"Tak harus ada alasan untuk berselingkuh!"
Rumah tangga yang tenang tanpa badai, ternyata menyembunyikan satu pengkhianatan. Suami yang sempurna belum tentu setia dan tidak ada perempuan yang rela di duakan, apalagi itu di lakukan oleh lelaki yang di cintainya.
Anin membalas perselingkuhan suami dan sahabatnya dengan manis sampai keduanya bertekuk lutut dalam derita dan penyesalan. Istri sah, tak harus merendahkan dirinya dengan mengamuk dan menangis untuk sebuah ketidak setiaan.
Anin hanya membuktikan siapa yang memanggil Topan dialah yang harus menuai badai.
Seperti apa kisahnya, ikuti cerita ini ya☺️🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Suesant SW, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 13. Sekilas Awal Mula
Lalu setelah dia bisa berdiri tegak, dia membuka pintu kamarnya, mungkin Sahabat set@nnya berharap Galih akan menghabiskan malam dengannya. Atau mungkin bercumbu sampai puas dalam rumahnya sendiri, Anin tak akan membiarkannya!
Ketika dia membuka pintu kamarnya dengan gemetar, yang ada di otaknya hanyalah mengusir dua orang itu dari dalam rumahnya. Atau mungkin mencincang mereka lebih dulu.
Langkahnya yang terseok itu semakin cepat pada akhirnya dan saat dia berada di puncak tangga bersiap menuruninya dengan setengah terbang,
"Sayang? Kamu belum tidur?"
Anin terpana, di bawah tangga dia melihat suaminya itu berdiri sambil membawa gelas susu.
Kapan dia di sana? Anin masih tertegun sambil mecengkeram pegangan tangga.
"Aku menunggumu!" Suara Anin tercekat di tenggorokannya sendiri.
"Aku agak lama sayang, bik Irah sudah tidur jadi aku harus membuat sendiri susu hangat untukmu. Aku tahu kamu tak bisa tidur kalau tak minum susu hangat..."
Anin menatap Galih nyaris tak berkedip, menenangkan gemuruh di hatinya. Amarah itu nyaris meledak tetapi kemudian dia tahu sekarang bukan waktu yang tepat.
Mereka begitu rapi menyimpan bangkai, dia memang punya bukti rekaman cctv tetapi dia merasa terlalu mudah jika dia mengamuk pada mereka.
1,5 tahun dia di pecundangi seperti orang bodoh. Mereka benar-benar harus membayar semuanya mulai hari ini. Satu demi satu setiap luka yang mereka tikam diam-diam itu.
"Terimakasih sayang..." Akhirnya dua kalimat itu yang keluar dari bibir Anin, serak.
"Sebaiknya kita segera tidur." Anin berbalik saat suaminya itu melangkahi anak tangga satu demi satu untuk mencapai tempatnya.
Besok pagi, kehidupan mereka tak akan sama lagi. Anin akan membuat mereka tak bisa bernafas tenang.
...***...
Dua tahun sebelumnya,
Ratna adalah sahabat baik Anin, selisih usia setahun. Pertemanan mereka di mulai dari pertama kali masuk bangku kuliah, ketika satu kelompok saat ospek berlanjut dengan satu rumah kost.
Dan pertemanan mereka bukan hanya setahun dua tetapi telah berjalan lebih dari sepuluh tahun.
"Mas Bowo di tugaskan ke Papua..." Hari itu, Ratna menangis di depan Anin, tepat di sebuah cafe di mana mereka berdua sering berjanji bertemu.
"Kamu kenapa menangis? Bukankah kamu selalu mengatakan kamu tak mencintainya?" tanya Anin.
Ya, Bowo dan Ratna di jodohkan oleh kedua orang tuanya, karena di usia 27 tahun kala itu belum menikah, terlalu sibuk dengan hidupnya sebagai model sambil menjadi pegawai freelance bagian periklanan di Sebuah Majalah.
Bowo, masih saudara sepupu jauh dari Ratna juga baru menyelesaikan pendidikan perwiranya. Lelaki berusia 24 tahun saat Ratna bertemu pertama kali itu terlalu sibuk mengejar kariernya dengan terus bersekolah dari Secaba, Tamtama hingga perwira sehingga tak pernah meluangkan waktu untuk mengenal perempuan dengan serius.
Ketika pertama kali di pertemukan dengan Ratna yang cantik dan fashionable, Bowo langsung jatuh cinta. Dia tak perduli usia mereka terpaut tiga tahun.
Ratna tak punya pilihan lain, orangtuanya bersikekeuh kalau umurnya tak muda lagi. Dia wajib nikah, kalau tidak ibunya tak mengijinkannya tinggal di jakarta. Dia harus kembali ke Jogja. Menurut orangtuanya, dia terlalu lama hidup melajang dan pengaruh kota besar tak baik baginya.
