"Hentikan gerakanmu, Bella," ucap Leo berat sambil mencengkram pinggang Bella. Bulu halus di tubuh Bella meremang, napas mint Leo memburu dengan kepalanya tenggelam di perpotongan leher Bella membuat gerakan menyusuri.
"kak, jangan seperti ini."
"Bantu aku, Bella."
"Maksudnya bantu apa?"
"Dia terbangun. Tolong, ambil alih. aku tidak sanggup menahannya lebih lama," ucap Leo memangku Bella di kursi rodanya dalam lift dengan keadaan gelap gulita.
Leo Devano Galaxy adalah pewaris sah Sky Corp. 2 tahun lalu, Leo menolak menikahi Bella Samira, wanita berusia 23 tahun yang berasal dari desa. Kecelakaan mobil empat tahun lalu membuat Leo mengalami lumpuh permanen dan kepergian misterius tunangannya adalah penyumbang terbesar sifat kaku Leo.
Hingga Bella berakhir menikah dengan Adam Galaxy, anak dari istri kedua papa Leo yang kala itu masih SMA dan sangat membenci Leo.
Sebenarnya Apa yang terjadi pada Leo hingga ingin menyentuh Bella yang jelas-jelas ia tolak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baby Ara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14. Pengobatan ala Bella
"Maaf kak, tapi aku tidak mau."
Bella berusaha melepas tangannya dari cengkraman tangan besar Leo, hingga terasa sakit, tak kunjung terlepas jua. Leo menatap datar wajah cantik Bella.
"Astaga nak, kau mau mematahkan tangan Bella? Lepas Leo," perintah mom Aline.
Revan di bangkunya tak mau ikut campur. Ia terus menyuap nasinya di piring. Cukup sudah, terkena ultimatum Leo.
"Semalam kau datang kesini dengan siapa?" tunjuk Leo pada Bella yang terlihat sangat kesal padanya.
"Tidak perlu bertanya. Kakak kan sudah tahu," balas Bella berusaha sabar.
"Good. Sebab itu, kau harus pulang denganku."
"Aturan darimana itu?" ceplos Revan. Tak urung ia terkejut sendiri. Reflek memukul mulutnya setelah itu.
Leo melotot mendengarnya. "Kau--"
Bella tidak mau ada drama pemotongan gaji Revan lagi. Jadi, cepat-cepat menyela. "Baik kak, aku ikut denganmu, tapi aku punya syarat."
Kedua alis Leo bertaut tajam. Jangan harap ia akan mengabulkan syarat yang aneh-aneh. "Apa?"
"Lepas dulu tanganku." Bella menunjuk dengan matanya pada tangan Leo yang masih setia mencengkram bagai predator.
Leo menggeleng pelan membuat Bella mengeratkan rahangnya. "Tanganmu satunya masih berfungsi."
"Kak!" akhirnya Bella berteriak geram. Seseorang yang sudah selesai makan menepuk pundak Bella satu kali lalu berbisik. Leo yang berjarak lumayan dekat masih bisa mendengar suara itu.
"Mommy serahkan padamu, singa jantan ini. Hati-hati saja, takutnya dia sedang ciri-ciri birahi."
Leo mendengus kasar. "Jika aku singa jantan, maka ibuku pastilah singa betina," ujar Leo tanpa filter. Jangan lupakan, senyum kalemnya seolah anak berbakti.
Plak!
Tamparan renyah di lengan Leo dari Mom Aline berhasil membebaskan tangan Bella. Wanita itu segera berdiri di sisi lain sedikit jauh dari Leo yang mengusap lengannya sendiri.
"Kenapa Mom? Benarkan kataku?"
"Terserah kau saja." Mom Aline memutar bola matanya malas.
"Mommy pergi dulu. Ingat dua hal Leo, pertama obatmu jangan lupa di minum, takutnya karena belum minum obat kau jadi bertingkah di luar kebiasaanmu, banyak omong. Kedua, sempat kau berbuat macam-macam pada Bella, lawanmu singa betina ini." Mom Aline menepuk dadanya.
Bella tadi menunduk mulai bersuara. "Mom, maaf ... tadi aku kelepasan berteriak," kata Bella tak enak hati. Seolah ia tak pernah di ajarkan adab bersikap di depan orang yang lebih tua.
"Tidak apa sayang." Mom Aline mengelus penuh kasih rambut Bella terikat ekor kuda.
"Kau pergilah dengan si pemaksa ini. Jika dia nakal, pukul saja pantatnya."
Bella tertawa lepas. Tanpa ia tahu, Leo bertopang dagu, menyaksikan interaksi keduanya. Merekam dalam ingatan bagaimana ekspresi bahagia Bella. Dengan Devita, wajah takut dan pucat yang selalu Bella tampilkan.
