Dihadapkan pada kenyataan bahwa lelaki yang dicintai tidak bertanggung jawab, Alana nekat bunuh diri. Namun, ibu Daffa memohon kepada Gafi, anak tertuanya, untuk menikahi Alana menggantikan adiknya, padahal lelaki itu sudah punya kekasih.
Gafi terpaksa setuju demi menyelamatkan aib keluarga dan anak dalam kandungan Alana. Namun, Gafi membuat persyaratan, yaitu keduanya akan bercerai setelah Alana melahirkan.
Sesuai kesepakatan yang telah dibuat, keduanya pun bercerai. Alana membawa anaknya dan hidup bahagia. Namun, kebahagiaan itu tak bertahan lama. Daffa dan Gafi kembali untuk menagih cinta yang dibuang dahulu.
Persaingan cinta antara dua bersaudara, siapakah yang menjadi pilihan Alana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Puluh Dua
"Apa kabar Lan? Kamu makin cantik aja. Empat tahun tak bertemu, ternyata banyak perubahan pada dirimu. Kamu semakin seksi," ucap Daffa.
Adele memperhatikan pria itu tanpa kedip. Dia menggenggam tangan maminya dengan erat. Entah mengapa bocah cilik itu terlihat takut, tidak seperti saat bertemu Gafi. Dia merasa tenang.
"Kabar apa yang kau harapkan dariku? Kematianku, atau keterpurukan karena kau? Jangan harap itu, karena semakin kau sakiti, semakin aku mencoba bertahan untuk membuktikan jika tanpamu aku akan lebih baik. Bersamamu adalah kebodohan yang pernah aku lakukan!" ucap Alana dengan penuh penekanan.
"Kebodohan yang menyenangkan bukan? Apa kau lupa, setiap malam pasrah dalam dekapanku. Bahkan kau sangat menikmatinya!" balas Daffa dengan tersenyum simpul.
"Itulah kebodohanku. Namun, sekarang aku sudah sadar, lelaki pecundang sepertimu tak pantas dicintai apa lagi diperjuangkanboleh wanita manapun!" ucap Alana dengan penuh emosi.
Tangan Daffa terangkat ingin menampar pipi Alana, melihat itu Adele ketakutan hingga menangis. Suara bocah itu menyadarkan pria Daffa. Dia memandangi Adele tanpa kedip.
"Mami, aku takut!" ucap Adele.
"Apa ini anakku?" tanya Daffa.
Mendengar pertanyaan Daffa membuat Alana tertawa. Bisa-bisanya sekarang dia bertanya apakah Adele putrinya. Kemana saja selama ini, gumamnya dalam hati.
Alana menyembunyikan Adele ke belakang punggungnya. Menatap tajam ke arah Daffa. Rasanya ingin menghajar mulutnya yang bertanya itu.
"Anakmu? Anakmu yang mana? Apa kau pernah merasa memiliki anak? Dan apa pria sepertimu pantas memiliki anak?" Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan Alana dengan pria itu.
Daffa mencengkeram tangan Alana. Dia tak suka mendengar ucapan wanita itu. Pertama mengenalnya, dia sangat lembut dalam bertutur kata.
"Dia pasti anakku! Kau tak bisa mengelak jika dalam tubuhnya mengalir darahku, suka ataupun tak suka. Aku ayah biologisnya!" ucap Daffa.
Dia kembali memandangi Adele yang mengintip dari balik punggung maminya. Siapa pun yang melihat bocah itu pasti ingin memilikinya. Dengan kulit bersih dan tubuh gemoi'nya membuat siapapun yang melihat ingin memeluk dan mendekapnya.
"Sudah aku katakan ... aku tak memiliki anak darimu. Dia bukan anakmu!" ucap Alana dengan penuh emosi.
Masih terngiang saat pria itu memintanya menggugurkan kandungan. Sejak saat itu dia tak pernah menganggap mengandung anaknya. Biarlah dia membesarkan tanpa ayah biologisnya, walau sempat terpikirkan untuk bunuh diri. Dulu dengan mudah meminta membuangnya, dan saat ini dia ingin pengakuan. Mana mungkin Alana mau mengatakannya.
