📢📢📢WELCOME DI AREA BENGEK NGAKAK GULING-GULING 😂😂😂
Jesi yang sudah terbiasa dengan kehidupan bagai sultan, harus kehilangan semua fasilitas itu karena ayahnya yang ingin membuatnya menjadi mandiri. Dalam sekejap ia menjadi seorang mahasiswi magang, dan dihadapkan dengan team leader yang ganteng tapi sayangnya galak.
"kalo aja lo itu bukan pembimbing magang gue, ogah banget dah gue nurut gini. Ini namanya eksploitasi tenaga karyawan."
"Aku tau, aku itu cantik dan menarik. nggak usah segitunya ngeliatinnya. Ntar Bapak naksir." Jesika Mulia Rahayu.
"Cantik dan menarik emang iya, tapi otaknya nothing. Naksir sama bocah seperti kamu itu impossible." Ramadhan Darmawan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Net Profit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bukan dia kan?
Keping demi keping biskuit pemberian Naura sudah Jesi habiskan hingga menyisakan bungkus kosong. Jesi benar-benar bosan, pengen ngobrol tapi Karam nya sedang dalam mode freezer. Mau main HP nggak enak. Diliriknya Rama yang fokus pada kemudi, tetap tampan walau sedang mode galak.
“Ngapain lihat-lihat?”
Jesi begitu kaget dan segera memalingkan wajahnya ke arah lain. Dia tak menyangka jika Rama menyadari dirinya yang sedang menatapnya lekat dari tadi.
“Lihat apaan? Orang aku lagi liat pemadangan.” Elak Jesi.
“Ini masih jauh apa?” imbuhnya mengalihkan pembicaraan.
“Bentar lagi.” Seperti biasa si freezer menjawab irit dan datar.
Jesi mulai menguap, menutupi mulutnya menggunakan kedua telapak tangan. Semalam ia kurang tidur karena berulang kali memeriksa kebenaran berkas revisi dari Dina sebelum di berikan ke Rama. Hanya diam benar-benar membuat Jesi merasa bosan hingga akhirnya ia tak sadar hanyut ke dalam alam mimpi.
Begitu memasuki perusahaan yang menjadi tujuan mereka Rama melirik ke kursi sebelahnya, ia menghembuskan nafas berat melihat Jesi yang bisa-bisanya terlelap.
“Pantes dari tadi kuping gue berasa adem, ternyata ini beo tidur.”
“Si Naura yang lagi hamil aja nggak pernah tidur waktu kerja. Ini bocah bener-bener dah!”
“Bangun jas jus! Kita udah sampe.” Ucap Rama tapi tak ada respon sedikit pun. Gadis itu tampak tidur dengan nyaman meskipun dengan posisi duduk.
Diamatinya Jesi yang masih terlelap. Bibir yang sedikit terbuka dengan dengkuran lirih yang terdengar, ditambah dengan tangan yang masih memegang bungkus biskuit kosong.
“Ternyata si jas jus emang cantik. Lo bener kalo lo tuh manis, imut.” Ucap Rama lirih, kemudian mengambil bungkus biskuit di tangan Jesi dan membuangnya ke tempat sampah.
“Jesi bangun.” Sekali lagi Rama mencoba membangunkan asisten gadungannya, tapi hasilnya nihil.
“Bukannya ngebantu, lo malah bikin kerjaan gue jadi ribet!” Kesal tak juga berhasil membangunkan Jesi membuat Rama meninggalkan dia di dalam mobil dengan kaca jendela yang sengaja ia buka sedikit.
“Awas aja lo kalo bangun ntar!” ucapnya sebelum keluar dari dalam mobil.
Memasuki JK Group kembali setelah sekian lama membuat Rama merasa sedikit gugup. Pasalnya jarang sekali Pak Burhan memanggilnya untuk langsung menghadap. Biasanya jika untuk urusan bisnis beliau selalu mengirim asisten pribadinya. Tiba di meja resepionis Rama langsung di arahkan ke ruang direktur utama. Bahkan asisten pribadi pak Burhan secara langsung yang mengantarnya.
“Bagaimana keadaan pak Burhan? Apakah beliau baik-baik saja? Sudah lama sekali saya tidak bertemu beliau.” Ucap Rama sekedar untuk basa-basi menutupi kegugupannya. Ia masih memikirkan apakah ada kesalahan yang ia buat hingga Pak Burhan memanggilnya secara langsung.
“Seperti biasa, keadaan beliau baik-baik saja. Silahkan masuk, bapak sudah menunggu.”
