Terlahir Kembali Menjadi Musuh Utama

Seraphina duduk bersila di lantai gubuk, di hadapannya tiga buku sihir terbuka lebar, halaman-halamannya berpendar samar dalam cahaya lilin. Angin gunung yang dingin berembus masuk melalui jendela kayu yang sedikit terbuka, tetapi ia sama sekali tidak terganggu.

Ia menatap telapak tangannya, merasakan aliran energi hangat yang berputar dalam nadinya. Sihir. Sesuatu yang dulunya hanya konsep dalam cerita, kini mengalir nyata dalam dirinya.

Jadi ini mana…

Tubuhnya, yang merupakan tubuh elf tinggi, secara alami memiliki koneksi lebih dalam dengan mana dibanding manusia biasa. Tak heran jika ia dapat dengan cepat memahami teori sihir yang dibacanya.

Selama tiga hari penuh, ia tenggelam dalam latihan tanpa henti. Ia tidak makan banyak, hanya menyesap air dari sungai terdekat dan menggigit beberapa buah liar. Tidurnya hanya sebentar, cukup untuk menjaga pikirannya tetap tajam.

Hari Pertama: Mengendalikan Mana

Buku pertama, "Dasar-Dasar Manipulasi Mana," mengajarkan bagaimana merasakan, mengontrol, dan mengalirkan mana di dalam tubuh.

Seraphina duduk diam, menutup matanya, dan menarik napas dalam-dalam. Ia memusatkan perhatiannya ke jantungnya, tempat mana berkumpul seperti aliran sungai hangat.

Pelan tapi pasti, ia mencoba mengalirkannya ke ujung jarinya. Awalnya, rasanya seperti mencoba menahan air di tangan kosong—tidak stabil, mudah menghilang. Namun, semakin lama ia berlatih, semakin baik ia mengendalikan aliran itu.

Dalam waktu beberapa jam, ia sudah bisa menciptakan cahaya kecil di telapak tangannya—langkah pertama dalam penguasaan mana.

Namun, ia tidak puas hanya dengan itu.

Saat malam tiba, ia sudah bisa menciptakan bola api kecil yang melayang di udara. Ketika fajar menyingsing, ia mampu mengontrol api itu seperti bagian dari dirinya sendiri.

Hari Kedua: Menguasai Elemen dan Afinitas Sihir

Buku kedua, "Elemen dan Afinitas Sihir," membuka wawasan baru.

Setiap makhluk memiliki afinitas sihir tertentu. Beberapa hanya bisa menggunakan satu elemen, sementara yang lain dapat mengendalikan beberapa.

Seraphina segera menyadari bahwa tubuh barunya memiliki afinitas langka terhadap empat elemen utama: Api, Air, Angin, dan Tanah.

Jenius sihir… ya, mungkin itu aku.

Tidak membuang waktu, ia mulai bereksperimen.

Api—lebih mudah dikendalikan dibanding elemen lain. Dengan satu ayunan tangan, ia bisa menciptakan lidah api yang menari di udara.

Air—sedikit lebih sulit, tetapi ia berhasil menarik tetesan embun dari udara dan membentuknya menjadi bola air.

Angin—menyatu dengan gerakannya, ia bisa menciptakan angin kencang hanya dengan gerakan tangan.

Tanah—lebih berat dan lambat, tetapi ia mampu membuat batu-batu kecil melayang dengan pikirannya.

Saat malam kedua tiba, Seraphina berdiri di luar gubuk, melihat hasil latihannya.

Di satu tangannya, ada api yang menyala terang. Di tangan lainnya, air yang berputar seperti pusaran mini.

Di sekelilingnya, angin bertiup kencang, dan tanah di bawah kakinya sedikit bergetar.

Ia tersenyum.

"Jika aku terus seperti ini, aku bisa menjadi yang terkuat."

Hari Ketiga: Ilmu Rune dan Kekuatan Sejati

Buku terakhir, "Pengantar Ilmu Rune," mengajarkan bahwa sihir tidak hanya berasal dari tubuh, tetapi juga dari simbol dan mantra.

Seraphina menghabiskan hari ketiga mempelajari berbagai rune dasar. Ia mengukir simbol-simbol kecil di udara dengan jarinya, melihat bagaimana setiap rune berpendar dan bereaksi terhadap mana yang ia alirkan.

Dalam beberapa jam, ia sudah bisa menggambar Rune Penguatan di lengannya sendiri, meningkatkan kekuatan fisiknya.

Siang harinya, ia menulis Rune Pelindung di dinding gubuk, menciptakan barikade tak terlihat yang akan mencegah siapa pun masuk.

Dan saat malam tiba, ia mencoba sesuatu yang lebih sulit—menggabungkan elemen dengan rune.

Ia menggambar Rune Api di udara, lalu mengalirkan mana ke dalamnya. Seketika, ledakan api muncul, membakar tanah di depannya.

