Ralina Elizabeth duduk tertegun di atas ranjang mengenakan gaun pengantinnya. Ia masih tidak percaya statusnya kini telah menjadi istri Tristan Alfred, lelaki yang seharunya menjadi kakak iparnya.
Semua gara-gara Karina, sang kakak yang kabur di hari pernikahan. Ralina terpaksa menggantikan posisi kakaknya.
"Kenapa kamu menghindar?"
Tristan mengulaskan senyuman seringai melihat Ralina yang beringsut mundur menjauhinya. Wanita muda yang seharusnya menjadi adik iparnya itu justru membuatnya bersemangat untuk menggoda. Ia merangkak maju mendekat sementara Ralina terus berusaha mundur.
"Berhenti, Kak! Aku takut ...."
Ralina merasa terpojok. Ia memasang wajah memelas agar lelaki di hadapannya berhenti mendekat.
Senyuman Tristan tampak semakin lebar. "Takut? Kenapa Takut? Aku kan sekarang suamimu," ucapnya lembut.
Ralina menggeleng. "Kak Tristan seharusnya menjadi suami Kak Karina, bukan aku!"
"Tapi mau bagaimana ... Kamu yang sudah aku nikahi, bukan kakakmu," kilah Tristan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3: Mengantar ke Kampus
Mobil yang Tristan naiki berhenti di halaman sebuah rumah berlantai dua bercat putih, rumah kediaman Keluarga Arthur. Hansan membukakan pintu mobil. Tristan keluar membawa sebuah buket bunga yang sempat ia beli di jalan serta sebuah paperbag kecil berwarna coklat.
Kedatangannya langsung disambut seorang pelayan yang memandunya untuk langsung memasuki rumah.
"Oh, Tristan .... "
Seorang wanita paruh baya menyambut kehadiran Tristan dengan senyuman.
Tristan memeluk wanita yang merupakan calon ibu mertuanya, Laurent Arthur.
"Sudah lama sekali kamu tidak mampir ke sini. Ayo, duduk dulu!" ajak Laura.
"Tante dengar dari Karina kamu ke Shanghai?"
Tristan mengangguk. Ia menyodorkan paperbag yang dibawanya ke hadapan Laura.
"Saya belikan set perlengkapan teh dari sana untuk Tante. Katanya Tante Laura sangat suka minum teh."
Mata Laura berbinar melihat hadiah yang Tristan bawakan. Ia mengintip isi paperbag itu dan mengulaskan senyuman. Benda itu seperti yang diinginkannya selama ini.
"Kamu memang sangat pengertian, Tristan. Tante sangat menyukainya. Terima kasih," ucapnya.
"Oh, bunga itu juga cantik sekali ...." Laura memperhatikan buket bungan yang Trian bawa. Buket mawar merah yang indah.
"Itu pasti untuk Karina, ya?" tanyanya memastikan.
Trian menjawabnya dengan senyuman dan anggukkan kepala.
"Sayang sekali, Karina masih belum pulang. Sejak kemarin dia pergi katanya mau merayakan ulang tahun temannya. Apa dia tidak mengabarimu?"
Tristan menggeleng.
"Saya juga tidak mengabarinya kalau akan datang. Niatnya mau membuat kejutan."
Laura menampakkan raut kecewa terhadap putrinya. Jarang-jarang Tristan bisa berkunjung ke rumah dan Karina kebetulan sedang tidak ada. Dalam hati ia menggerutu.
"Ah, coba nanti kamu hubungi Karina lagi. Atau nanti kalau dia pulang, tante akan suruh dia menghubungimu."
Tristan mengangguk setuju.
"Mama ...."
Suara lembut seorang wanita mengalihkan perhatian mereka.
Ralina tak jadi meneruskan kata-katanya ketika melihat seorang tamu yang tengah berbicara dengan ibunya. Ia tentu kenal dengan tamu itu, Tristan, tunangan kakaknya.
"Hai, Kak Tristan," sapanya dengan sedikit canggung.
Tristan mengulaskan senyum membalas sapaan itu.
"Ralina, tadi kamu mau bicara apa?" tanya Laura.
"Ah! Itu ... Apa Kak Karina belum pulang? Nomornya tidak bisa dihubungi, Ma," jawab Ralina.
"Kakakmu belum pulang. Hari ini kamu ke kampus naik taksi saja dulu, mobilnya kan dibawa Karina," usul Laura.
Ralina hanya bisa menghela napas pasrah. Lagi-lagi kakaknya memakai mobilnya dengan seenaknya.
"Mobil Karina masih di bengkel, Tristan. Jadi dia memakai mobil adiknya dulu. Minggu kemarin Karina sempat mengalami kecelakaan, mobilnya ditabrak dari belakang. Tapi untung saja dia masih selamat, hanya mobilnya yang sedikit penyok."
Tristan melirik ke arah Ralina yang tampak murung dan kesal.
"Mobil yang untuk mengantar Rafael boleh aku bawa, Ma?" tanya Ralina ragu.
Laura memberikan lirikan tajam ke arah putri keduanya. "Mobilnya belum kembali. Nanti juga mau mama pakai untuk menghadiri acara."
"Apa susahnya kamu sehari saja ke kampus naik taksi?"
Laura berusaha menahan kekesalannya di hadapan Tristan. Baginya, Ralina anak yang sangat menyusahkan dan tidak tahu situasi. Seharusnya Ralina langsung pergi saja mencari taksi di depan kompleks perumahan. Lagipula, Ralina juga sudah tahu kalau mobil satunya biasa untuk mengantar Rafael, putra bungsunya yang masih duduk di bangku SMP kelas 3.
