawaran yang disampaikan dengan cara seperti itu.

"Terima kasih, Dit... Tapi gue pikir, gue coba peruntungan di tempat lain aja."

Nadif berusaha tetap tenang, meskipun di dalam hatinya, dia merasa harga dirinya terkoyak.

####

Hari-hari berikutnya, Nadif terus berjuang. Setiap pagi, dia bangun dari kasur tipis di kost yang pengap, mengenakan pakaian yang sama, dan memulai lagi pencarian tanpa henti.

Setiap hari, Nadif merasa semakin berat menghadapi rutinitasnya yang monoton.

Malamnya sering dihabiskan dengan merenung di kost kecilnya, mengingat masa lalu yang lebih baik. Meski matanya terlihat lelah dan wajahnya semakin kusam, tekadnya tetap membara, meski seringkali terasa tipis.

###

Suatu malam, Nadif duduk di mejanya dengan surat lamaran yang berserakan. Dia menulis lamaran demi lamaran, berusaha untuk tetap positif.

Nadif: (berbicara sendiri) "Oke, ini satu lagi. Semoga ada yang positif kali ini."

Dia mengisi lamaran dengan tangan yang sedikit bergetar, merasa tekanan hidup semakin berat.

Sementara itu, pesan masuk dari temannya, Ajun.

"Nadif, gue baru aja dapet info lowongan di sebuah perusahaan BUMN. Lo mau coba?"

"Gue coba aja, Jun. Makasih banyak."

Nadif mengirim lamaran dan berharap untuk mendapatkan kabar baik. Namun, beberapa hari kemudian, dia kembali mendapatkan kabar penolakan.

Hari-hari berikutnya terasa semakin berat bagi Nadif. Dia mulai merasakan tanda-tanda depresi, dengan pikiran yang terus-menerus mengganggu tidurnya. Meski begitu, dia tetap menjaga semangatnya untuk mencari pekerjaan.

####

Suatu sore, setelah berhari-hari menghadapi penolakan demi penolakan, Nadif berjalan ke sebuah warung kopi kecil yang sering ia kunjungi untuk menghibur diri. Dia duduk di pojok, mengamati orang-orang yang lalu lalang, berusaha mengalihkan pikirannya dari kesulitan yang dihadapinya.

Pelayan warung kopi mendekat.

"Mas, mau pesan apa?" Tanya pelayan warung.

"Kopi hitam, tolong." Pinta Nadif.

"Kopi hitamnya, ya."

Nadif menunggu sambil menatap cangkir kosong di mejanya. Ketika kopi datang, dia mengambil beberapa tegukan, mencoba merasakan sedikit kenyamanan dalam rutinitas yang melelahkan.

Di tengah keramaian warung kopi, sebuah tawaran pekerjaan datang dari pengumuman di papan pengumuman warung tersebut. Nadif membaca dengan cermat, seolah melihat secercah harapan.

####

Hari-hari berlalu, Nadif terus berusaha. Meski perasaannya semakin tertekan, dia berusaha untuk tetap positif dan terus mencari peluang baru. Dalam situasi yang sulit, dia menemukan bahwa semangat dan harapan adalah dua hal yang harus terus dipelihara, meski terkadang sangat berat untuk melakukannya..

