NADYA

Alex bingung sekali saat Nadya seperti sengaja menolak panggilan selulernya. Berapa kalipun Alex mencoba menghubunginya, maka Nadya akan terus menolak panggilannya. Atau Nadya sedang menghindarinya sekarang? Tapi kenapa? Perasaan kemarin mereka baik-baik saja, bahkan mereka makan siang bersama ditempat kerja gadis itu.

Tak menyerah, kali ini Alex mengirimkan pesan pada Nadya untuk mengetahui kabarnya juga untuk menanyakan kenapa Nadya menolak teleponnya terus menerus.

[Nadya, kamu dimana? Kenapa telepon aku di reject? Kamu lagi sibuk, ya?]

Dan parahnya pesan Alex dibaca tapi tidak mendapat balasan dari Nadya. Kenapa sebenarnya dengan gadis itu?

[Nadya kamu marah sama aku? Aku ada salah sama kamu? Kalau iya, aku minta maaf, kita bicara ya. Aku jemput kamu besok.]

Dan sama dengan tadi, kali ini pesan Alex tetap tidak dibalas meski Nadya membacanya.

Malam itu Alex sulit tidur karena perasaannya berkecamuk. Sebenarnya ada apa? Tidak biasanya Nadya bersikap seperti ini. Kepala Alex rasanya mau pecah memikirkan yang tidak-tidak. Apa ini ada kaitannya dengan pemuda bernama Dewangga? Apa Nadya dipengaruhi oleh pemuda itu? Dan ada banyak pertanyaan dalam kepala Alex, juga prasangka-prasangka yang tidak seharusnya datang justru menghampiri pikirannya.

...***...

Jika Alex tidak bisa tidur, lain halnya dengan Nadya. Dia memutuskan untuk tidur lebih cepat malam ini.

Kenyataan yang baru Nadya ketahui siang tadi mengenai Alex, benar-benar membuatnya tidak bersemangat. Tepat seperti dugaannya diawal, Alex memang akan membuatnya terjebak dalam perasaan rumit seperti saat ini. Pemuda itu akan menjadi masalah baru baginya karena akhirnya Nadya benar-benar merasa sudah menyukai Alex.

"Kenapa sih kamu harus bohongin aku, Lex? Seharusnya sejak awal kamu gak usah deketin aku kalau ternyata kamu udah punya pacar!" sungut Nadya seolah tengah bicara pada Alex, padahal dia hanya menatap ponsel berisikan pesan-pesan singkat Alex. Dan dia tidak berhassrat sama sekali untuk membalas pesan pesan itu.

Masih teringat jelas dibenak Nadya bagaimana dua orang gadis yang dia temui siang tadi menatapnya dengan sorot kebencian. Seolah-olah Nadya adalah gadis yang paling jahat, yang sudah merebut milik orang lain. Padahal kenyatannya dia tidak tau sama sekali jika Alex sudah punya kekasih.

Untuk hal ini, Nadya merutuk Alex karena bisa-bisanya pemuda itu mempermainkannya.

"Bisa-bisanya aku dibohongin sama bocah itu!" gumam Nadya. Jujur saja, dia tetap merasa sakit hati atas tindakan Alex yang dimata Nadya sudah berani bermain-main dengan perasaan perempuan. Bagaimanapun, Nadya sudah merasa amat disayangi dan diprioritaskan oleh pemuda itu.

Menyesakkan, tentu saja. Tapi entah kenapa Nadya tidak bisa membalas pesan Alex meski itu dengan kemarahan. Dia juga seolah bungkam dan tak bisa langsung memutuskan hubungannya dengan Alex begitu saja. Nadya masih terkejut karena ternyata Alex mampu berlaku seperti ini kepadanya. Menjadikannya yang kedua. Nadya marah, tapi tak bisa berbuat apapun seolah hatinya sudah dikunci oleh Alex dan sulit untuk keluar.

Nadya yang terbiasa melarikan diri dari masalah dengan cara tidur, akhirnya memilih memejamkan matanya. Dia mau tertidur sangat lama, berharap saat dia bangun masalahnya sudah selesai semua.

