Yunan dilahirkan dari seorang wanita miskin. Ia dibesarkan dengan penuh kasih sayang. Namun, keadaan yang serba kekurangan tak mampu membuatnya bahagia. Diusianya yang sudah menginjak dewasa, Yunan merantau ke kota. Ia bekerja sebagai asisten dari gadis cantik yang bernama Casandra.
Siang malam ia selalu mendampingi wanita itu hingga kesalah pahaman terjadi. Mereka dinikahkan karena dianggap melakukan asusila. Casandra pun terpaksa menerima pernikahan itu. Meski tidak ada cinta ia tak bisa menghindar.
Yunan tinggal di rumah mertuanya karena mereka tak memiliki tempat tinggal. Ia diperlakukan layaknya seorang pelayan. Pun istrinya yang tak mencintainya juga ikut menyudutkan dan menyalahkan kehadirannya. Meski begitu, Yunan tak ambil pusing karena ia sangat mencintai Casandra.
Hingga suatu saat, seseorang datang dan mengatakan bahwa Yunan adalah putra dari keluarga ternama di belahan dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketakutan Layin
Mobil berjalan pelan memasuki gang sempit. Banyak pejalan kaki di sisi kiri dan kanan menghambat laju kendaraan. Terpaksa Yusman berhenti, mendahulukan mereka. Kebanyakan dari orang-orang itu adalah para wanita yang membawa tas, sepertinya hendak berbelanja. Saling bersamaan beramai-ramai.
''Kamu bilang Layin berjualan di pasar. Apa pasar itu dekat dari sini?'' Sastro terus mengabsen setiap warga yang melintas.
''Dekat Tuan, tapi sebaiknya kita ke rumah bu Layin dulu. Bisa jadi dia belum berangkat.'' Yusman memberi pendatap.
Sastro menjawab dengan anggukan kepala. Membuka kaca mobil untuk mencari asupan angin segar, menghilangkan keringat yang membanjiri wajahnya.
Dari jauh, nampak rumah sederhana yang bercat putih. Yusman menghentikan mobilnya di sisi kanan jalan. Menunjukkan pada Sastro tentang tempat tinggal Layin.
''Kamu yakin itu rumahnya?'' Melebarkan kaca sehingga bisa melihat rumah itu dengan jelas dan gamblang.
''Yakin Tuan,'' jawab Yusman.
Miris mengingat nasib cucu dan menantunya yang jauh dari kemewahan dan kebahagiaan. Dilihat dari rumahnya, pasti mereka serba kekurangan dan harus bekerja keras demi bisa memenuhi kebutuhan hidup.
Pintu terbuka, seorang wanita memakai baju gamis itu keluar sembari membawa kantong kresek besar di tangannya. Sastro bergegas menutup kacanya sebelum melihat wajah wanita itu dengan jelas. Takut ketahuan sebelum memastikan siapa Layinah.
Baru saja wanita itu memutar badan, Sastro merasakan dadanya begitu sesak bak terimpit batu besar. Berulang kali ia harus mensuplai oksigen untuk bernafas. Kedua bola matanya berkaca-kaca melihatnya berjalan ke arah mobil. Beruntung kacanya gelap hingga tak bisa dilihat dari luar.
''Ternyata benar, Yusman. Dia Layin, istrinya Erlan," ucap Sastro lirih.
Sopir itu pun terkejut bukan kepalang, ia hanya menganggukkan kepala. Ikut menatap wanita yang semakin dekat dengan mobilnya. Membayangkan jika Erlan bertemu dengan dia. Pasti akan banyak air mata yang ditumpahkan.
Layin berhenti di samping pagar. Matanya memindai mobil yang berbeda dari mobil Yunan. Tidak dari warnanya, namun juga plat dan merknya.
''Mobil siapa ini? Di mana orangnya?" Celingukan ke segala arah, memastikan keberadaan sang pemilik mobil mewah tersebut.
''Apa mungkin ini tamu salah satu warga, tapi kenapa harus parkir disini?'' Menggelengkan kepala, tentu itu salah karena tidak izin dan menghalangi jalannya.
Tidak masalah, bisa dimaklumi juga karena jalanan itu sangat sempit. Hanya halaman rumah Layin yang lumayan lebar dan bisa dijadikan tempat parkir. Itung-itung cari pahala berbagi dengan sesama yang membutuhkan.
Melanjutkan langkahnya menuju jalan raya. Namun, ia dihentikan pak RT yang datang dengan wajah cemas.
Sastro yang ada di dalam mobil hanya menoleh ke arah Layin. Ia tak punya nyali menghadapi wanita itu saat ini. Butuh waktu yang tepat untuk bicara dengannya.
''Gawat, ada Pak RT yang semalam saya ancam, Tuan. Bagaimana kalau mereka curiga dengan kita?'' ucap Yusman takut.
''Jangan takut, aku yakin mereka tidak akan berbuat apa-apa,'' jawab Sastro.
''Ada Apa, Pak?'' tanya Layin serius.
''Semalam ada yang datang ke rumah saya, dia menanyakan tentang ibu dan juga Yunan,'' ungkap pak RT jujur.