"Apa aku harus melakukan tes DNA? Bagaimana jika terbukti itu putriku, kau harus menyerahkan padaku!"
"Dia putriku," ucap Gafi dengan menggendong Adele. Gadis cilik itu langsung tersenyum padanya dan memeluk lehernya erat.
Alana menarik napas lega melihat kedatangan Gafi. Dia tak menyangka akan bertemu kedua kakak adik itu dikota ini. Jika saja Alana tahu mereka ada di kota yang sama, mungkin tak akan pindah.
"Sayang, jangan takut. Papi di sini," ucap Gafi melihat sang putri yang ketakutan dengan memeluk erat tubuhnya. Adele langsung menyandarkan kepalanya di bahu Gafi.
"Dia putriku ... Abang hanyalah suami Alana, tak ada yang bisa membantah hubungan darah!" ucap Daffa.
"Kemana kamu saat Alana mulai hamil, kenapa baru sekarang mengakui jika dia putrimu? Secara hukum negara dia putriku!" ucap Gafi.
Gafi lalu memeluk pinggang Alana. Dia tersenyum simpul pada sang adik. Teringat pria itu yang meniduri kekasihnya.
"Apa bedanya aku dan Abang? Apa Abang lupa jika terpaksa menikahi Alana dan mengkhianati pernikahan dengan tetap berhubungan sama wanita lain! Kita sama-sama pecundang, jangan sok jadi pahlawan!" ucap Daffa sinis.
"Mas, aku bawa Adele masuk mobil dulu. Obrolan ini tak baik untuknya," ucap Alana. Dia menggendong Adele dan meminta putrinya tetap di mobil.
"Oom itu siapa, Mami? Aku takut!" ucap Adele.
"Jangan takut. Mami tak akan membiarkan siapapun menyakiti kamu," balas Alana.
"Dan apa Om yang satu itu benar papi aku, Mi?" tanya Adele lagi.
Alana menganggukan kepalanya sebagai jawaban. Tak ada pilihan lain. Jika dia membantah akan banyak pertanyaan-pertanyaan yang putrinya lontarkan.
"Jadi aku punya Papi," ucap Adele dengan riang. Lagi-lagi Alana menjawab hanya dengan anggukan kepala saja.
"Sekarang kamu duduk di sini saja. Jangan kemana-mana. Mami mau temui papi dulu!" perintah Alana.
Adele mengangguk dengan cepat. Wajahnya terlihat sangat ceria karena bahagia. Alana ikut tersenyum melihat ekspresi wajah sang bocah.
Alana kembali ke dekat kakak beradik itu. Dia mendekati Daffa dan tanpa ada yang menduga wanita itu melayangkan tamparan yang begitu kerasnya.
Daffa merasa pipinya panas. Dia tak siap dengan serangan Alana tadi.
"Apa kau sudah amnesia? Kau lupa jika pernah meminta aku menggugurkan kandunganku? Sejak saat itu berarti kau telah membuang dan tak menganggapnya ada. Kenapa sekarang kau bertanya?" tanya Alana.
Gafi mendekati Alana. Menarik tangan wanita itu agar berdiri di dekatnya, takut Daffa menyakiti.
"Setiap manusia itu pernah melakukan kesalahan, Lana. Jika dulu aku meminta kamu menggugurkan kandungan, karena aku belum siap berkeluarga. Saat ini aku telah sadar. Aku ingin menikah denganmu, karena aku dengar kamu dan bang Gafi telah lama berpisah," kata Daffa.
Entah apa yang merasuki pria itu sehingga bicara lemah lembut padahal tadi sedikit emosi. Alana takut jika putrinya direbut Daffa.
"Jangan bicara sembarangan, Daffa. Aku dan Alana tak pernah bercerai. Bagaimana bisa kamu ingin menikahinya?" tanya Gafi dengan suara penuh penekanan.
gpp wes.... tuk jd pelajaran.... untung dia dah minta maaf & ketemu adel.... 🙈
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