Lanjutan Cerita Harumi, harap membaca cerita tersebut, agar bisa nyambung dengan cerita berikut.
Mia tak menyangka, jika selama ini, sekertaris CEO yang terkenal dingin dan irit bicara, menaruh hati padanya.
Mia menerima cinta Jaka, sayangnya belum sampai satu bulan menjalani hubungan, Mia harus menghadapi kenyataan pahit.
Akankah keduanya bisa tetap bersama, dan hubungan mereka berakhir dengan bahagia?
Yuk baca ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Minuman Favorit
Sebuah pesan masuk pada ponselnya, membuat Mia sedikit ketar-ketir. Setelah kejadian di pantry, dan tak menghubungi atau bertemu sama sekali selama beberapa hari. Pria yang beberapa hari lalu menciumnya di mobil, mengajaknya makan malam usai pulang kerja.
"Ada titipan dari Pak Jaka." Ucapan tetangga kubikel, yang baru saja datang, membuyarkan lamunannya. Raisa mulai membagikan kopi pada semua rekan satu divisi.
"Kok Lo beda sendiri?" Haris melontarkan protes, ketika mendapati minuman berbeda yang diminum mojang Bandung itu.
Raisa menggoyangkan minuman berwarna merah muda, "Aku lagi pengen ini, Mas! Males minum kopi." Sahutnya, dia kembali menyedot minuman yang dipegangnya.
Mia yang sedang fokus pada layar di depannya, sejenak melirik minuman miliknya. Ada kopi hitam, yang sama sekali tidak disukainya, dia lebih suka kopi campuran, dan minuman yang menjadi favoritnya adalah milk shake strawberry.
"Mi, tukeran sama punya gue," Ringgo tiba-tiba menyodorkan gelas miliknya. "Gue kayaknya mulai ngantuk, jadi gue butuh yang pahit-pahit."
Mia menukar gelas kopi mereka, tanpa berucap sepatah katapun, dia kembali fokus pada pekerjaannya. Hari ini dia harus pulang cepat, dan tak berniat menerima tawaran pria kulkas empat pintu itu.
"Kok bisa Jaka tiba-tiba beliin kopi, Lo ketemu di mana, Sa?" Ringgo angkat bicara.
"Tadi ketemu di lobi, pas aku mau beli kopi, eh ditraktir malah, beliau baik banget, ya! Padahal gosip yang aku dengar, Pak Jaka orangnya pendiam dan dingin. Tapi setelah aku perhatikan, beliau orangnya ramah dan royal. Apa perasaanku aja, ya?" Terlihat jelas wajah memerah gadis berkemeja maroon itu.
"Ah, masa? Setau gue, Jaka emang pendiam, waktu kita-kita masih aktif di club' motor, dianya jarang ngomong, sama kayak sehari-hari di kantor aja." Sela Haris.
Raisa tersenyum malu-malu, "Berarti aku spesial dong," gumamnya pelan.
Begitu mendengar gumaman tetangga kubikelnya, Mia reflek menoleh, lalu menggelengkan kepalanya. Dia merasa ada sesuatu yang tiba-tiba menggores hatinya.
"Sekali lagi gue ingatkan, kalau pacaran di kantor nggak boleh." Seru Indah tiba-tiba, ibu beranak satu itu, mendadak menunjukkan sifat judesnya, setelah sekian lama tak menunjukannya.
"Tapi Mbak Gita sama Pak Fero bahkan sampai menikah, terus Pak Dimas sama Mbak Rumi juga." Raisa teringat ucapan para staf divisi lain, saat makan siang bersama di kantin.
"Mereka Nikah nggak lama setelah pacaran, lagian Pak Dimas itu yang punya perusahaan, dan Fero yang buat aturan. Suka-suka mereka mau melanggar apa nggak." Kata Indah dengan nada ketus.
Raisa bungkam setelahnya, suasana ruangan mendadak jadi canggung, tapi semua itu tak berlangsung lama.
Lukman keluar dari ruangannya, "Weh ... Ada yang traktir kopi, diam-diam Bae." Serunya. "Mi, anterin ini ke ruangannya Pak Dimas, gih!" perintahnya pada gadis yang hari ini mengenakan blus magenta.
"Bapak mau kopi?" tanya Mia, seraya bangkit dan mengambil setumpuk berkas yang disodorkan padanya.
"Mau lah." Sahut Pria berusia empat puluhan itu.
"Ya udah nih, punya saya aja, belum saya minum kok." Mia memberikan gelas miliknya.
"Wah, makasih ya! Entar kalau saya turun, saya bawain milk shake."
Mia melambaikan tangannya, "Nggak usah pak, saya lagi kurangi manis." tolaknya halus. Setelahnya, Mia pergi dari ruangan divisinya.