Terpopuler

Comments

RJ 💜🐑

RJ 💜🐑

mampir, untuk baca novel pria yang kembali ke masa lalu 🤗❤

2024-10-02

2

Anna🌻

Anna🌻

aku mampir thor, Ceritanya menarik
semangat berkarya ya thor🙏🏽

2024-09-06

1

オーロラ79

オーロラ79

Mampir kak Author... Sepertinya ceritanya menarik...🍻

2024-09-06

1

lihat semua
Episodes
1 Nadif - Bab 1: Sad Life (Prolog)
2 Nadif - Bab 2: Time Travel
3 Nadif - Bab 3: First Step
4 Nadif - Bab 4: Vonzy
5 Nadif - Bab 5: How to be a Crazy Rich?
6 Nadif - Bab 6: Flashback
7 Nadif - Bab 7: Mas Arif
8 Nadif - Bab 8: Bad News
9 Nadif - Bab 9: Rising Star
10 Nadif - Bab 10: Kilau Popularitas
11 Nadif - Bab 11: Nadif di Culik!
12 Nadif - Bab 12: Cowok Itu di Jaga, Jangan di Rusak!
13 Nadif - Bab 13: Jessy
14 Nadif - Bab 14: Akhirnya Jadian
15 Nadif - Bab 15: Takdir yang Tak Bisa di Ubah
16 Nadif - Bab 16: Background Jessy
17 Nadif - Bab 17: Manager Baru
18 Nadif - Bab 18: Antara Kuliah dan Karir
19 Nadif - Bab 19: Meet Up!
20 Nadif - Bab 20: Perkelahian
21 Nadif - Bab 21: Jakarta, I'm Coming Back!
22 Nadif - Bab 22: Rumah Jessy
23 Nadif - Bab 23: Langit ke-Tujuh
24 Pengumuman Author.
25 Nadif - Bab 24: Black Card
26 Nadif - Bab 25: Stressed Out
27 Nadif - Bab 26: Shining Beyond on the Stage!
28 Nadif - Bab 27: Nadif on the Stage
29 Nadif - Bab 28: POV Jessy
30 Nadif - Bab 29: Future or Past?
31 Nadif - Bab 30: Jackpot Akhir Tahun
32 Nadif - Bab 31: Start Up
33 Nadif - Bab 32: Persiapan Launching
34 Nadif - Bab 33: Launching Day, Part 1
35 Nadif - Bab 34: Launching Day, Part 2
36 Nadif - Bab 35: Hadiah dari Jessy
37 Nadif - Bab 36: Kencan Bioskop
38 Nadif - Bab 37: Malam Yang Indah
39 Nadif - Bab 38: Happy Birthday Jessy
40 Nadif - Bab 39: Porsche dan Hati yang Hancur
41 Nadif - Bab 40: B*she VVIP Club
42 Nadif - Bab 41: Be a Zhang Yimin
43 Nadif - Bab 43: TokTok on Progress
44 Nadif - Bab 44: TokTok for The World
45 Nadif - Bab 45: Be a Real Crazy Rich
46 Nadif - Bab 46: Go International
47 Nadif - Bab 47: Cum Laude
48 Nadif - Bab 48: Kosong
49 Nadif - Bab 49: Pevita
50 Nadif - Bab 50: Itu Aku
51 Nadif - Bab 52: Paparazzi
52 Nadif - Bab 53: Di Kantor
53 Nadif - Bab 54: Jakarta from the Sky
54 Nadif - Bab 55: Virgin
55 Nadif - Bab 56: Deja vu
56 Nadif - Bab 57: Merindukan Jogja
57 Nadif - Bab 58: Berangkat ke Jogja
58 Nadif - Bab 59: Nia?
59 Nadif - Bab 60: Past, Now and Future
60 Nadif - Bab 61: Balik ke Jakarta
61 Nadif - Bab 62: Night Lights
62 Pengumuman
Episodes

Updated 62 Episodes

1
Nadif - Bab 1: Sad Life (Prolog)
2
Nadif - Bab 2: Time Travel
3
Nadif - Bab 3: First Step
4
Nadif - Bab 4: Vonzy
5
Nadif - Bab 5: How to be a Crazy Rich?
6
Nadif - Bab 6: Flashback
7
Nadif - Bab 7: Mas Arif
8
Nadif - Bab 8: Bad News
9
Nadif - Bab 9: Rising Star
10
Nadif - Bab 10: Kilau Popularitas
11
Nadif - Bab 11: Nadif di Culik!
12
Nadif - Bab 12: Cowok Itu di Jaga, Jangan di Rusak!
13
Nadif - Bab 13: Jessy
14
Nadif - Bab 14: Akhirnya Jadian
15
Nadif - Bab 15: Takdir yang Tak Bisa di Ubah
16
Nadif - Bab 16: Background Jessy
17
Nadif - Bab 17: Manager Baru
18
Nadif - Bab 18: Antara Kuliah dan Karir
19
Nadif - Bab 19: Meet Up!
20
Nadif - Bab 20: Perkelahian
21
Nadif - Bab 21: Jakarta, I'm Coming Back!
22
Nadif - Bab 22: Rumah Jessy
23
Nadif - Bab 23: Langit ke-Tujuh
24
Pengumuman Author.
25
Nadif - Bab 24: Black Card
26
Nadif - Bab 25: Stressed Out
27
Nadif - Bab 26: Shining Beyond on the Stage!
28
Nadif - Bab 27: Nadif on the Stage
29
Nadif - Bab 28: POV Jessy
30
Nadif - Bab 29: Future or Past?
31
Nadif - Bab 30: Jackpot Akhir Tahun
32
Nadif - Bab 31: Start Up
33
Nadif - Bab 32: Persiapan Launching
34
Nadif - Bab 33: Launching Day, Part 1
35
Nadif - Bab 34: Launching Day, Part 2
36
Nadif - Bab 35: Hadiah dari Jessy
37
Nadif - Bab 36: Kencan Bioskop
38
Nadif - Bab 37: Malam Yang Indah
39
Nadif - Bab 38: Happy Birthday Jessy
40
Nadif - Bab 39: Porsche dan Hati yang Hancur
41
Nadif - Bab 40: B*she VVIP Club
42
Nadif - Bab 41: Be a Zhang Yimin
43
Nadif - Bab 43: TokTok on Progress
44
Nadif - Bab 44: TokTok for The World
45
Nadif - Bab 45: Be a Real Crazy Rich
46
Nadif - Bab 46: Go International
47
Nadif - Bab 47: Cum Laude
48
Nadif - Bab 48: Kosong
49
Nadif - Bab 49: Pevita
50
Nadif - Bab 50: Itu Aku
51
Nadif - Bab 52: Paparazzi
52
Nadif - Bab 53: Di Kantor
53
Nadif - Bab 54: Jakarta from the Sky
54
Nadif - Bab 55: Virgin
55
Nadif - Bab 56: Deja vu
56
Nadif - Bab 57: Merindukan Jogja
57
Nadif - Bab 58: Berangkat ke Jogja
58
Nadif - Bab 59: Nia?
59
Nadif - Bab 60: Past, Now and Future
60
Nadif - Bab 61: Balik ke Jakarta
61
Nadif - Bab 62: Night Lights
62
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!