Dista Keinadira, harus menelan rasa pahit kala Pamannya menjadikan sebagai alat penebus hutang. Kepada sosok pria lajang tua kaya raya yang memiliki sifat dingin dan sulit ditebak yaitu, Lingga Maheswara.
Pernikahan yang hanya dianggap nyata oleh Dista itu selalu menjadi bumerang dalam rumah tangga mereka. Lingga selalu berbuat kasar kepada Dista yang selalu saja mengharapkan cinta darinya.
•••••
"Satu ucapan cintaku akan setara dengan derasnya air mata yang akan kau keluarkan, Istriku.." Kata Lingga disela isak tangis menyakitkan Dista.
∆∆∆
Halo, jangan lupa follow dan dukung selalu🙃
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haasaanaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AMP~BAB 14
Hampir setengah mangkuk kecil nasi yang Dista bawa tadi habis dimakan Lingga. Sungguh bahagia hati kecil Dista melihat sang suami makan dengan lahap hasil masakannya. Dista menawarkan satu suap lagi, tapi Lingga sudah tidak mau lagi.
“Aku sudah kenyang..” Katanya.
Perut Dista lapar tentunya, sup yang ia masak serta nasi bekas Lingga masih tersisa cukup banyak. “Tuan, aku boleh makan sisa ini?” Tanya Dista penuh hati-hati. Jujur, Dista takut kalau Lingga mengamuk padanya.
Nyatanya tidak seperti itu, Lingga malah mengangguk saja dengan tatapan mata fokus pada layar laptop dan tangan yang bergerak lihai diatas keyboard. Sungguh senang hati Dista mendengar nya, ia langsung memakan habis semua makanan sisa Lingga tadi.
Tanpa sepengetahuan dari Dista, Lingga sebenarnya memperhatikan apa yang dilakukan olehnya. Jujur, Lingga tidak menyangka jika nasi bekas dan sup bekas bisa membuat Dista sebahagia itu. Bahkan Dista makan dengan lahap tanpa ada rasa jijik disana.
“Dia wanita aneh..” Gumam Lingga di dalam hati.
~
Sungguh lega hati Dista karna perutnya yang lapar tadi sudah kenyang sekarang. Dista juga sudah mengembalikan piring kedapur tadi, sekarang ia sedang menaruh karpet kecil diatas lantai sebagai alas untuk tidur.
Lingga terus memperhatikan gerak-gerik Dista, ia menatap datar Dista yang terlihat ceria malam ini padahal baru beberapa jam yang lalu Lingga menyakiti hidupnya. Satu hal yang baru Lingga sadari, apapun yang ia lakukan kepada hidup Dista.. Wanita itu tidak pernah memperlihatkan kelemahan nya.
Kala Dista ingin berbaring, Lingga ntah sengaja atau tidak menjatuhkan ponselnya di lantai. Membuat Dista terkejut, ia langsung menuju tempat dimana ponsel Lingga terjatuh. Dengan posisi Lingga yang duduk diatas tempat tidur, pria itu memperhatikan Dista yang kini menyerahkan ponsel itu kepadanya.
Bahkan disaat Dista berbalik badan untuk kembali ke posisi dirinya tadi, Lingga sengaja menjatuhkan ponselnya lagi. Dan Dista tidak menaruh kecurigaan sedikitpun, ia terus mengambilkan ponsel Lingga lagi dan lagi. Terus saja seperti itu hingga Dista baru menyadari satu hal, bahwa Lingga sengaja melakukan ini semua.
“Maaf, Tuan.. Maksud semua ini apa?” Tanya Dista dengan ekspresi wajah yang terlihat lelah. Lingga hanya menaikkan bahu saja pertanda tidak tahu, membuat Dista semakin kesal tentunya.
“Kenapa? Kau kesal kepadaku?” Tanya Lingga disertai kaki yang menendang Dista. Untungnya Dista menjaga keseimbangan, kalau tidak mungkin akan terjatuh.
“Aku tidak berani untuk kesal kepada mu, Tuan..” Balas Dista disertai senyuman tipisnya, Lingga hanya mengangguk saja.
Merasa sudah tidak ada yang mau Lingga katakan lagi, Dista berjalan menuju karpet yang sudah ia bentang sedari tadi. Baru saja ingin mendaratkan bokong, Lingga memanggil lagi.
“Jangan tidur dulu sebelum aku tidur, kau harus duduk dengan terus menatap aku.” Perintah Lingga yang sungguh tidak masuk akal.
“Tidak boleh protes, lakukan apa yang aku perintahkan!” Pertegasnya hingga Dista tentunya tidak berani protes lagi.
Dista hanya bisa menghela napas panjang saja, duduk diatas karpet sembari membuka hijab instannya. Disaat itulah Lingga berbaring tidur dengan menghadap kearah Dista yang masih setia menatapnya dengan kedua lutut sebagai pelukan wanita itu.
