NovelToon NovelToon
Find 10 Fragments

Find 10 Fragments

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / spiritual / Sistem / Penyeberangan Dunia Lain / Peradaban Antar Bintang / Kultivasi Modern
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: GM Tyrann

Season 2 dari I Don't Have Magic In Another World

Ikki adalah seorang pria yang memiliki kekuatan luar biasa, namun terpecah menjadi 10 bagian yang tersebar di berbagai dunia atau bahkan alam yang sangat jauh. Dia harus menemukan kembali pecahan-pecahan kekuatannya, sebelum entitas atau makhluk yang tidak menginginkan keberadaanya muncul dan melenyapkan dirinya sepenuhnya.

Akankah dia berhasil menyatukan kembali pecahan kekuatannya, dan mengungkap rahasia di balik kekuatan dan juga ingatan yang sebenarnya? Nantikan ceritanya di sini.

up? kalo ada mood dan cerita aje, kalo g ada ya hiatus

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GM Tyrann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ch 16 - Kelulusan

Tahun 12087 Januari Tanggal 15

Tanggal 15 Januari. Cuaca semakin dingin, dan salju terus turun tanpa henti, menutupi jalanan dan bangunan dengan selimut putih tebal. Aku, yang seharusnya mulai masuk sekolah hari ini, menerima kabar bahwa liburan diperpanjang karena kondisi cuaca yang buruk.

Di dalam apartemen yang hangat, aku duduk di sofa dengan sebuah buku tebal di pangkuan. Aku menatap keluar jendela, melihat salju menempel pada kaca. Dunia luar terlihat seperti negeri dongeng yang beku. Sambil membaca, aku merasa nyaman dalam kehangatan apartemen.

Tiba-tiba, sebuah bola salju menabrak jendela dengan bunyi 'puk!' yang cukup keras, membuat ku terkejut. Aku menutup buku dan berjalan mendekati jendela, penasaran siapa yang melemparkan bola salju itu. Aku menyingkirkan sedikit embun di kaca dengan tangan, lalu menatap ke bawah dari lantai tiga apartemen.

Di bawah sana, di tengah salju yang tebal, aku melihat Riki dan Shun. Mereka tertawa, wajah mereka memerah karena dingin namun penuh kegembiraan. Shun menekan tombol pada cincinnya, yang memproyeksikan layar biru besar transparan bertuliskan "Ayo main!" di udara. Riki melambai-lambaikan tangan ke arah ku, mencoba menarik perhatian.

"Kenapa mereka terus mengganggu waktu santai ku." Aku mulai risih.

Aku merasa sedikit malas dan ragu untuk keluar. Aku berpikir tentang betapa dinginnya di luar dan bahaya yang mungkin timbul dari bermain di salju setebal itu.

"Karena mereka cukup bodoh mereka tidak tahu bahaya yang akan timbul."

Dengan berat hati, aku mengenakan mantel tebal, syal, topi, dan sarung tangan. Setelah memastikan aku terlindungi dari dingin, aku turun ke bawah untuk menemui Riki dan Shun. Begitu keluar dari pintu depan gedung apartemen, hembusan angin dingin langsung menyambut, membuatku menggigil sedikit.

"Yo, sobat! Akhirnya kamu keluar juga!" seru Riki dengan semangat, sambil membentuk bola salju di tangannya.

"Ayo, kita main perang bola salju!" ajak Shun dengan gembira.

Aku tersenyum tipis. "Aku akan ikut keluar, tapi aku tidak akan bermain. Saljunya terlalu tebal dan dinginnya tidak normal," kataku, berusaha membuat teman-temanku mengerti kekhawatiran yang aku rasakan.

Riki dan Shun saling berpandangan, lalu tertawa. "Baiklah, Ikki. Kamu bisa jadi wasit saja, bagaimana?" usul Shun.

Ikki mengangguk. "Deal," katanya, merasa sedikit lega karena tidak harus bermain langsung.

Mereka berjalan bersama menuju taman terdekat yang sudah tertutup salju. Riki dan Shun langsung mulai bermain bola salju, saling melempar dengan tawa yang riang. Aku, yang duduk di bangku taman, menikmati melihat mereka bersenang-senang, seperti seorang bocah.

Riki dan Shun, masih bersemangat setelah bermain bola salju, memutuskan untuk membuat boneka salju yang besar di taman. Mereka mulai dengan menggulung bola salju kecil hingga semakin besar, sambil bercanda dan tertawa. Aku, yang duduk di bangku taman, memperhatikan dengan senyum tipis. Namun, aku juga waspada terhadap bahaya yang mungkin muncul.