Setelah kepergian Mom Aline. Wajah Bella berubah merona. Leo mengatakan sesuatu yang membuat Bella ingin melempar pantat panci di wajah blasteran pria itu. Beruntung Revan tengah ke toilet.
"Macam-macam ya? Bahkan inti terdalamnya sudah aku rasakan Mom." Leo tersenyum miring pada Bella. Kekesalan Bella adalah hiburan bagi Leo.
"Dasar gila!"
"Berarti aku adalah orang gila tercerdas, nona. Lanjutkan syarat anda tadi." Leo membuat gerakan layaknya bangsawan kelas atas. Menggerakkan memutar jari telunjuk kanannya lalu menunjuk Bella.
'Is! Kak Leo semakin menyebalkan saja!' batin Bella tambah gondok.
"Jangan mengumpat ku. Telingaku sangat tajam."
"Baiklah. Syarat pertama, aku memakai ponsel kakak untuk menghubungi--"
Belum habis kata Bella. Ponsel silver berlogo apple tergigit harganya tentu mampu membeli sebuah motor, tersodor ke hadapan Bella.
"Lihat layarnya," perintah Leo datar.
Bella dengan wajah bingung, menurut. Ia memang perlu untuk menghubungi Adam, suaminya. Namun, sebuah rekaman cctv menunjukan kondisi kamar Bella membuat Bella menutup mulutnya terbuka lebar. Shock.
"Ah, sayang ... Hmm ...."
"Stts ... Des, aku hampir sampai. Perkuat goyangan mu."
Astaga, Bella jijik sekali mendengarnya. Tak habis pikir, Adam tidak punya hati. Mengotori kasur dimana tempat Bella mengistirahatkan diri dengan air dosanya. Dimana tempat intim keduanya memadu kasih. Suami macam apa itu?
"Lihat bukan? Dia tidak mencari mu. Berterimakasih lah padaku. Jika tidak, kau akan menyaksikan langsung kejadian menjijikan itu. Kotornya lagi, threesome. Cih! Dasar binatang!" umpat Leo.
"Bagaimana, masih ingin pulang? Aku bisa antar."
Bella melempar ponsel Leo di pangkuan pria itu. Masuk sebentar ke dapur lalu keluar membawa sesuatu dalam kantong plastik hitam. Kebetulan Revan sudah kembali. Keluar dari lift. Berjalan menghampiri keduanya.
"Ayo, kita pergi ke kantor," ujar Bella. Melangkah duluan ke pintu keluar.
Senyum manis Leo terbit. Cctv terpasang itu adalah idenya. Menyuruh Rani dengan ancaman jika tidak menurut akan di pecat tanpa hormat, tanpa pesangon. Kebetulan, Desi ingin di pijit betisnya. Semasa hamil tubuhnya memang mudah pegal. Disitulah Rani beraksi.
*
*
Ketiganya tiba di perusahaan. Jejeran karyawan menunduk menyambut mobil Leo memasuki lobby kantor. Bella turun dengan tangannya di genggam oleh Leo namun bisik-bisik para pekerja wanita, Bella yang sengaja genit. Hampir seluruh orang kantor itu tidak mengetahui siapa Bella, akibat pernikahan tertutup Adam dan Bella dan itu juga karena permintaan Adam.
"Di Kantor ini yang saya butuhkan otak kalian! Bukan mulut sampah kalian!" kata-kata Leo sukses membuat para karyawan saling pandang. Wanita pen gosip tadi menunduk dalam.
"Maaf Tuan. Kami janji tidak akan mengulanginya," seru meraka. Leo tidak bodoh, masih ada yang menatap sinis Bella bahkan terkesan merendahkan.
"Revan!"
"Siap tuan." Revan di belakang kursi roda Leo beralih di kanan pria yang diselimuti amarah itu.
"Baju biru, putih dan pink itu. Urus pemecatan mereka!"
Ketiganya yang memakai makeup menor dan paling glamor dari yang lain. Membelalak lebar seraya mendekat.
"Tuan maafkan kami!" ujar yang memakai rok spam pendek.
"Tuan Leo, tidak bisa memecat kami hanya karena wanita ini! Kami sudah lama mengabdi disini!" kata si bulu mata anti badai.
"Heh, kau jalang! Apa hebatnya dirimu? Terlihat kampungan. Lebih baik tuan dengan saya saja!" ujar yang memakai lipstik menyala, masih tidak tahu diri ternyata.
Bella tentu saja merasa keputusan Leo tidak masuk di akalnya. Hanya untuk membela Bella, Leo tega memecat karyawan yang telah lama mengabdi pada perusahaan besar milik keluarga Galaxy itu. Bella merasa sebuah kesalahan ikut ke kantor bersama Leo tadi.