"Ini… luar biasa."

Seraphina terkekeh pelan. Tubuh ini benar-benar diberkati oleh Dewi. Ia tidak hanya memiliki afinitas elemen yang kuat, tetapi juga kemampuan untuk memahami ilmu sihir dengan kecepatan yang tidak wajar.

Mungkin itulah mengapa Seraphina Duskbane dulu disebut monster dalam cerita ini.

Namun, ia tidak akan mengikuti jejak tragis seperti dalam kisah aslinya.

Ia akan melampaui semua ekspektasi.

Ia akan menjadi sosok yang tidak bisa dihancurkan.

Dan langkah pertamanya?

Menguasai dunia sihir yang kini menjadi miliknya.

.

.

Seraphina menatap bayangannya di dalam air jernih sungai pegunungan. Rambutnya keperakan, telinganya runcing khas ras elf, dan matanya berkilau dengan warna ungu yang mencolok. Tak peduli ke mana pun ia pergi, penampilannya akan selalu menarik perhatian.

Jika ia ingin bertahan di dunia ini, ia harus belajar berkamuflase.

Ia kembali ke gubuk, mengambil buku-buku sihir yang telah ia baca. Namun, tidak satu pun dari mereka membahas cara mengubah bentuk atau menyembunyikan aura. Itu berarti ia harus mencari solusi sendiri.

Pencarian Sihir Ilusi

Seraphina duduk bersila, menutup matanya, dan mulai mengalirkan mana ke seluruh tubuhnya. Jika sihir bisa mengendalikan elemen, pasti ada cara untuk memanipulasi penampilan juga.

Ia mengingat bagaimana penyihir lain di desa menggunakan sihir untuk membuat benda melayang atau mengubah warna pakaian mereka.

"Jika mereka bisa mengubah sesuatu secara visual, berarti aku juga bisa."

Ia mulai dengan mencoba mengubah warna rambutnya. Ia membayangkan rambutnya tidak lagi perak, tetapi cokelat gelap seperti manusia biasa.

Namun, sihir tidak merespons dengan mudah.

Setiap kali ia mencoba, warnanya hanya bertahan selama beberapa detik sebelum kembali ke bentuk aslinya.

"Mungkin aku butuh sesuatu yang lebih kuat daripada manipulasi elemen."

Ia mengalihkan fokusnya ke rune. Jika rune bisa memperkuat tubuh dan melindungi rumahnya, mungkin ia bisa menciptakan rune untuk menyembunyikan identitasnya.

Mengambil arang dari perapian, ia mulai menggambar pola di telapak tangannya—garis-garis rumit yang melingkar dan bertemu di titik pusat.

"Rune Penyamar Wajah."

Seraphina menyalurkan mana ke dalamnya.

Seketika, udara di sekelilingnya bergetar.

Ia berlari ke sungai untuk melihat hasilnya. Wajah yang menatap balik bukan lagi wajah elf tinggi yang anggun, tetapi wajah seorang wanita manusia biasa dengan mata cokelat dan rambut hitam pekat.

Ia tersenyum puas.

Namun, rune ini hanya bertahan beberapa menit sebelum efeknya memudar. Itu berarti ia perlu memperkuatnya.

Menyembunyikan Aura Elf

Satu hal lagi yang harus ia pelajari adalah menyembunyikan aura elf-nya.

Elf tinggi memiliki aura alami yang berkilau seperti bintang. Itu adalah ciri khas mereka yang membuat mereka berbeda dari ras lain. Jika ia ingin menyamar sebagai manusia, ia harus menemukan cara untuk meredam cahaya itu.

Seraphina duduk bersila lagi, menarik napas dalam, dan mencoba menekan mananya ke dalam.

Namun, semakin ia mencoba menyembunyikan auranya, semakin kuat cahaya itu berpendar di sekelilingnya.

"Ini sulit…"

Lalu, ia mendapatkan ide.

Daripada mencoba menekan mananya, bagaimana jika ia menutupi auranya dengan sesuatu yang lebih kuat?

Ia mengambil selembar kain dan mulai menggambar Rune Penyerap Mana di permukaannya.

Setelah selesai, ia membungkus kain itu di lehernya seperti syal. Begitu rune itu aktif, aura elf-nya langsung menghilang.

Seolah-olah ia hanyalah manusia biasa.

Ia menghela napas lega.

Kini, ia bisa menyelinap ke dunia manusia tanpa ketahuan.

Dengan tubuh yang kuat, sihir yang mengalir dalam nadinya, dan identitas baru yang tersembunyi, Seraphina siap melangkah ke dunia luar.

Langkah selanjutnya?

Menggunakan pengetahuannya untuk membangun kekuatannya lebih jauh.

Dan mungkin… menemukan siapa sebenarnya Seraphina Duskbane sebelum dirinya.