Saat sedang mengawasi, aku melihat sesuatu yang berbahaya di atap pondok taman bermain. Es-es tajam tergantung, siap jatuh kapan saja. Aku menggunakan sihir telekinesis untuk mengangkat dan membuang es-es tajam tersebut, memastikan tidak ada yang terluka. Potongan-potongan es terbang perlahan ke arah ku, berkumpul. Aku memegang kumpulan es itu dengan cermat, memikirkan cara terbaik untuk membuangnya.

Shun, yang melihat aku yang memegang banyak benda tajam itu, langsung berteriak, "Hei, Ikki! Gunakan benda itu untuk hidung dan tangan boneka salju kami!"

Aku memandang Shun dan kemudian ke boneka salju yang sedang dibuat. Boneka itu terlihat buruk, dengan kepala yang hampir jatuh karena tidak seimbang. Meski merasa sedikit ragu, aku berpikir untuk membantu mereka. Aku menurunkan potongan-potongan es itu dengan hati-hati dan memberikan beberapa yang tampak lebih aman kepada Shun dan Riki.

"Ini, gunakan dengan hati-hati," kataku sambil menyerahkan potongan-potongan es tersebut.

Shun dan Riki dengan penuh semangat menerima potongan es dan mulai memasangnya pada boneka salju mereka. Shun memasang potongan es yang tajam sebagai hidung, sementara Riki menempatkan beberapa sebagai tangan. Meski hasilnya terlihat agak aneh dan buruk, dengan kepala boneka yang hampir jatuh, mereka tertawa puas dengan kreasi mereka.

Ikki, melihat hasil akhir boneka salju yang lucu tapi tidak seimbang. Meski tidak sempurna, boneka salju itu setidaknya hasil kerja keras teman-temanku.

Tiba-tiba, aku merasakan angin yang lebih dingin dan berat, tanda bahwa salju akan segera turun lagi. Aku melihat langit yang mulai gelap dan menutupi matahari dengan awan tebal.

"Kita harus segera pulang, salju akan turun lagi," kataku dengan nada serius.

Riki dan Shun, menyadari kondisi cuaca yang semakin memburuk, setuju dengan ku. Mereka cepat-cepat merapikan diri, memastikan tidak ada yang tertinggal.

"Terima kasih sudah menjaga kami, Ikki," kata Shun sambil melambaikan tangan.

"Ya, terima kasih, sobat. Hati-hati di jalan pulang," tambah Riki.

Aku hanya mengangguk ringan lalu berjalan kembali ke apartemen sementara Riki dan Shun berlari menuju rumah mereka masing-masing. Salju mulai turun dengan deras, menambah ketebalan putih di tanah. Aku mempercepat langkah, merasakan dingin yang semakin menusuk.

Sesampainya di gedung apartemen, aku merasa sedikit tenang karena didalam sana hangat. Aku menaiki lift untuk naik ke lantai tiga, dimana kamar apartemen ku berada disana. Aku langsung masuk dan menutup pintu dengan rapat. Aku menggigil sedikit, tapi merasa lega berada di dalam. Aku menatap keluar jendela, melihat salju yang turun dengan lebat.

Di luar, boneka salju buatan Riki dan Shun mulai tertutup lapisan salju baru, seolah-olah bersembunyi di balik selimut putih yang tebal.

"Jika ini terus berlanjut sekolah akan di undur sampai bulan Februari." Aku bergumam saat melihat salju yang tebal itu turun, robot yang biasanya berada di jalanan kini kosong dan sepi.

Setelah liburan diperpanjang karena cuaca yang sangat dingin dan salju yang tebal, akhirnya aku kembali ke sekolah pada tanggal 22 Januari. Hari pertama kembali ke sekolah selalu terasa istimewa, meskipun udara masih sangat dingin. Aku mengenakan mantel tebal, syal yang melilit leher, serta sarung tangan untuk melindungi tanganku dari gigitan dingin. Aku berjalan ke sekolah, menapaki jalanan yang masih tertutup salju.

Di gerbang sekolah, aku bertemu dengan Riki dan Shun yang juga baru tiba. Mereka saling menyapa dengan senyum hangat.

"Yo, sobat! Akhirnya liburan selesai juga, ya," sapa Riki sambil menggigil.

Aku hanya mengangguk untuk membalas sapaan Riki. Sesampainya di kelas, suasana kelas terasa hangat karena penghangat ruangan yang menyala. Semua murid tampak senang bisa bertemu kembali dengan teman-teman mereka.