''Tentang saya?'' Layin mengerutkan alis. Ikut menatap serius. Meletakkan sayuran di bawah kakinya.
Pak RT mengangguk cepat. Menceritakan tentang orang yang sudah memaksanya memberikan data-data tentang Layin. Juga memberitahu bahwa ia tak bisa berbohong karena diancam akan dibunuh beserta istri dan anaknya. Meminta maaf sebesar-besarnya karena tak bisa menjaga identitas warganya.
''Dalam masalah ini, saya juga tidak bisa menyalahkan, Bapak. Apa bapak mengenal orang itu?" tanya Layin menyelidik.
Pasalnya, dua tahun tinggal di tempat itu ia sangat tenang. Tidak ada siapapun yang mengusik hidupnya dan Yunan. Ini pertama kali ada yang mencarinya dengan cara diam-diam, bahkan hingga ke data diri segala. Sangat aneh, bukan?
''Orangnya besar seperti preman, tapi saya gak tahu siapa? Ibu harus hati-hati, karena dia hanya meminta data ibu, bukan orang lain.''
Layin menoleh ke arah mobil yang dari tadi terparkir di depan rumahnya. Tetap tenang seolah tidak ada penghuni di dalamnya. Tiba-tiba merasa takut mengingat penjelasan dari pak RT.
Jangan-jangan ayah sudah tahu keberadaanku di sini. Bagaimana kalau dia ingin membunuhku dan Yunan. Bagaimana ini? Aku harus telpon Yunan.
Meninggalkan sayurannya dan berlindung ke rumah salah satu warga terdekat. Mengambil ponselnya dari tas lalu menelpon sang putra.
''Telpon kamu bunyi, Yunan. Kenapa gak diangkat?'' teriak Cassandra kesal. Ia merasa terusik dengan ponsel sang suami tak terus berdering.
''Tolong angkatan, Sayang. Aku sedang menyiapkan air hangat untukmu,'' jawab Yunan dari balik kamar mandi.
Pagi ini Yunan membantu Cassandra mandi dan menyiapkan segala keperluan. Bukan tanpa alasan, akibat kecelakaan kemarin sekujur tubuh wanita itu merasakan sakit dan terus merintih, bahkan hampir semalaman tak bisa memejamkan mata.
Terpaksa, Cassandra mengambil ponsel jadul sang suami dan melihat nama yang berkelip di layar.
''Dari ibu,'' ucap Cassandra. Jarinya sudah mengambang di atas tombol hijau, namun ragu untuk menggesernya.
Mendengar ucapan itu, Yunan bergegas menyembulkan kepalanya keluar. "Angkat saja, pasti ibu bahagia mendengar menantunya mengangkat telepon darinya." Menaik turunkan alisnya, menggoda.
Dengan penuh kekesalan, Cassandra Menggeser lencana hijau tanda menerima lalu meletakkan benda itu di telinganya.
Belum sempat menyapa, Layin terdengar memanggil Yunan berulang kali.
''Yunan, cepat pulang, Nak. Ibu takut,'' ucap Layin panik.
Cassandra tak menjawab. Ia turun dari ranjang menghampiri Yunan yang masih betah di kamar mandi. Entah kenapa, ikut merasa takut mendengar suara mertuanya. Padahal, selama ini ia sangat membenci, namun tak tega membiarkannya dalam ketakutan.
''Sepertinya ibu mau bicara dengan kamu.'' Menyodorkan ponselnya tepat di depan Yunan yang mengatur suhu panas air dalam bathup.
''Benarkah?" Berdiri dan mengambil benda pipihnya.
Membawanya keluar dari kamar mandi setelah menyuruh Cassandra segera mandi. Namun, perintahnya diabaikan karena dia justru menguping pembicaraan Yunan dengan Layin.
''Ada apa, Bu?'' Yunan berhenti di sisi ranjang.
''Cepat pulang, Nak. Ibu takut. Kata pak RT semalam ada yang mencuri data kita, jangan jangan __"
Layin menghentikan ucapannya, ia tak mau berburuk sangka lebih dulu, takut dugaannya itu salah dan menimbulkan fitnah. Lebih baik berdoa yang baik-baik saja.
''Aku akan segera ke sana.'' Yunan meninggalkan kamar Casandra tanpa pamit.
Tak bisa membiarkan sang ibu dalam keadaan ketakutan seperti ini. Sebab, hanya wanita itu yang ia punya. Satu-satunya orang yang menyayangi dan menghargainya.
''Sepertinya kehadiran kita hanya membuat Layin takut, Yusman. Mungkin dia menelpon Yunan. Kira harus pergi sekarang, jangan sampai Yunan salah paham.''
Yusman melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu sesuai perintah sang majikan. Melintasi Layin yang tampak ketakutan sambil memeluk tas cangklongnya.
Belum saatnya kita bertemu, Layin, lirih hati Sastro.
pintar tp dungu
ya sdh ego saja yg kau gunakan mentang2 kaya trs bgtu bertindak yg katanya sesuai nalar, poligami itu berlaku kl manusia benar 2 adil, lhah km memilih utk emosi? bkn kata hati hrs bisa bedakan ya