Demi untuk tetap tinggal di Jakarta, Ratna akhirnya memilih menikah, di Jakarta ada rumah warisan keluarga Bowo juga, sementara keluarga suaminya itu sudah pindah semua ke Jogja karena ayah Bowo juga adalah seorang tentara yang cukup berkedudukan dan kini bertugas di Korem Jogja.
"Aku bukan menangis karena dia pergi tetapi otangtuaku menuntut aku mengikutinya." Ratna menjawab kesal.
"Itu wajar. Kamu istrinya, wajib mengikuti suami dan mendampinginya."
"Aku tak mau! Papua itu terpencil..."
"Hey, Papua itu indah lho Rat, aku juga ingin sekali-kali ke sana."
"Aku mau tetap di Jakarta. Aku tak bisa hidup di tempat asing dan...yah, kamu tahu lah, aku terbiasa hidup di Jakarta." Ratna berdalih.
"Tapi kamu juga kadang terlalu keras ku rasa pada suamimu itu..."
"Bagaimana aku tidak keras, sebagai suami dia tak pernah bisa membuatku nyaman. Terlalu pendiam, tidak bisa mengikuti jaman. Hidupnya hanya kerja dan kerja. Sesekali aku mau traveling ke mana-mana, menghabiskan waktu berdua."Keluh Ratna.
"Lah, kamu kan tahu suamimu itu seorang tentara, dia tak bisa sebebas itu, pekerjaannya menuntut begitu."
Dan Ratna selalu merasa dirinya benar, dia terikat pernikahan dengan Bowo hanya karena tuntutan keluarganya.
Anin adalah pendengar yang setia, bak sampah untuk masalah rumah tangga temannya itu.
Ratna kenal dengan Galih, suami Anin, meski tak kenal begitu dekat. Tetapi cukuplah saling kenal begitu saja, saling menyapa saat bertemu dan berbasa-basi saja. Galih sangat ramah, menyenangkan serta humoris berbeda dengan Bowo yang pendiam dan tak banyak bicara, Galih juga lebih tua dua tahun dari Ratna.
Dengan Bowo, Ratna tak ingin mempunyai anak dulu sebelum dia menetap dengan benar, itu yang di pikiran Ratna, sehingga dia diam-diam selama ini mengkonsumsi obat kontrasepsi. Bowo tak cerewet, dia tak menuntut apapaun dari Ratna yang penting istrinya itu bahagia saja.
Ratna adalah cinta pertamanya.
Sebagai suami tentu saja Bowo bertanggungjawab terhadap Ratna, tak masalah baginya meski nyaris lima tahun menikah sampai sekarang belum di karuniakan anak, apalagi mereka jarang bertemu.
Hanya kadang kala malah orangtua Ratna yang ribut mempermasalahkan pernikahan mereka yang belum di berikan keturunan itu. Tapi apapun itu, Bowo akan selalu menjadi tameng baginya, membelanya di depan keluarga Ratna maupun keluarganya sendiri. Tak ada masalah yang cukup berarti Ratna sebenarnya, hanya dianya saja yang semakin ngelunjak karena cinta suaminya yang besar.
***
Malam itu satu setengah tahun yang lalu, Ratna sedang duduk di sebuah cafe pada sebuah hotel di mana dia sedang dinas luar kota bersama bosnya. Dia hanya menjadi asisten bu Gina untuk kegiatan pertemuan dengan beberapa produsen pakaian yang ingin mengiklankan produknya lewat perusahaan di mana kini dia bekerja.
Kegiatan itu telah berakhir, bu Gina sudah lebih dulu pulang sementara Ratna berancana menambah satu malam karena memyempatkan diri shopping siangnya. Ini Singapura dan pertama kalinya dia berada di sini, tentu saja Ratna tak ingin menyia-nyiakan kesempatan.
Tadi pagi saat sedang breakfast Ratna tak sengaja bertemu Galih, di resto hotel, dia juga ternyata ada meeting dengan kolega perusahaan di tempat yang sama. Dan mereka berjanji makan malam bersama, mengingat mereka saling kenal.
"Ratna..." Galih muncul, seperti janjinya, awalnya Ratna sebenarnya tak nyaman dengan pertemuan itu tetapi saat dia mengabari Anin jika dia bertemu tak sengaja dengan suaminya, Anin malah menyuruhnya untuk menemui Galih yang juga sedang ada tugas dari kantornya itu.
Baru kali itu juga Ratna berhadapan langsung dengan Galih, tanpa adanya Anin.