Begitu tiba di lantai teratas gedung, kursi sekertaris dan asisten CEO tak ada penghuninya, untuk itu Mia langsung mengetuk pintu ruangan pemilik perusahaan.
Pintu terbuka, pria yang mengenakan kemeja putih membukanya, dan tersenyum, serta mempersilahkannya masuk.
"Mi, taruh berkasnya di situ aja." Ujar Dimas menunjuk sisi meja kerjanya. Suami dari Bunga Harumi itu sedang berbicara serius dengan asistennya.
Mia menaruh tumpukan berkas yang dibawanya, sesuai arahan pimpinan perusahaan. "Kalau gitu saya permisi, Pak!" dia menundukkan kepalanya, lalu berbalik menuju pintu, begitu Dimas menganggukkan kepalanya.
Mia hendak menutup pintu ruangan CEO, tapi seseorang justru menahannya, dan turut keluar bersamanya.
"Wa aku kenapa nggak dibalas?" tanya Jaka.
Mia mengernyitkan dahinya, "Yang mana?"
Pria berkulit sawo matang tapi tampan itu, meraup wajahnya sendiri, "Aku baru wa kamu tadi, tapi kamu nggak balas. Kamu kenapa sih? Timbang balas satu huruf aja sampai nggak sempat, emang kamu sibuk banget apa?"
"Maksud Bapak apaan sih? Kalau soal Wa, saya nggak niat balas, karena emang nggak perlu dibalas."
"Kenapa nggak perlu dibalas? Kan tinggal jawab satu huruf aja, aku udah ngerti."
Mia menepis tangan sekertaris CEO itu, "Sekarang saya tanya, maksud bapak ngajak saya malam, apa?"
Jaka terlihat gugup, bola matanya bergerak ke kanan dan ke kiri. Selama Mia bekerja di sini, baru kali ini, dia melihat ekspresi tak biasa pria itu.
"Bapak kalau cuma iseng, mending nggak usah aneh-aneh deh. Jangan memulai kalau cuman mau menyakiti, saya nggak ada waktu buat hal yang nggak penting." Usai mengatakannya, Mia pergi begitu saja, tanpa menoleh sedikitpun.
Mia memutuskan tak langsung menuju ruangan tempat divisinya berada, dia lebih memilih menuju kantin. Mungkin makan camilan akan membuat moodnya membaik.
Selain menyediakan makanan berat untuk sarapan dan makan siang, Kantin perusahaan juga menyediakan kudapan sebagai makanan selingan untuk para pekerja. Tidak perlu membayar, cukup menunjukkan nametag. "Bu Sri, Saya mau bubur kacang ijo nya dong." Katanya pada salah satu petugas kantin.
"Sama teh sekalian nggak, mbak Mia?" tanya perempuan bertubuh gempal itu.
"Saya ambil air mineral aja."
Mia duduk di salah satu kursi, dia mulai menikmati makanan selingan. Namun baru beberapa suap seseorang menarik kursi di sebelahnya.
"Tumben Lo, ada apa nih? Sepi ya nggak ada Gita?" Tanya Lala, salah satu staf HRD.
Mia berdehem, sambil terus menyuapkan bubur ke mulutnya sendiri. "Tadi gue ketemu temen baru Lo di bawah, kayaknya dia lagi caper sama Pak Jaka, ish ... Genit banget." Lala terlihat kesal.
Mia sempat menghentikan suapan sendoknya, tapi hanya sejenak, setelah itu dia kembali menyuapkannya lagi. Lala masih mengoceh, mengungkapkan kekesalannya pada Raisa.
"Bilangin tuh ke temen Lo, jangan kegenitan. sebel banget gue liatnya."
"Iya entar gue bilangin," Mia bangkit, bubur di mangkuknya telah habis, dia menaruhnya di tempat piring kotor di salah satu sudut kantin.
Lala masih menunggunya, untuk naik bersama menuju lantai di mana divisi mereka berada.
"Mi, entar pulang gawe Monic ngajakin nonton, Lo mau ikut nggak?" tanya Lala, mereka sedang menunggu elevator.
"Tanggal tua, Lala! gajian masih seminggu lagi."
"Gue sama Monic yang beliin jajan sama ongkos Grab, Lo bayar tiket bioskopnya aja deh." Kata gadis berkemeja tosca itu. "Mau ya ... Please!" Lala menatap penuh harap.
Mia diam berpikir, "Mau nonton yang jam berapa?" tanyanya.
"Jam lima lebih, jadi elo pulangnya nggak kemalaman, mau ya-ya?"
Pintu elevator terbuka, "Boleh deh, tapi serius kalian yang beliin jajanan sama ongkos Grab ya!"
Lala tersenyum lebar, sambil mengangguk penuh semangat. Keduanya masuk ke dalam kotak besi yang akan membawa mereka ke divisi masing-masing.
jangan sampai di unboxing sebelum dimutasi y bang....