"Kak, aku tidak apa-apa, sungguh ... Jangan pecat mereka kak."
'Wanita ini bodoh sekali!' pikir Leo.
Bella mengaduh, Leo meremas tangannya. "Apa sakit?" tanya Leo tanpa rasa bersalah.
"Tentu sakit. Lihat tangan kakak, sebesar kingkong sedangkan tanganku sekurus katak! Bukan tidak mungkin tanganku remuk. Lepaskan!"
Lagi keduanya tarik tambang tangan Bella. Mungkin Leo terobsesi jari-jari mungil Bella.
"Itu yang mereka lakukan padamu. Kata menyakitkan adalah luka paling mujarab membuat orang sakit hati. Dia bisa menyakiti tanpa perlu menyentuh. Jadi, biar aku membalas mereka dengan caraku."
"Tapi kak--"
"Revan! Seret mereka keluar perusahaan ini. Dan kau, diam! Jika tidak ingin mendengar kata pedasku," ancam Leo lalu kursi rodanya berjalan otomatis menuju pintu kaca perusahaan itu meninggalkan Bella di belakang. Menatap ketiga wanita yang meronta tidak mau diseret pengawal-pengawal Leo.
"Hmmm ... Kak ...." ucap Bella canggung memasuki ruang khusus Ceo milik Leo.
Pria itu menatap jalanan di bawah lewat kaca besar transparan. Ruangan Leo benar-benar monoton seperti orangnya. Tidak ada foto keluarga, hanya setumpuk berkas di atas meja, kursi sofa panjang berwarna abu-abu. Dua gucci besar bewarna hitam, lukisan abstrak, rak penyimpanan berkas, itu saja.
"Ada apa?"
Bella menelan ludahnya pelan. Suara Leo terdengar tanpa nada. Pria itu marah.
"Syarat keduaku belum kakak penuhi."
Satu menit, baru Leo mengubah posisinya agar mudah menatap Bella. Namun ia hanya diam. Bella tidak nyaman di perhatikan selekat itu. Wanita itu gegas meraba wajahnya, takutnya ada kotoran.
"Kau cantik. Kemari lah."
Bella mengerjab lamban. Seiring langkah kakinya. "Kakak bilang aku cantik?"
Leo menarik napas kasar. Ini yang Leo benci, Bella itu lemot. "Siapa bilang. Kau jelek! Sudah katakan syarat mu!"
Mulut Bella spontan mengerucut. "Is! Jujur sekali. Syarat kedua, kakak harus mau aku pakaikan ini."
Bella mengeluarkan sesuatu dari kantongnya. Leo tentu keheranan. "Apa itu? Kau jangan aneh-aneh ya."
"Ini itu obat." Bella menunjuk isi plastik putihnya. Leo langsung mual melihat daun hijau yang sudah di tumbuk halus itu. "Kau sudah gila. Obat apa yang seperti tai sapi begitu?"
"Ini untuk kaki kakak. Di tempat asal ku di kalimantan. Ini itu mujarab untuk menyembuhkan patah tulang. Aku sangat bersyukur ternyata Mom Aline memiliki tanaman itu," kata Bella tersenyum sumringah.
Benar, Mom Aline memang suka mengkoleksi tanaman obat-obatan. Dan Leo pun tahu, kebiasaan Mommy Nya itu.
Leo terkekeh mengejek. "Aku takutnya kau lupa ingatan. Kakiku lumpuh, bukan patah apalagi keseleo. Aku tidak mau! Bentuknya saja menjijikan!"
"Kakak harus mau! Kita sudah janji!" Bella bahkan sampai melotot garang.
"Kapan aku berjanji?" Leo tak kalah melotot.
"Kau bilang kan itu syarat. Pokoknya, aku tidak mau!"
Kali ini Bella pastikan Leo akan menurut. Enak saja, dia sudah susah-susah berjibaku meraciknya bahkan bangun di pagi buta dan akhirnya akan sia-sia karena penolakan Leo hanya karena jijik.
"Sebelumnya aku minta maaf ...."
Braak!
"Bella, apa yang kau lakukan?!" teriak Leo.
Karena Bella, menggulingkan kursi rodanya. Hingga Leo terbaring dengan posisi duduk bahkan tubuhnya nyaris terlipat. Jika tidak sigap Bella tarik dan dudukan menyandar di dinding.
"Aku sudah minta maaf kak. Ini demi kebaikanmu."
Bella tercengir menggulung celana panjang Leo selutut. Dimana wajah Leo berubah seperti kepiting rebus. Matanya itu loh, setajam silet.
Revan di pintu menepuk keningnya. "Tuan drama sekali."
tanda terima kasih aq kasih bintang lima ⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️