Saat pagi menyingsing, Nadya memutuskan untuk segera bersiap. Dia tau Alex akan menjemputnya karena pesan yang dikirimkan oleh pemuda itu semalam. Tapi Nadya tak ingin bertemu Alex dulu. Dia mau menghindari pemuda itu, dia tak mau meledak-ledak didepan Alex karena rasa kesalnya masih sangat menggebu-gebu sekarang.

"Nadya!"

Sepertinya Nadya kalah cepat dengan Alex yang ternyata sudah menungguinya didepan gerbang kost.

Nadya menarik nafas dalam-dalam demi menetralkan amarahnya. Demi apapun Nadya ingin menyemprot Alex sekarang dengan kekesalannya tapi melihat wajah polos pemuda itu Nadya tak bisa.

"Ada kuliah pagi? Kok pagi banget berangkatnya? Untung aku udah disini," kata Alex yang tak tau jika Nadya sudah mengetahui mengenai hubungannya dengan Erin.

"Iya. Aku buru-buru." Nadya tampak ingin pergi saat itu juga tapi Alex memegang tangannya.

"Kalau buru-buru biar aku antar, naik motor lebih cepat sampai daripada naik angkutan umum."

Nadya menggeleng. Sorot matanya mengartikan jika dia tak ingin dicegah dan Alex cukup peka akan hal itu.

"Apa aku ada salah?" tanya Alex akhirnya.

Nadya diam.

"Aku minta maaf kalau aku udah buat kesalahan yang bikin kamu jadi seperti ini."

Nadya masih diam. Dia berbalik dan meninggalkan Alex begitu saja dengan berjuta tanya dikepala.

Nadya tiba di kampusnya dan mencoba beraktivitas seperti biasa. Sayangnya dia tidak bisa. Dia tetap kepikiran mengenai kekasih bocahnya, Alex.

"Harusnya aku gak usah memulainya sama kamu, Lex!" Nadya sadar jika dia benar-benar sudah menyukai Alex terlalu jauh. Harusnya dia bisa menjaga perasannya agar tidak terlalu serius dengan pemuda itu.

"Hei ..."

Dewangga menyapa Nadya yang tampak banyak pikiran. Apa Nadya sedang ada masalah?

Nadya amat jengah sekarang, padahal dia berharap tidak bertemu siapapun dulu saat ini, apalagi Dewangga. Ini akan memperkeruh keadaan, pikir Nadya.

"Ada apa, Kak? Kalau mau mengajak ke Rumah Sakit, aku udah bilang gak bisa kan?"

Dewangga mematut senyum tipis. "Bukan, siapa juga yang mau mengajakmu ke Rumah Sakit," jawabnya acuh tak acuh.

"Jadi mau apa?"

"Aku dengar kau bekerja sebagai tukang bersih-bersih Apartmen ya?" ujar Dewangga pelan, nyaris berbisik.

Nadya mengangguk. Dia pikir Dewangga sudah tau mengenai hal ini sejak mereka tak sengaja bertemu di lobby Apartmen waktu itu, tapi sepertinya pemuda itu baru mengetahuinya sekarang. Ya tak salah memang sebab Nadya memang tak pernah menceritakannya pada Dewangga.

"Kalau begitu, bersihkan Apartemenku!"

Tentu saja Nadya menggeleng dengan cepat saat itu juga.

"Kenapa?" tanya Dewangga tak paham.

"Karena aku cuma membersihkan Apartmen milik cewek-cewek saja."

"Ah, begitu ..." Dewangga manggut-manggut mengerti. "Tapi ini juga bukan Apartmen ku, ini Apartmen mendiang Dewinta," jelasnya.

"Tetap gak bisa," tolak Nadya.

"Ayolah Nadya, tempat itu harus dibersihkan karena tukang bersih-bersih yang biasanya sedang sakit. Aku mencari info jasa bersih-bersih dan teman-teman bilang kau bisa. Ah, padahal kita dekat tapi kenapa kau tidak promosi kepadaku," keluh Dewangga panjang lebar.

"Sekali gak bisa, tetap gak bisa. Aku gak menerima pemaksaan!" tukas Nadya membuat Dewangga bungkam. Pasalnya, itu adalah kata-katanya yang sering dia katakan pada Nadya. 'Aku tidak menerima penolakan', iyakan? Kenapa sekarang malah Nadya yang mengatainya dengan kalimat serupa tapi tak sama?

...Bersambung ......