Ralina mengepalkan kedua tangannya. "Kalau begitu, aku berangkat dulu, Ma," pamitnya.
Ia melangkah pergi meninggalkan ibu dan Tristan. Hatinya merasa kesal namun tidak bisa berbuat apa-apa. Seakan takdirnya memang harus selalu mengalah dengan semua orang, baik kakak maupun adiknya.
Ralina menatap jalanan kompleks perumahan mewah yang tergolong sepi itu. Mungkin dia satu-satunya penghuni yang paling sering berjalan kaki sampai pos masuk yang jaraknya 1 kilometer.
Kakaknya sering merusakkan mobil dan sebagai imbasnya, mobil Ralina yang sering dipinjam.
"Kali ini aku pasti akan telat. Seharusnya tadi aku bangun lebih pagi," gumamnya sembari berjalan.
Pagi ini ada mata kuliah yang dosennya terkenal disiplin. Jika mahasiswanya datang terlambat lebih dari 5 menit, maka akan diusir. Ia tidak tahu kalau mobilnya dibawa kakaknya. Karina meminjam secara diam-diam tanpa sepengetahuannya.
Setelah berjalan sekitar 300 meter, sebuah mobil berhenti di depannya. Mobil itu yang tadi terparkir di halaman rumahnya. Mobil milik Tristan.
Tiba-tiba sang sopir keluar dan membukakan pintu mobil. Tampak ada Tristan di dalamnya.
"Ralin, masuk!" pinta Tristan.
Ralina tersenyum kikuk. "Tidak usah, Kak. Aku jalan kaki saja." Ia menolak dengan sopan.
"Masuk!" pinta Tristan sekali lagi.
"Aku akan mengantarmu ke kampus."
Memikirkan konsekuensi yang diterima jika ia telat, Ralina akhirnya mau masuk dan duduk di samping Tristan dengan perasaan yang sangat canggung.
Sesaat setelah Ralina masuk, mobil kembali berjalan. Ralina hanya tertunduk, tak berani menatap ke arah lelaki di sebelahnya.
"Bagaimana kuliahnya? Lancar?"
Ralina mengangguk. Entah mengapa ia merasa sangat tidak nyaman. Meskipun sudah beberapa kali bertemu, ia masih saja risih dengan keberadaan lelaki yang akan menjadi kakak iparnya.
Mereka sudah saling kenal sejak lama. Dulu mereka sempat bertetangga. Selain jarak usia mereka yang cukup jauh, kepribadian Tristan yang pendiam juga membuat mereka tidak dekat. Dulu Ralina akrab dengan adik Tristan yang bernama Teressa. Namun, Teressa sudah meninggal 7 tahun yang lalu.
"Aku dengar kamu berhasil mendapatkan beasiswa penuh," ucap Tristan.
"Ah, kebetulan iya, Kak." Ralina berusaha menjawab meskipun sebenarnya ia tidak ingin ditanya-tanya. Suasana terasa semakin tidak nyaman.
"Hebat."
"Susah untuk lolos beasiswa penuh di kampus X."
"Artinya kamu sangat cerdas," puji Tristan.
"Itu ... Aku rasa hanya kebetulan saja." Ralina berusaha merendah.
"Ini!"
Tristan menyodorkan sebatang coklat impor. Ralina akhirnya mau mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah lelaki yang menyodorkan coklat itu padanya.
"Kamu suka coklat, kan?
"Aku membelinya waktu di Shanghai."
"Itu mengingatkanku pada adikku."
"Seandainya dia masih hidup, dia pasti sudah sebesar kamu."
"Mungkin juga kalian masih jadi teman baik sampai sekarang."
Ralina mengulurkan tangannya menerima coklat pemberian Tristan. "Terima kasih, Kak," ucapnya.
"Kamu nanti kuliah sampai jam berapa?" tanya Tristan.
"Sampai jam satu siang, Kak. Memangnya kenapa?"
"Mau makan siang bersama?"
Ralina tertegun tiba-tiba diajak makan siang. "Aduh ... Bagaimana, ya?" ia ingin menolak tapi tidak tahu alasan yang tepat.
"Aku mau kamu membantu memilihkan hadiah untuk Karina. Sepertinya hanya kamu yang paling tahu seleranya."
Ralina semakin bingung untuk menolak.
"Kalau kamu tidak bisa, ya mau bagaimana lagi ... Niatnya aku ingin membelikan cincin untuknya."
"Aku ingin membahas pernikahan dengannya."
Mendengar perkataan Tristan, Ralina tampak tertarik. Kakaknya memang sangat ingin segera menikah dengan lelaki itu, namun Tristan selalu mengulur waktu dan terkesan ingin menghindar.
"Ya, sepertinya aku bisa membantu Kak Tristan," jawab Ralina.
Tristan mengulaskan senyum. "Jam satu aku akan menjemputmu."
kira" kemana raliba apa diculik jg sama bobby bisa sj kn raliba dpt info dr seseorang beritahu kbradaan karina yg trnyata dibohongi jg sma orang itu krn oerginya ralina g ada yg tau knp hamin g ngejar waktu itu
tristan pdkt sama ralina ny jngan kasar"
klo g kabur masa iya tristan rela jd suami karina yg urak an demi mnjaga ralina udah dikuras uagnya msih korban raga pdhl udah menyadari klo suka sama ralina... buang " ttenagadan harta tristan
ralina kabur kemana nih
iklaskn ralina yg sudah di incar trintan dr kecil
ralina d culik jga sma karina apa ya? duuhhh ko jd ngilang2 kmna lgi ralin...,,