Kapan lagi baca novel bisa dapat hadiah?
Mampir yuk gaes, baca novelnya dan menangkan hadiah menarik dari Author 🥰
-------------------
"Aku akan mendapatkan peringkat satu pada ujian besok, Bu. Tapi syaratnya, Bu Anja harus berkencan denganku."
Anja adalah seorang guru SMA cantik yang masih jomblo meski usianya sudah hampir 30 tahun. Hidupnya yang biasa-biasa saja berubah saat ia bertemu kembali dengan Nathan, mantan muridnya dulu. Tak disangka, Nathan malah mengungkapkan cinta pada Anja!
Bagaimana kelanjutan kisah antara mantan murid dan guru itu? Akankah perbedaan usia di antara keduanya menghalangi cinta mereka? Ikuti kisah mereka di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33. Lima Puluh Juta
Bibir Anja masih terus cemberut selama perjalanan menuju sekolah. Tangannya bersedekap sambil menatap tajam ke arah Nathan. Nathan yang menyadari hal itu malah terlihat tenang-tenang saja sambil tersenyum tebar pesona.
"Ada apa, Bu Anja?"
"Nathan, katakan dengan jujur. Kamu ada rencana apa sama ibuku?"
"Hah? Rencana apa?" Nathan pura-pura tidak tahu. "Nggak ada rencana apa-apa kok,"
"Bohong!" sembur Anja kesal. "Ibu yakin banget, motor Ibu rusak beberapa hari ini pasti bukan cuma kebetulan. Pasti ada kalian di belakang ini semua,"
"Astaghfirullah, jangan suudzon Bu Anja," Nathan menirukan suara Ibu, membuat Anja mendengus kesal. "Toh, apa salahnya sih kita berangkat bareng? Kan itung-itung bisa sekalian pdkt,"
Anja memejamkan mata sambil menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan emosinya yang hampir memuncak. "Nathan, kalau sekarang kamu sedang bermain-main, hentikan saja, Ibu mohon. Ibu sampai susah tidur gara-gara mikirin kamu tau!"
"Astaga," Ekspresi Nathan malah terlihat senang. Ia menutup mulutnya dengan tangan. "Jadi semalaman Bu Anja mikirin aku? Ya ampun, apa itu artinya Bu Anja sudah membalas perasaanku?"
"Nathan!"
"Hahaha!" Nathan malah tertawa terbahak-bahak, membuat Anja semakin kesal.
"Ah, maaf, maaf," ucap Nathan sambil menahan tawanya ketika melihat wajah Anja semakin berkerut. "Soalnya ekspresi Bu Anja lucu."
"Nggak ada yang lucu, Nathan!" tukas Anja. "Ibu serius!"
"Aku juga serius, Bu Anja," Nathan menatap Anja sungguh-sungguh. "Ucapanku kemarin dan hari ini benar adanya, sama sekali bukan main-main. Aku memang menyukai Bu Anja."
Anja terkesiap, tapi dengan cepat ia menggelengkan kepala. "Tidak, tidak, ini tidak boleh terjadi."
"Kenapa tidak boleh?"
"Karena kita adalah murid dan guru, Nathan!"
"Terus, kenapa?"
"Kamu masih tanya kenapa? Ya jelas karena aku adalah orang dewasa dan kamu masih bocah! Apa kata orang-orang nanti?"
"Bocah?" Nathan memiringkan kepalanya sambil menunjuk dirinya sendiri. "Bocah itu maksudnya aku? Dengar, Bu Anja. Bu Anja mungkin lupa. Tapi tahun ini umurku 25. Aku bukan lagi bocah yang seperti Bu Anja maksud,"
"Nathan, bukan itu yang penting—"
"Bu Anja," Nathan memotong ucapan Anja, suaranya terdengar lembut, namun tegas. "Mungkin hal ini akan jadi masalah kalau aku masih seorang murid di bawah umur, dan Bu Anja adalah guruku. Tapi sekarang, aku sudah dewasa. Dari segi hukum maupun pandangan masyarakat, hubungan kita tidak akan melanggar aturan apa pun."
Mendengar ucapan Nathan, Anja terdiam, kehilangan kata-kata. Ucapan Nathan terlalu tepat hingga ia tak mampu membalas.
Sial, kenapa anak ini pintar sekali?
"Aku tau Bu Anja bingung dan shock dengan situasi ini. Tapi aku tak ingin Bu Anja buru-buru menjawabnya, apalagi hanya untuk menolakku. Jika Bu Anja mau menolak, seharusnya berikan alasan yang masuk akal."
Anja lagi-lagi hanya terdiam sampai mereka tiba di sekolah. Saat melihat Nathan yang bersiap membuka pintu, Anja buru-buru membuka pintunya sendiri dan segera keluar dari mobil. Ia tak mau Nathan melakukan hal gentle lagi seperti sebelumnya.
Anja berlari secepat mungkin hingga saat tiba di kantor, dia baru menyadari bahwa harus menghadapi masalah lain: Bu Eni.
Anja mendengus kesal, Kenapa sih aku harus punya masalah dengan banyak orang?
