Alinah seorang guru SD di kampungnya. Tidak hanya itu, Bahkan Alinah mengajak turut serta murid muridnya untuk menulis buku Antologi Alinah DKK. Alinah tidak memungut biaya sepeserpun atas bimbingan ini. Selain itu sosok Alinah juga sebagai seorang istri dari suami yang bernama Pak Burhan. Bagaimana aktivitas Alinah dalam keseharian itu akan terutang dalam buku ini. Alinah sebagai pendamping suami begitu sayang pada Pak Burhan. Bagaimana Alinah menjalani hari - hari selanjutnya tanpa ada Pak Burhan disisinya? Bagaimana pula Alinah meniti karir sebagai penulis novel? Simaklah buku ini untuk menatap dunia di luar sana .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mugiarni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab : Perencanaan yang Kurang Matang
Tania selalu membahas perihal ketidakharmonisan antara mertua Tania dengan cucunya.
“Pak,sepertinya kita tinggal di Tempat Tania itu adalah hasil dari keputusan yang salah di masa yang lalu,” kata Tania sembari menyodorkan segelas kopi.
Pak Burhan kemudian menyesap nikmatnya kopi.
Setelah itu Pak Burhan menatap wajah Alinah yang duduk di sisinya.
“Kita pindah saja ya Pak. dari pada nanti masalah tambah kacau. Semakin rumit.” Alinah khawatir takut sesuatu yang buruk itu akan terjadi.
“Ya….”, Pak Burhan berkata pelan.
“Kita pindah di dekat sekolah. jika ingin bertani di sana nanti membeli tanah di sana saja” Alinah punya rencana seperti itu.
“Ya besok aku akan mencari tempat tinggal di dekat sekolah” ujar Pak Burhan.
Alinah membelai pipi Pak Burhan dengan mesra. Sementara angin di luar sana sepoi - sepoi memasuki celah- celah Jendela. Menambah suasana menjadi romantis.
***
Hingga pada suatu ketika kemarahannya begitu membuncah. Perang mulut pun tak bisa dihindari lagi antara Tania dan mantan mertuanya. Sedangkan pada saat itu suami Alinahh sedang berada di tempat yang sama, turut terkena imbasnya pula. Akhirnya Pak Burhan merasa tak nyaman lagi tinggal di tempat Tania. Meskipun sebenarnya Alinah dan Burhani telah berniat pindah dari tempat Tania ke tempat lain. Suatu tempat yang jaraknya lebih dekat lagi ke sekolah tempat Alinah mengajar di daerah Pasir Bitung.
Namun meninggalkan rumah Tania setelah terjadinya perseteruan antara Tania dengan mantan mertuanya, membuat kepindahannya jadi terasa terburu-buru. Apalagi menurut informasi yang Tania dengar, mantan mertua Tania bila sedang marah sangat menakutkan bagi siapapun yang melihatnya. Mantan mertua Tania sudah minta maaf kepada Pak Burhan tidak lama setelah kejadian. Namun kekecewaan terhadap cucunya itu bagai duri dalam daging.
Suasana kurang nyaman di kampung Pasir Bitung membuat Tania dan Pak Burhan sesegera mungkin untuk mencari tempat tinggal yang baru. Meskipun Alinah tidak melihat secara langsung pada saat mantan mertua Tania marah-marah, tapi menurut Alinah itu suatu pertanda buruk. Menurut penuturan Pak Burhan mantan mertua Tania telah meminta maaf kepadanya, tetapi Tania berpendapat lain, telah meminta maaf bukan berarti Alinah dan Tania tetap bertahan untuk tetap tinggal di tempat Tania. Apalagi Alinah dan Pak Burhan telah berencana untuk membangun rumah sederhana yang luas dan asri di lingkungan terdekat dengan sekolah tempat Alinah mengajar.
Akhirnya Alinah dan Pak Burhan menyewa sebuah rumah di perumahan. Mereka memutuskan untuk menempati perumahan itu sepanjang hari. Rumah yang mereka tempati kondisinya sangat tidak terawat. Pintu belakang rusak, cat rumah tak kelihatan berwarna lagi. Kaca jendela retak-retak, sungguh keadaan yang tidak membuat Sakinah berselera untuk makan di rumah.
"Rumah ini harus di cat, sama sekali tidak sedap dipandang mata!" Alinah merajuk.
"Nanti cari cat di toko material" Pak Burhan memandang ke sekeliling ruangan.
"Tapi, ngomong-ngomong nanti siapa yang akan mengecat rumah ini?" Alinah belum mengenal warga sekitar.
"Saya sendiri yang akan mengecat rumah ini. Nanti juga rapi" Pak Burhan menghibur.
