Kalista Aldara,gadis cuek yang senang bela diri sejak kecil.Tapi sejak ia ditolak oleh cinta pertamanya,ia berubah menjadi gadis dingin.Hingga suatu ketika, takdir mempertemukannya dengan laki-laki berandalan bernama Albara. "Gue akan lepasin Lo, asalkan Lo mau jadi pacar pura-pura gue."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jaena19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua puluh
"Gimana sih? Lo nyuruh gue jadi pacar pura-pura Lo,tapi Lo sendiri aja gak pernah pacaran."
Aldara hendak bangkit,ia berencana untuk pergi,tapi Albara menahan tangannya.
"Mau kemana?inget Arbani masih percaya kalau Aldo temen Lo adalah orang yang udah lecehin adiknya."
Aldara mengetatkan giginya.Ia mencoba menahan rasa kesalnya yang sudah bergejolak.
"Tapi yang jelas dong,Lo nyuruh gue buat manut aja."
"Yaudah sekarang panggil gue sayang,"ujar Albara dengan nada sedikit ragu.
"Hah? Harus banget gitu?"
"Cepet!"
Aldara memejamkan matanya,apakah harus dia memanggil laki-laki ini dengan panggilan yang menggelikan seperti itu?
Mendengar suara langkah yang mendekat,Aldara segera meraih tangan. Laki-laki itu.
"Kamu itu ya,gak bosen apa berantem terus? Liat tuh luka kamu yang kemarin aja belum sembuh sepenuhnya,malah kamu tambahin lagi lukanya,"ucap Aldara dengan nada lembut namun cukup lantang.
Aldara mengusap luka yang ada di area tangan laki-laki itu,ia membuat wajah seolah-olah sedang khawatir pada Albara.Untuk sesaat Albara terpaku dengan apa yang dilakukan gadis itu.
"Aku tau,aku gak bisa buat kamu berhenti,tapi tolong aku minta kamu buat baik-baik aja."
Aldara mendongakkan wajahnya,matanya terlihat sedikit berkaca-kaca seolah gadis itu benar-benar mengkhawatirkan Albara.Albara tidak pernah merasa sedungu ini sebelumnya.
"Bara!"teriak Siska sambil setengah menggebrak meja mereka dan membuat atensi mereka teralih.
Aldara menarik tangannya perlahan dengan gestur selalu menyembunyikan sesuatu.
"Dia siapa?",tanya Aldara pada laki-laki itu.
"Anak temen mamah aku."
Aldara menyunggingkan senyumnya,bertindak menjadi gadis naif padahal jelas di sana Siska sedang menatap mereka dengan ekspresi marah.
"Dia siapa?!",tanya Siska setengah membentak sambil menunjuk wajah Aldara.
Albara baru saja akan menjawab,Aldara sudah terlebih dahulu berbicara.
"Aku temennya,Albara,"selanya sambil menunjukkan senyuman manis.
Albara menatap gadis itu dengan sorot mata tajam,ia menyuruh gadis itu untuk pura-pura menjadi pacarnya bukan temannya.
"Kalau cuma temen kenapa deket banget?", tanya Siska dengan sinis. Terlihat aura kebenciannya dipancarkan gadis itu untuk Aldara.
"Loh? Emangnya nggak boleh ya kalau aku deket sama teman aku sendiri?",ujar Aldara balik bertanya.
Ia bersikap cuek dan kembali menghadap ke arah Albara."Eh,kamu tadi pesen apa?"
"Harus banget ya pake aku-kamu?
Aldara melirik Siska."Emangnya kenapa?"
Tangan Siska terlihat mengepal.
"Bara, sebelumnya maaf banget.Mood aku tiba-tiba jadi jelek nih,kita pindah aja boleh gak?"
"Oh,yaudah,ayo."
Bara meraih tangan Aldara kemudian mereka bangkit.
"Bara!",teriak Siska.
Aldara mengerjap, pasalnya gadis itu teriak tepat saat dirinya lewat.
"Sakit ya?",ujar Albara sambil mengusap sisi telinga Aldara.
Aldara mengangguk kecil.
"Udah biarin aja."albara merangkul bahu Aldara dan membawa gadis itu pergi keluar. Entah seperti apa bentuk kemurkaan Siska sudah di belakang sana.
"Katanya belum pernah pacaran tapi skin ship-nya lancar banget,"ujar Aldara ketika mereka sudah berada jauh dari Siska.
"Lo kenapa si? Gue kan bilang kita pura-pura pacaran,Lo malah bilang kalau kita cuma temen."
Aldara mengumpat dalam hati,bego juga otak pentolan sekolah sebelah ini.
"Cewek yang tadi itu udah lama ngikutin Lo kan? Ya udah capek makanya lu nyuruh gue pura-pura jadi pacar lo biar dia berhenti,kan?"
Aldara menghela napas sejenak lalu menatap Albara."kalau lo langsung nunjukin gue pacar lo, yang ada dia malah curiga dan tahu kalau kita cuma pura-pura. Lo tunjukin kebalikannya, kita nggak pacaran tapi dekat, hal itu pasti buat dia lebih yakin kalau kita ada hubungan, ketimbang opsi awal Lo. Manusia yang minus kepercayaan kayak cewek tadi,emang suka begitu. Makanya kita beralasan kalau selama ini kita backstreet."
