Sekuel SEKRETARIS KESAYANGAN
~
Meira pikir, setelah direktur marketing di perusahaan tempat dia bekerja digantikan oleh orang lain, hidupnya bisa aman. Meira tak lagi harus berhadapan dengan lelaki tua yang cerewet dan suka berbicara dengan nada tinggi.
Kabar baik datang, ketika bos baru ternyata masih sangat muda, dan tampan. Tapi kenyataannya, lelaki bernama Darel Arsenio itu lebih menyebalkan, ditambah pelit kata-kata. Sekalinya bicara, pasti menyakitkan. Entah punya masalah hidup apa direktur baru mereka saat ini. Hingga Meira harus melebarkan rasa sabarnya seluas mungkin ketika menghadapinya.
Semakin hari, Meira semakin kewalahan menghadapi sikap El yang cukup aneh dan arogan. Saat mengetahui ternyata El adalah pria single, terlintas ide gila di kepala gadis itu untuk mencoba menggoda bos
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RizkiTa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Direktur gondrong, kok bisa?
Darel bukannya lelaki tidak punya hati, dia tahu yang seharusnya, bukan menyuruh Meira pulang. Tapi, setidaknya mengajak makan, karena sebenarnya dia juga sedang lapar. Namun, demi menjaga imagenya sebagai seorang atasan dan menjaga jarak pada perempuan, dia tentu tidak melakukan itu, dan membiarkan Meira pulang.
Dugaan Mei benar, meski masih belum terlalu larut, tapi gedung sudah sangat sepi. Dia menyusuri lorong panjang di lantai lima, hening, sepi dan gelap. Bukan masalah besar bagi Meira, jika dia lembur seperti ini, karena pasti ada upah lembur yang lumayan.
Fokus Meira, fokus.
Tak mau memikirkan apapun, Meira terus berjalan sampai di depan pintu lift. Dia juga sering pulang malam seperti ini, tapi, suasana tidak sehoror ini. Mungkin karena pak Warsono yang baru saja meninggal. Dia ingat, pernah beberapa kali berada dalam lift yang sama dengan almarhum bosnya itu. Bagaimana jika tiba-tiba…
“Meira.” suara seorang lelaki, tapi Meira yakin ini bukan suara bos lamanya.
“Nggak sopan kamu ninggalin saya gitu aja.” El melewati Meira saat pintu lift sudah terbuka, Meira masih memegangi dadanya. Dia masih terkejut dengan kehadiran seseorang yang ternyata adalah Darel Arsenio. Meira diam tak menanggapi, mau tak mau, mereka berada dalam satu lift malam ini. Padahal kan, ada lift khusus pimpinan, kenapa Darel harus menggunakan lift umum? tanya Meira dalam hati.
Tak ada pembicaraan lagi di antara mereka berdua sejak dalam lift sampai mereka menuju kendaraan masing-masing. Meira sendiri masih ingin membaca bagaimana sifat seorang direktur baru mereka itu. Jangan sampai dia salah tanggap, yang akhirnya membahayakan dirinya.
\~
“Pagi Bunda.” Darel menyentuh pundak bundanya, wanita itu sedang duduk di kursi makan menoleh ke samping. “Pagi sayang. Tumben hari ini cepet banget?” sindir bunda.
“Harus dong Bund, udah jadi pimpinan. Mana bisa seenaknya lagi. Harus beri contoh yang baik kepada bawahan.” itu suara Ibra, sang ayah.
“Iya Ayah.” sahut Darel. “Aku juga mau ke bengkel dulu sebelum ke perusahaan.” lanjutnya.
“Bengkel? mobilmu kenapa?” tanya bunda.
“Kalau di ingat-ingat bikin kesal. Tergores bagian depan di sisi kanan.” jelas Darel.
“Pasti kamu nggak hati-hati.” celetuk ayah.
Lelaki muda itu terkekeh geli, saat tuduhan demikian ditujukan padanya. “Jadi kemarin sore, waktu aku ke kantor baru, ada cewek bermotor salah jalan, harusnya dia keluar gerbang dari sisi kiri, tapi malah ke kanan. Kebetulan aku mau masuk, ya seenaknya dia tabrak mobilku.” nada kesal terdengar saat Darel menjelaskan.”Dia sudah minta maaf, tapi nggak bisa di minta ganti rugi, aku ancam bakalan potong gajinya, dia nggak masalah soal itu.” Lanjut Darel.
“Udah deh, kamu maafkan aja. Lagian, cuma berapa sih biaya perbaikannya, ya bunda tau itu mobil kesayangan kamu, tapi, nggak semua bisa kamu paksa begitu, El.” Inayah mengingatkan.
“Iya Bunda, aku cuma bercanda soal pemotongan gajinya. Dan yang lebih parahnya, cewek itu ternyata sekretaris yang akan membantuku sehari-hari.”
“Sekretaris direktur marketing? Meira?” sahut Ibra menimpal pertanyaan.