Sembari menunggu ruangan dirasakan nyaman sebagai tempat tinggal, Alinah dan Pak Burhan memutuskan untuk sementara waktu makan di luar. Akan tetapi Alinah merasa kecewa ketika dia mencari makanan di warung makan sekitar perumahan. Tak satupun ku dapati warung makan yang tempatnya bersih. Nyaris semua warung makan yang Alinah kunjungi tempatnya sangat kotor. Baik dinding- dinding warung makan maupun tempat makan itu dalam keadaan kotor. Alinah lalu memesan nasi bungkus. Sebisa mungkin mereka tetap menyantapnya, meskipun sedikit.
BlOak Burhan bekerja keras untuk mengecat rumah, mengganti pompa air, dan menjadikan rumah dalam keadaan bersih dan selalu terawat. Lama kelamaan rasa tidak nyaman pun berangsur-angsur sirna.
Sementara itu, Alinah masih mengajar di Tangerang, walaupun mereka tinggal di perumahan. perjalanan dari perumahan menuju Tangerang memerlukan waktu tempuh kurang lebih setengah jam. Naik angkot. Perjalanan yang sangat melelahkan, tetapi Sakinah harus tetap bersemangat dan terus berjuang menempuh perjalanan yang cukup jauh, dalam kesehariannya membuat dirinya kurang bersosialisasi dengan masyarakat sekitar.
Lingkungan baru di perumahan itu sangat butuh adaptasi yang cukup ekstra. Karena lingkungan masyarakat yang heterogen. Setelah beberapa bulan Alinah tinggal di perumahan itu, dirinya pun membeli tanah seluas 200 m² di area perkampungan. Untuk menyalurkan hobi bercocok tanam.
Keinginan untuk membeli tanah meski tidak luas membuat Alinah merasa senang dibuatnya. Saat itu dirinya belum bisa menggarap tanah itu, karena masih mengajar di Tangerang. Jadi untuk sementara waktu mereka pagar dengan bambu. Meskipun hanya berpagar bambu, orang yang mengerjakan pagar itu meminta bayaran lebih. Tapi Alinah mengalah saja, mengingat dirinya seorang pendatang baru. Alinah berharap kelak di kemudian hari, penduduk asli setempat tidak akan memberikan tarif yang tinggi lagi bila membutuhkan jasa mereka.
Mendengar kabar bila Alinah membeli sebidang tanah di luar area perumahan membuat tetangga ada yang berkomentar.
"Bu, kalau beli tanah di kampung sini, harus hati- hati.". Ada gurat kekecewaan pada wajah orang itu. Lalu dia melanjutkan perkataannya.
"Di sini banyak kasus penjualan tanah yang surat-suratnya tidak beres". Menyikapi komentar tetangga, membuat nyali Alinah ciut karena memang posisi Alinah sebagai pendatang baru di perumahan itu. Akan tetapi rasa khawatir itu secara perlahan sirna ketika surat AJB keluar dan tertulis nama Alinah. Dirinya pun terus mencari informasi dari berbagai pihak mengenai asal usul tanah yang Alinah beli.
Di benak Alinah sebenarnya sangat memaklumi pendapat tetangga itu. Di tempat lama Alinah tinggal, ada sebidang tanah yang bersertifikat ganda. Informasi nya ada empat sertifikat tanah di atas lahan yang sama. Menurut Alinah tanah sengketa itu lahannya sangat luas. Barangkali ada berbagai pihak yang sangat berkeinginan untuk memiliki lahan itu. Karena itulah lahan jadi rebutan. Tapi Alinah menilai, alangkah baiknya kejujuran itu diutamakan. Introspeksi diri sangat dibutuhkan, dan yang tidak berkepentingan alangkah baiknya Sadar diri dan memberikan kesempatan kepada yang berhak menerima untuk dapat memiliki lahan itu.
Setelah Alinah mencari informasi dari berbagai pihak, tanah yang dia beli tidaklah bermasalah. Alinah pun membeli 400 m² yang lokasinya menyambung dengan tanah yang 200 m² itu. Dengan memiliki tanah seluas 600m² itulah kami memulai dari nol menggarap tanah itu. Alinah berharap punya tempat untuk mewujudkan impian nya.
***
Hidup adalah ujian. Tak ada satu orangpun di dunia ini yang terbebas dari ujian dan cobaan. Kadang kita melihat rumah tangga orang lain nampak adem ayem. Seakan tak ada cela. Tapi siapa sangka, ketika kita memasuki arena di dalamnya kita bisa terperangah. Sesuatu hal yang berada di luar perkiraan kita itulah yang terjadi. Karena itu Alinah berusaha untuk berusaha dan berdoa.
Mampir juga ya kak ke cerita aku, mari saling mendukung sesama penulis baru. Jangan lupa like & komen nya🤗🤗💋