Albara menanggapi penjelasan gadis itu dengan wajah serius.
"Pinter juga Lo,tapi licik."
"Iyalah, gini-gini gue udah khatam drama Korea berkali-kali,jadi ya sedikit-sedikit gue bisa nurutin acting mereka.Daripada Lo,nyuruh gue manut tapi gak tau apa yang harus dilakukan,"papar Aldara dengan senyum mengembang bangga.Kemudian ia tersadar jika laki-laki itu masih belum berganti ekspresi.
"Kenapa si? Gue salah ngomong ya?"
Albara menggeleng,ia pun mulai melepas rangkulannya dari gadis itu dan mengambil helm.Entahlah,meski sudah jelas-jelas gadis ini menjelaskan jika dirinya adalah Aldara.Tapi ia masih yakin,jika gadis ini adalah Kalista,gadis yang ia cari.Ia berpikir begitu karena melihat cara dia berpikir.Apa seingin itu ya Albara menemukan Kalista? Sampai-sampai otaknya memaksa jika gadis ini adalah gadis yang ia cari.
"Rumah Lo dimana?"
____
"Bara!"
Al-bara yang masih memejamkan mata dibalik selimut yaitu terlihat bergerak-gerak tidak nyaman.
"Iya,ini gue bangun kok,"maksudnya dengan suara-suara khas bangun tidur, lalu di titik berikutnya tubuhnya kembali terdiam sambil memeluk guling di sampingnya.
"Bara! Bangun gue mau bicara penting sama Lo!" Larisa menggoyang-goyangkan tubuh Albara.
"Iya,nanti aja bicaranya."
"Ayolah,Bara,gue takut."
Seperti sihir, ucapan yang bercampur nada lirik itu mampu membuat albara bangkit melawan rasa malasnya, ia membuka kelopak matanya dengan sempurna.
"Kenapa?"
Larisa menyerahkan ponselnya."lo lihat aja sendiri. Pusing gue sama si Siska yang terus-terusan hubungin gue."
Albara melihat untaian pesan masuk yang begitu banyak, juga pemberitahuan panggilan tidak terjawab yang sangat-sangat di luar nalar jumlahnya.
"Itu cewek gila apa ya?", kuman Albara dengan tidak percaya. Siska memberondongi kakaknya dengan pertanyaan tentang kedekatannya bersama Aldara.Gadis itu bahkan menuntut kakaknya untuk memberikan bukti kebersamaan mereka.
"Gue harus gimana nih?", tanya Larissa dengan raut yang ketara sekali sangat bingung.
"Nanti sambil berangkat sekolah kita mampir dulu buat beli sim card baru,"ujar Albara sambil mengembalikan ponsel kakaknya.
"Janganlah, nomor ini udah terlanjur dipasang di pamflet admin pensi. Kalau diganti bisa-bisa ribet yang ada."
"Kalau dipikir lagi pasti sis kapan nggak akan berhenti,"ujar Larisa lagi.
Larisa menautkan jari-jemarinya seraya berpikir."Cewek yang kemarin,gue cuma minta foto kalian berdua buat gue jadiin bukti.Kayaknya Siska bakal diam kalau gue kasih foto mesra kalian."
"Kak, yang kemarin itu dadakan banget. Gue juga nggak begitu kenal sama itu cewek. Jadi gak mungkinlah gue minta foto kayak gitu."
Mata Larisa terbelalak."Jadi maksudnya lo nggak bisa hubungi dia lagi?"
Albara mengangguk.
"Bara!",Larisa memekik tidak percaya.
"Gue kan udah bilang nggak mau sangkutin orang lain dalam hal ini."
Larisa memasang wajah murung. Padahal ketika tahu adiknya membawa perempuan kemarin, dirinya merasa sangat bersyukur. Jujur saja, ya sangat ingin melihat adiknya benar-benar terlepas dari Siska. Walaupun, Iya belum tahu pasti seperti apa perempuan kemarin, yang terpenting perempuan itu bukan Siska.
"Bara..."
"Dia juga nggak mau,gue libatin lebih jauh lagi."
"Meskipun dibayar? Gue yakin pasti mamah sanggup kok buat bayar itu cewek."
"Nggak semua hal bisa selesai dengan uang, kak."
Larisa terlihat berpikir keras."terus lo nggak kasihan gitu sama cewek itu?
Albara menoleh pada kakaknya."Maksudnya?"
"Gue nggak bermaksud bilang kalau Siska itu jahat atau berprasangka buruk sama dia, tapi coba deh lo pikir. Kalau dia berbuat nekat gimana? Setidaknya kalau cewek itu ada di samping lo, lo bisa lindungi dia dari Siska."
Albara terdiam, perkataan kakaknya ada benarnya juga. Ia menghela napas seraya wajahnya dengan kasar.
"Gue tahu lo cowok yang bertanggung jawab, Bar,"ujar Larisa lagi. Ia meminta maaf dalam hati. Maaf karena dia menggunakan kelemahan adiknya.Ia hanya ingin Albara berhenti diam di belakang.
Larisa meraih tangan adiknya lalu menggenggamnya."gue beneran udah baik-baik aja. Gue justru akan merasa bersalah banget,kalau gue jadi penyebab lo gak mau ambil langkah buat diri lo sendiri."