Sambil menarik napas dalam-dalam, Anja melangkah masuk. Ia sudah pasrah jika nanti akan dijulidi oleh Bu Eni. Ia berjalan perlahan, berusaha agar tak terlihat, meskipun sadar itu mustahil.
Anja sempat mengira Bu Eni akan langsung mencecarnya soal insiden dengan Broto kemarin. Namun, ternyata tidak. Bu Eni hanya duduk diam di kursinya dengan wajah murung. Tampaknya wanita yang biasanya gemar bergosip itu tak menyadari kehadiran Anja.
Anja jelas heran melihat Bu Eni yang biasanya suka bicara tiba-tiba diam. Ia pun menyenggol salah satu rekan gurunya dan berbisik, "Bu Eni kenapa, sih?"
"Dia baru saja kena tipu 50 juta," jawab rekan guru itu, ikut berbisik.
"Hah? Kok bisa?"
"Iya, katanya dia dapat WA dari seseorang, bilangnya mau kasih hadiah. Terus dia disuruh klik link aplikasi. Begitu dia klik, uang di rekeningnya langsung habis disedot."
"Waduh," Anja bergidik. "Udah lapor polisi?"
"Udah, tapi katanya susah dilacak."
"Kasihan juga ya," Anja berkata prihatin. Namun dalam hati ia diam-diam menghela napas lega. Tapi tak lama kemudian, ia tersadar dan buru-buru memukul kepalanya sendiri.
Astaga, Anja! Apa yang kamu pikirkan? Barusan kamu merasa lega di atas penderitaan orang lain? Astaghfirullah...
Di sisi lain, Nathan tengah memarkirkan mobilnya. Kali ini tidak ada Andi yang menunggu, karena kemarin Nathan sudah mencabut perjanjiannya sebab Andi tak mengembalikan mobil tepat waktu. Andi bilang, dia terpaksa menuruti keinginan pacarnya yang minta diantar ke luar kota. Nathan tentu saja merasa kesal, karena hal itu membuatnya hampir terlambat menjemput Anja.
Sebagai gantinya, Nathan disambut oleh Pak Darwis dan seorang pria yang ia kenal. Raut wajah Nathan terlihat cerah saat melihat pria itu.
"Damian!" Nathan langsung merangkul pria berwajah jutek itu. "I miss you, Bro!"
"Menjijikkan," Damian melepaskan pelukan Nathan dan membersihkan pakaiannya. "Jangan rangkul-rangkul aku di depan umum. Aku tidak mau dikira gay."
"Hei, apa kau tidak rindu pada sahabatmu ini?"
"Sahabat macam apa yang memberikan pekerjaan sulit pukul satu pagi?" Damian tampak kesal. "Lihat kantung mataku ini!"
"Ah," Nathan malah tertawa. "Kau berlebihan. Bukankah pekerjaan itu mudah untukmu?"
"Mudah, katamu? Oh iya, aku lupa, kau seorang jenius, jadi menganggap pekerjaan itu mudah. Kalau begitu kenapa tidak kau kerjakan sendiri?"
"Kau tahu aku sibuk," Nathan terkekeh. "Tenang saja, gajimu akan ku-naikkan tiga kali lipat."
"Memang harus begitu," ujar Damian. "Aku sudah rela meninggalkan perusahaan demi ikut denganmu."
Sementara kedua sahabat ini berbicara, Pak Darwis hanya terdiam kebingungan. Setahunya, Damian datang untuk menjadi sekretaris baru Nathan. Namun, mengapa Damian berbicara begitu santai kepada bosnya? Dan sepertinya Nathan tidak masalah dengan itu.
"Ah, dia sahabat saya di Australia dulu, Pak," Nathan menjelaskan setelah menyadari kebingungan Pak Darwis. "Kami sekolah di SMA yang sama, lalu kuliah di universitas yang sama, dan bekerja di perusahaan yang sama. Sayangnya, kariernya tidak sebaik saya, jadi dia jadi bawahan saya di kantor," Nathan berkata sambil melirik Damian dengan nada mengejek.
"Meskipun kelihatannya dia tidak sopan, sebenarnya dia pria yang baik dan pekerjaannya sangat bagus. Saya harap Pak Darwis memakluminya."
"Heh!" Damian berseru protes. "Apa maksudnya itu?"
"Ah, tidak ada maksud apa-apa," Nathan tertawa lagi, lalu merangkul Damian dan membawanya masuk ke gedung. "Ayo, ada proyek penting yang harus kita bahas."
"Sudah kubilang jangan pegang-pegang!" Damian menjauhkan dirinya dari Nathan, tapi Nathan lagi-lagi tertawa.
"Hei, Nathan," ucap Damian ketika mereka berdua sudah berada di dalam lift. "Uang lima puluh jutanya mau diapakan? Aku tidak mau pakai uang haram."
"Ditahan saja dulu," Nathan tersenyum licik. "Kembalikan setelah seminggu, biar dia kapok."
ga semua maksud baik itu kebenaran dan terbaik
dan yang kita terbaik belum tentu dibutuhkan
dan yang kita pikir buruk nyatanya itulah yang terbaik
terkadang ujian cinta memang agak rumit tapi selalu menemukan jalan tik bersatu
#dibalas ma authornya kek gini .. " dih siapa elo?"
😂😂😂😂😂😂