Kedua tatapan itu saling bertemu dengan pikiran Masing-masing. Dista yang tidak tahu alasan apa yang membuat Lingga memintanya melakukan hal tidak masuk akal seperti ini. Bahkan mata Dista sudah sangat mengantuk, ia sudah tidak tahan lagi menahan berat matanya.
“Jangan tidur, kalau kau tidur maka aku akan membunuh Pamanmu.” Ancaman itu membuat mata Dista langsung terbuka sempurna.
Lingga tertawa kecil didalam hati, ekspresi wajah Dista sungguh lucu. Wanita itu melotot matanya sembari menatap Lingga yang sedang berusaha untuk tertidur. Hingga mungkin Dista tidak bisa menahan rasa mengantuk lagi. Tiba-tiba saja wanita itu terjatuh dan tertidur dengan sangat pulas, membuat Lingga terkejut sebenarnya.
“Astaga, dia benar-benar seperti anak bayi..”Gumam Lingga sembari menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Keduanya pun tertidur pulas tanpa ada kata manis sebagai ucapan seorang suami dan istri.
••
Pukul 04:20 Dista terbangun dari tidurnya, ia menggeliat sembari menguap. Tidurnya cukup nyaman mungkin karna keadaan perut kenyang seperti biasanya. Selama ini Dista selalu tidur dengan perut yang lapar, baru kemarin malam ia makan dalam keadaan kenyang.
Dista merapikan karpet yang ia gunakan untuk tidur, lalu berniat untuk mandi. Sebentar lagi sudah mau masuk sholat subuh, Dista ingin sholat bersama Lingga. Sekalipun Dista ragu apakah Lingga mau atau tidak diajak beribadah bersama.
Selesai mandi dengan sudah memakai mukena, Dista membangunkan sang suami. “Tuan, bangunlah.. Sudah subuh, ayo sholat bersama..” Ajak Dista dengan wajah yang tersenyum manis.
Lingga yang memang mudah terbangun dari tidurnya tentu saja langsung bangkit. Ia terkejut melihat Dista yang duduk manis di pinggir ranjang dengan sudah memakai mukena berwarna hijau gelap. Lingga menghela napas panjang sambil memijat pelipisnya.
“Kalau mau ibadah, ya ibadah sendiri aja sana! Jangan ganggu orang tidur, bising tau!” Hardik Lingga kepada Dista yang malah kelihatan tidak takut, tersenyum malah.
“Tidak boleh seperti itu, Tuan.. Hem, aku boleh memanggil mu dengan sebutan, Mas?” Bahkan Dista meminta izin untuk menyebut Lingga dengan panggilan mesra itu.
“Terserah!” Lingga sudah kepalang kesar, tidurnya diganggu benar-benar menghancurkan segala moodnya pagi ini.
“Mas, aku kan ada kamu.. Jadi, apa salahnya jika kita sholat bersama.” Ucap Dista yang berhasil membuat Lingga semakin kesal tentunya.
“Aku mau sholat bersamamu, kalau kau sudah menjadi jenazah. Bisa dikatakan, aku akan sholat jika kau mati!” Ucap Lingga dengan nada ketus serta menyakitkan bagi Dista.
Lingga menatap tajam Dista, ia kembali berbaring dengan posisi mengkurap hingga sudah pasti Dista tidak berani untuk menganggu lagi. Dan pada akhirnya Dista hanya bisa menghela napas panjang saja.
“Astaghfirullah, Mas.. Betapa besarnya rasa benci mu kepadaku? Hingga untuk beribadah saja, kau harus menungguku mati.” Gumam Dista di dalam hati.
Jatuh air mata Dista, ia tidak bisa berkata apapun sekarang. Dista perlahan bangkit, ia membetangkan sajadah sesuai arah kiblat, lalu mulai sholat dengan susah payah menahan tangis.
Kala sujud akhir Dista menangis mengadu kan semua penderitaan nya kepada Sang Pemilik Alam. Tidak ada tempat cerita yang Dista miliki selama ini kecuali Maha Kuasa, hanya Kepadanya Dista mengadu dan menumpahkan segala kesedihan yang ia rasakan.
Setelah berdoa, Dista tertidur dengan posisi masih memakai mukena. Sekalipun berbaring air mata Dista tetap mengalir, ia menatap nanar Lingga yang kini sudah tertidur dengan posisi menyamping kearahnya.
“Sebenarnya aku ingin pernikahan tidak diinginkan ini menjadi nyata, Mas.. Sekalipun sakit yang selalu kau berikan, aku bersumpah untuk selalu bertahan denganmu..” Lirih nya, Dista menangis tanpa suara. Menggigit lengan yang sendiri agar suara tangis itu tidak terdengar.
Hingga rasa ngantuk akibat menangis sedari kemarin membuat Dista tertidur pulas. Berharap ada keajaiban yang datang menyapa untuknya besok, atau mungkin lusa atau bisa jadi tidak akan ada keajaiban sama sekali di dalam kehidupan nya.