Cerita ini mengikuti kehidupan Keisha, seorang remaja Gen Z yang sedang menghadapi berbagai tantangan dalam hidupnya. Ia terjebak di antara cinta, persahabatan, dan harapan keluarganya untuk masa depan yang lebih baik. Dengan karakter yang relatable dan situasi yang sering dihadapi oleh generasi muda saat ini, kisah ini menggambarkan perjalanan Keisha dalam menemukan jati diri dan pilihan hidup yang akan membentuk masa depannya. Ditemani sahabatnya, Naya, dan dua cowok yang terlibat dalam hidupnya, Bimo dan Dimas, Keisha harus berjuang untuk menemukan kebahagiaan sejati di tengah kebisingan dunia modern yang dipenuhi tekanan dari berbagai sisi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sasyaaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari-Hari yang Berjalan
Keesokan harinya, pagi hari di rumah Keisha dan Raka dimulai dengan rutinitas yang sudah terbentuk. Keisha sedang menyiapkan sarapan sementara Aira duduk di kursi tingginya, bermain dengan sendok plastik.
Dinda tiba dengan senyum seperti biasanya. "Pagi, Mbak Keisha. Pagi, Mas Raka. Pagi, Aira!" sapanya sambil melambaikan tangan kepada Aira yang langsung tersenyum lebar melihatnya.
"Pagi, Dinda," balas Keisha sambil menggoreng telur. "Hari ini rencananya kita mau ajak Aira jalan-jalan ke taman sore nanti, kamu mau ikut?"
Dinda terlihat berpikir sejenak. "Oh, boleh banget, Mbak! Aku pikir itu bisa jadi pengalaman seru buat Aira. Dia suka banget lari-larian, kan?"
"Iya, dia suka banget lari-lari, apalagi kalau ada yang ngejar. Bisa-bisa nanti kamu yang kehabisan napas," Raka bercanda sambil menuangkan kopi ke cangkirnya. "Tapi gapapa, dia pasti senang kalau ada kamu juga."
Dinda tertawa. "Siap, Mas Raka. Aku bakal latihan lari-lari kecil dulu biar nggak ngos-ngosan," candanya sambil melirik ke arah Aira. "Nanti, kita bisa bawa bola kecil juga buat dia main di rumput."
Keisha tersenyum mendengar percakapan itu. "Sepertinya bakal jadi sore yang menyenangkan. Aku udah lama nggak ajak Aira main di luar kayak dulu."
"Memang perlu, Kei. Dia pasti senang bisa lihat lebih banyak hal di luar rumah," kata Raka sambil menatap Keisha. "Kamu juga bakal senang kalau lihat dia ketawa-tawa."
Sepulang dari kantor, seperti yang direncanakan, mereka bertiga bersama Aira menuju taman. Saat tiba, Aira langsung menunjukkan antusiasmenya dengan melompat-lompat di dalam kereta dorong kecilnya.
"Dia semangat banget, ya," kata Dinda, sambil membantu mengeluarkan Aira dari stroller. "Ayo, Aira, kita main!"
Keisha mengikuti dari belakang sambil membawa tas berisi camilan dan air minum. "Dinda, kamu benar-benar cocok sama anak kecil. Aku lihat Aira jadi lebih aktif sejak kamu ada di sini."
Dinda tersenyum lebar. "Terima kasih, Mbak Keisha. Aku juga senang bisa kerja di sini. Aira itu anak yang ceria, jadi nggak sulit buat nyambung sama dia."
Raka yang sedang duduk di bangku taman mengeluarkan bola kecil berwarna-warni dari tas. "Aira, lihat apa yang papa bawa," ujarnya, menggoyang-goyangkan bola di depan Aira yang langsung meraih dengan tangan mungilnya.
"Ayo, Dinda, kamu kejar Aira biar dia nggak lari terlalu jauh," kata Raka sambil tertawa. "Kalau nggak, nanti dia bisa sampai ujung taman."
Dinda melangkah mendekat, pura-pura mengejar Aira dengan gaya lucu. "Aira, tunggu! Tante Dinda nggak bisa lari secepat itu!"
Aira tertawa terbahak-bahak, mempercepat langkah kakinya sambil memegang bola. Keisha dan Raka melihat adegan itu dengan senyum lega, merasakan kebahagiaan sederhana melihat anak mereka bermain dengan gembira.
"Kayaknya kita perlu sering-sering ngajak dia ke taman, ya," kata Keisha, menoleh ke Raka. "Dinda juga kelihatan enjoy banget."
Raka mengangguk setuju. "Iya, dan lihat betapa dia nyaman sama Dinda. Ini jadi bikin kita lebih yakin."
Saat matahari mulai tenggelam, mereka beristirahat di bangku taman sambil memberikan Aira minum. Keisha membuka camilan dan menawarkan pada Dinda.
"Dinda, ini buat kamu juga," kata Keisha, menyodorkan kotak makanan. "Kamu pasti capek abis lari-lari."
Dinda menerima kotak itu dengan senang hati. "Wah, terima kasih banyak, Mbak. Ini camilannya enak banget. Aku nggak nyangka bakal makan sambil nonton matahari terbenam di taman."
"Aku senang kamu bisa ikut. Ini jadi waktu buat kita semua bersantai," kata Keisha sambil memandangi Aira yang mulai mengantuk di pangkuannya. "Kamu tahu, aku jadi lebih tenang karena tahu Aira punya orang lain yang peduli sama dia."
"Mbak Keisha, aku juga ingin bilang kalau aku senang kerja di sini," ujar Dinda dengan tulus. "Rasanya kayak punya keluarga kedua."
"Dan itu yang kita harapkan, Din," Raka menambahkan. "Bukan cuma sebagai pengasuh, tapi juga sebagai bagian dari keluarga kami."
Keisha mengangguk. "Iya. Jadi kalau kamu merasa ada hal yang perlu dibicarakan atau kamu ingin saran, jangan ragu buat ngomong sama kita."
"Siap, Mbak. Aku janji bakal jaga Aira sebaik mungkin," jawab Dinda.
Di perjalanan pulang, Aira sudah terlelap di pangkuan Keisha di kursi belakang mobil. Dinda duduk di depan, tersenyum puas setelah hari yang panjang tapi menyenangkan.
"Terima kasih ya, Mbak, Mas. Hari ini aku benar-benar senang," ucapnya pelan, seakan takut membangunkan Aira. "Kadang, setelah main sama Aira, aku lupa kalau ini sebenarnya pekerjaan."
Raka menoleh sejenak dari kursi pengemudi. "Itu bagus, Din. Artinya kamu bener-bener menikmati apa yang kamu lakuin. Dan itu yang paling penting."
"Dan kita juga bisa lihat, Aira makin bahagia. Itu yang kita inginkan," tambah Keisha. "Kita semua belajar menyeimbangkan peran masing-masing, dan itu nggak selalu mudah."
Dinda mengangguk paham. "Aku bisa lihat betapa Mbak Keisha dan Mas Raka sangat perhatian sama Aira. Itu yang bikin aku jadi lebih semangat."
Perjalanan pun dilanjutkan dengan suasana tenang, seiring jalanan malam yang mulai sepi. Ketika sampai di rumah, Dinda membantu Keisha menggendong Aira yang masih terlelap menuju kamar.
Keisha menatap Dinda sejenak sebelum pamit. "Dinda, makasih ya. Kamu bener-bener ngebantu kita, lebih dari yang kamu kira."
"Senang banget dengar itu, Mbak. Aku janji, selama aku di sini, aku akan selalu ada buat Aira dan kalian," ujar Dinda sambil tersenyum lebar sebelum akhirnya pulang.