Pagi itu memiliki embun yang menetes tanpa harus diminta. Kebahagiaan itu memiliki arti ketulusan tanpa di rencanakan. Sama halnya hati yang memiliki cinta tanpa harus diminta meskipun terkadang menyakitkan.
Menerima perjodohan dari keluarganya untuk menikah dengan gus Hilal, yang memang laki-laki pertama dalam hidupnya, membuat Khalifa merasa bahagia.
Walaupun gus Hilal seorang duda, akan tetapi bagi Khalifa yang memang mencintai karena Allah, ia bersedia dan yakin akan sanggup menerima semua konsekuensi nya.
Namun pada malam pernikahan mereka, suaminya mengatakan dia hanya menganggapnya sebagai adik perempuan...
Khalifa mengerti bahwa Hilal masih belum melupakan mantan istrinya yang telah meninggal, mencoba untuk paham, akan tetapi masalah selalu datang silih berganti.
Bagaimana Khalifa melewati pernikahannya dengan ditemani seorang suami yang masih belum bisa melepaskan masa lalunya?
Sanggupkah Khalifa dengan tekat awalnya untuk tetap bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy_Ar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
...~Happy Reading~...
“Menikahlah ... “ Satu kata yang di ucapkan oleh Kyai Abdul seketika membuat semua mata langsung membola menatap sang empunya.
“Abbah ... “ Hilal menatap sayu pada ayahnya seolah kurang menyetujui dengan keputusan yang sudah di buat.
Bukan tidak mau, Hilal rasa tidak akan ada laki laki yang tidak mau atau menolak jika akan di sandingkan dengan seorang Khalifa. Hanya saja, ia merasa tidak pantas, dan juga belum siap melepas Kirana dari hatinya.
Benar bukan, jika dirinya menikah lagi, otomatis ia harus bisa mencintai istri barunya, yang mana mau tak mau ia harus membuang rasanya kepada mendiang istrinya.
Karena jika tidak, akan ada banyak hal kurang baik yang akan terjadi. Maka dari itu, hingga kini Hilal mencoba untuk membetengi diri, belum siap jika harus menikah lagi. Apalagi jika dengan Khalifa, baginya gadis itu terlalu sempurna.
“Kenapa?” Kyai Abdul menatap putra bungsu nya dengan intens, “Kamu tidak mau bertanggung jawab?”
Untuk sesaat, Hilal terdiam dan menarik napas nya cukup dalam, “Abah, Hilal tidak pernah menyentuh Khalifa.”
“Astagfirullah Hilal, apa kamu tidak merasa bahwa apa yang sudah terjadi antara kamu dan Khalifa itu sudah sangat melewati batas?” Dahi Kyai Abdul mengerut, membuat Hilal lagi lagi terdiam.
Sementara itu, Khalifa yang melihat penolakan dari Hilal hanya mampu terdiam dengan kepala tertunduk. Bukan maksudnya untuk berharap lebih dari kasus yang baru saja menimpa nya. Hanya saja, ia awalnya ia berfikir bahwa ini adalah sebuah tanda atau izin dari Tuhan untuk mempersatukan nya.
Picik? Khalifa tidak munafik, ia akui bahwa ia memang sangat berharap akan hal itu. Bisa memandang setiap hari sosok gus Hilal yang sudah menjadi cinta pertama nya, dan bersanding dengan nya, siapa yang menolak, batin Khalifa. Hanya saja, seperti nya angan angan itu akan terpendam karena baru saja secara tidak langsung ia mendapatkan penolakan.
“Maaf Kyai, tapi memang kami tidak melakukan apapun. Itu salah kecelakaan dan salah paham, tolong jangan paksa gus Hilal. Khalifa—“
“Hilal tetap akan meng-khitbah kamu Khalifa,” potong Kyai Abdul dengan cepat membuat Khalifa langsung mendongak.
“T—tapi Kyai ... “
“Pak Mike dan ibu Arshyla bagaimana? Anggap saja, ini sebagai lamaran dari keluarga kami untuk meminang putri kalian,” ucap kyai Abdul seolah tidak menerima penolakan. Dan tentu saja, tanpa pikir panjang dan berfikir dua kali, abi Mike sontak langsung menganggukkan kepala nya.
Bukan hanya Khalifa yang berharap bisa menikah dengan Gus Hilal. Akan tetapi, orang tua Khalifa sendiri juga sangat berharap, pasalnya sejak batal nya ta'aruf antara Hilal dengan Maira kala itu, abi Mike sedikit menyayangkan bahwa ia gagal berbesan dengan keluarga kyai Abdul. Dan kini, seolah Tuhan kembali memberikan jalan yang begitu terang agar dirinya dan kyai Abdul tidak terpisahkan.
“Gus ... “ Khalifa kini menatap pada Hilal yang tanpa sadar juga tengah menatap nya sejak tadi.
Laki laki itu tidak menjawab, hanya mengedipkan mata satu kali dan itu cukup lama, seolah menjadi pertanda bahwa mau tak mau laki laki itu menerima pernikahan itu. Entah apa yang kini di rasakan oleh Khalifa, haruskan dia bahagia atau bersedih. Karena secara tidak langsung, pernikahan ini memang terjadi karena paksaan.
“Jadi bagaimana Khalifa, kamu mau kan menerima khitbah-an Hilal?” tanya kyai Abdul kembali menatap Khalifa, “Abi dan Umma kamu sudah setuju.”
‘Abi sama Umma emang setuju, Khalifa pun juga sangat setuju. Tapi gus Hilal kaya gitu, ya Allah apa yang harus Khalifa lakukan.’ Gumam Khalifa dalam hati sambil sesekali terus melirik ragu pada sosok laki laki yang akan menjadi calon suaminya.
...~To be continue .... ...