Tak lama kemudian, guru masuk ke dalam kelas. Suara riuh rendah di kelas langsung mereda, dan semua mata tertuju pada guru mereka yang berdiri di depan kelas.

"Selamat pagi semuanya. Saya harap kalian semua menikmati liburan musim dingin yang panjang," kata guru itu dengan senyum. "Namun sekarang, kita harus kembali fokus pada pelajaran. Saya punya pengumuman penting untuk kalian."

Suasana kelas langsung menjadi hening, semua murid menunggu dengan cemas.

"Ujian kelulusan akan diadakan beberapa bulan lagi. Ini adalah ujian yang sangat penting, jadi saya harap kalian semua mempersiapkan diri dengan baik," lanjut guru.

Para murid tampak terkejut dan mulai berbisik-bisik. Ujian kelulusan adalah salah satu tantangan terbesar yang akan mereka hadapi, dan berita ini membuat mereka merasa tegang.

Aku menatap ke luar jendela, melihat salju yang masih turun dengan lembut. Aku hanya harus lulus dengan nilai yang cukup memuaskan lalu masuk ke sekolah yang sedang aku tuju.

Guru melanjutkan, "Mulai hari ini, kita akan memperbanyak latihan dan persiapan untuk ujian kelulusan. Saya yakin kalian semua bisa melakukannya jika berusaha keras."

Aku terus mempelajari semua pelajaran yang ada sampai ujian kelulusan tiba. Aku tidak merasakannya sama sekali, waktu berjalan begitu cepat. Satu tahun sudah terlewati, tapi aku baru berada di dunia ini beberapa bulan saja.

***

Bulan April tiba, dan suasana di sekolah semakin serius. Semua murid kelas tiga, termasuk Aku, merasa tekanan yang semakin besar. Ujian kelulusan yang akan menentukan masa depan mereka sudah di depan mata. Setiap hari, mereka belajar keras, mengikuti bimbingan belajar, dan saling mendukung satu sama lain.

Hari ujian tiba. Semua murid kelas tiga berkumpul di ruang ujian, merasa gugup namun juga siap menghadapi tantangan ini. Suasana ruang ujian sangat hening, hanya terdengar suara pen yang bergerak dan desahan napas yang dalam dari para murid.

Aku mengerjakan soal-soal ujian dengan tenang. Aku sudah mempersiapkan diri sebaik mungkin, mengulang materi yang sudah aku pelajari setiap hari libur. Di sisi lain, Shun tampak agak gelisah, namun tetap berusaha fokus. Riki, meski berada di peringkat yang rendah sebelumnya, tetap bertekad untuk memberikan yang terbaik.

Setelah beberapa jam yang menegangkan, ujian akhirnya selesai. Semua murid menghela napas lega, meski rasa cemas tentang hasilnya masih membayangi pikiran mereka.

Beberapa minggu kemudian, hasil ujian diumumkan. Semua murid berkumpul di koridor kelas tiga untuk melihat nilai mereka. Aku mencari namaku didaftar dan masuk peringkat 10 besar.

Pada bulan Mei, upacara penutupan diadakan dengan meriah. Semua murid kelas tiga berkumpul di aula besar, mengenakan seragam terbaik mereka. Upacara dimulai dengan pidato dari kepala sekolah yang mengucapkan selamat kepada para murid yang telah berprestasi.

"Selamat kepada semua murid kelas tiga yang telah lulus dengan hasil yang membanggakan. Hari ini, kita merayakan usaha dan kerja keras kalian selama tiga tahun terakhir," kata kepala sekolah dengan suara yang penuh kebanggaan.

Setelah pidato kepala sekolah, beberapa murid berprestasi dipanggil ke panggung untuk menerima penghargaan.

Murid yang berada di peringkat 1, memberikan pidato penutupan. "Terima kasih kepada semua guru dan teman-teman yang telah mendukung kami selama ini. Kita telah melalui banyak hal bersama, dan hari ini adalah bukti dari kerja keras kita. Mari kita terus berusaha dan mencapai impian kita di masa depan."

Upacara berakhir dengan tepuk tangan meriah dari semua yang hadir. Mereka berdiri lalu memberi tepuk tangan dengan meriah.

1
GM Tyrann
Kalo kalian udah mulai baca terus ada nama MC dibagain sudut pandangnya padahal seharusnya Aku. Itu kesalahan penulisan, karena udah banyak jadi malas ganti, ada banyak sih pas sudut pandang MC seharusnya pake Aku dan Kami, tapi malah pake, nama MC, Dia dan Mereka.

Kalo dari sudut pandang karakter lain nama MC, y pake nama MC. Apa lagi.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!