“Ayah, kok bisa kenal?” Inayah bertanya di sertai tatapan curiga.
“Karena dia terkenal.” sahut Ibra santai. “Kamu beruntung dapat sekretaris seperti dia. Kinerjanya bagus, pintar, dan cekatan. Sampai sekarang, Ayah selalu menantau, siapa yang pantas dipertahankan, dan siapa yang pantas diganti.”
Darel terdiam, mendengar penjelasan ayahnya tentang Meira. “dan itu, apa berlaku juga untuk anak sendiri?” tanya Darel.
“Tentu.” sahut Ibra. “Maka perlihatkan kinerja kamu. kamu harus belajar dari nol, El. Supaya kamu mengerti semuanya, dan siap menghadapi apapun yang terjadi ke depannya, kalau pengalamanmu banyak.”
“Aku ngerti Yah, dan sekarang aku lagi berusaha supaya orang-orang di perusahaan nggak banyak yang tau tentang siapa aku sebenarnya.” tegas Darel.
Ayah mengangguk, setuju. “Dengan begitu, kamu bisa sekalian memantau kinerja mereka.”
\~
Meski anak-anak marketing tergolong sedikit bar-bar, namun kinerja mereka patut di acungi jempol. Tanpa mereka, penjualan tidak akan meningkat drastis. Pagi ini, agak sedikit berbeda. Jika pagi-pagi kemarin mereka selalu riuh dan puas bergosip sebelum bos datang, kali ini tidak. Mereka masih tahu batasan, karena perusahaan baru saja berduka.
Meira datang lebih awal dari biasanya, saat staf-staf marketing yang lain belum muncul satupun. Jam setengah tujuh pagi dia sudah duduk di kursinya, setelah membereskan meja besar direktur yang berantakan.
Kadang, Meira lupa kalau kini bosnya sudah berganti, tak lagi si bapak yang sering mereka juluki Pak Bo alias pak botak. Kini bosnya benar-benar berbeda, muda, tampan, dan rambutnya banyak, bahkan melebihi batas, alias gondrong. Direktur kok gondrong, emang boleh? Entahlah, Meira memikirkan ini sejak semalam, penampilan Darel sama sekali tidak mencerminkan kalau dia adalah seorang pimpinan.
“Mei, sini dong gabung!” titah Nia yang sedikit heran, perubahan sikap Meira pagi ini.
“Dengar-dengar, kemarin udah pengangkatan direktur baru, ya?” timpal Daffa.
Meira yang sedari tadi bertahan di kursinya, kini akhirnya beranjak mendekati mereka. Bocah-bocah ini, sehari saja tidak bergosip, nggak bisa, ya? batin Meira.
“Iya, kita udah ada bos baru.” ucap Meira.
“Gilak cepet banget ya, orang dari mana tuh, tua lagi, nggak?”
Meira menggeleng malas. “Ini berbanding terbalik, sama almarhum. Muda, ganteng, dan gondrong.”
Daffa, Nia dan Andi terbelalak. “Gondrong? emang boleh kerja di perusahaan rambutnya gondrong?” tanya Nia tak percaya.
“Jadi pimpinan pula,” sahut Andi.
“Ya boleh aja sih, tapi, kalau perusahaan ini punya bapaknya.” cetus Meira asal, dan juga tak habis pikir. Meira menggeleng, dan kini berdiri tepat di dekat pintu ruangan divisi marketing.
Nia reflek memegangi dadanya ketika melihat siapa yang masuk, seorang lelaki dengan ciri-ciri persis seperti yang Meira sebutkan tadi. Tak hanya Nia, tapi yang lainnya ikut menyusul untuk diam dan memasang tampang ramah.
“Pagi, Pak.” akhirnya Nia memberanikan diri menyapa bos baru mereka, hati Nia meronta-ronta ketika melihat lelaki itu, ganteng sempurna. Dan Nia berharap, lelaki itu bukan suami orang.
Meira menoleh ke belakang, Darel Arsenio sudah tiba. Kini, penampilannya lebih rapi, memakai setelan jas, membuat kerennya bertambah berkali kali lipat, namun tetap dengan rambut lurusnya yang sedikit panjang.
“Pagi.” sahut Darel singkat, lalu melangkah, entah sengaja atau tidak, dia sedikit menyenggol pundak Meira dengan lengannya karena memang gadis itu menghalangi jalan masuk.
“Sekretaris, ke ruangan saya sekarang!” titah lelaki itu dengan nada yang tidak akrab.
Meira memutar bola matanya, malas. Sambil mengangkat bahunya sekilas sebagai respon dari kalimat Darel. Namun, tentu tanpa sepengetahuan lelaki itu.
\~
Aku sajikan novel ini gratis sampai tamat ya. Jadi, minta tolong banget, jangan lupa bantu aku buat pencet likenya. Supaya di akui sama aplikasi ini, hehe terima kasih 🥰