“Baik. Terimakasih.” Ucap Rama kemudian mengetuk pintu. Setelah mendengar jawaban dari dalam sana, Rama segera masuk. Pria paruh baya yang seumuran dengan almarhum ayahnya jika masih ada itu menyambutnya dengan senyum ramah.
“Ayah, aku datang.” Rama menghampiri Burhan dan menyalaminya layaknya seorang putra pada ayahnya. Bagi Rama, Burhan sudah seperti ayahnya sendiri. Dia adalah malaikat penolong keluarganya.
Burhan menepuk bahu Rama yang sedang mencium punggung tangannya, “kamu benar-benar seperti putraku sendiri. Duduklah!”
Mengikuti Burhan, Rama duduk di sofa tamu yang ada di ruangan itu.
“Ayah apa kabar? Lama kita tidak bertemu.”
“Seperti yang kamu lihat. Ayah mu ini selalu sehat dan baik-baik saja. Kita jarang bertemu karena ayah tau kamu sudah bisa mengelola semuanya sendiri. Ayah rasa memantau dari jauh sudah cukup.” Balas Burhan.
“Tumben sendiri? Naura mana? Kemarin ayah ketemu Raka katanya Naura lagi hamil, apa dia udah mulai cuti? Padahal ayah sudah siapkan hadiah buat Naura loh.” Burhan menunjuk paper bag besar berwarna pink yang diletakan di samping mejanya.
“Terimakasih, ayah. Nanti aku bawakan hadiah dari ayah untuk Naura, dia pasti akan senang sekali. Naura masih suka ngantor kok, yah. Tapi sekarang dia stay di kantor aja, tidak bisa mengikuti kesana kemari lagi, perutnya sudah besar. Katanya mudah cape, aku suruh cuti dia belum mau katanya bosen kalo di rumah. Jadilah sekarang aku kasih di asisten sekretaris buat gantiin dia ngikutin aku kalo rapat.” Jelas Rama.
“Lalu mana asisten sekretaris mu sekarang? Kenapa tidak kelihatan? Ayah ingin tau apa dia secantik Naura, atau malah jauh lebih cantik?” ledek Burhan.
Seketika Rama ingin tertawa mendengar ucapan rekan bisnis yang sudah ia anggap ayahnya sendiri, tapi ia menahannya. Tak sopan jika harus tertawa di depan Burhan, “Si jas jus dibandingin sama Naura. Cantikan Jas jus lah lebih manis dan imut. Tapi sikapnya tak secantik dan semanis parasnya.” Batin Rama, ia jadi kesal karena mengingat Jesi yang selalu so manis di depan Raka.
“Asisten sekretarisku sangat-sangat menguji kesabaran, ayah. Sekarang saja dia malah ketiduran di mobil dan sulit dibangunkan.” Jawab Rama.
Burhan tertawa mendengar jawaban Rama. Burhan sangat tau jika asisten Rama adalah putrinya sendiri, Jesi. Selama ini dia tak pernah melepaskan putrinya bebas dari pengawasannya. Meski tak pernah membantu Jesi tapi dia selalu mengawasi putri kesayangannya dari kejauhan. Burhan tak menyangka jika putri manjanya bisa bertahan sejauh ini.
“Ayah memanggilku ke sini tentu ada hal yang penting bukan? Apa ayah sedang butuh bantuanku? Atau aku melakukan suatu kesalahan?” lanjut Rama to the point.
“Kamu tidak melakukan kesalahan apa pun. Masih ingat janjimu sepuluh tahun lalu?”
“Iya. Sampai saat ini aku selalu menunggu waktu untuk menepati janji itu tiba.” Jawab Rama.
“Meskipun putri ayah punya banyak kekurangan?” tanya Burhan.
“Setiap orang punya kekurangan, ayah. Sama seperti putri ayah, aku juga punya banyak kekurangan.”
“Terimakasih sudah memegang erat janjimu selama ini. Ayah titipkan dia padamu, kalian akan segera menikah setelah dia pulang. Anak manja itu keras kepala, ayah tidak mengira kalo dia akan bertahan selama ini.”
Wajah gusar jelas terlihat begitu Rama keluar dari ruangan Burhan. Sambil membawa paper bag besar berwarna pink ia melangkah dengan gagah menuju mobilnya. Meletakan paper bag itu di kursi belakang.
Duduk dibalik kemudi dan mendapati Jesi masih terlelap membuat dia yang sedang gusar jadi makin kesal. Rama mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Naura.
“Hubungi bagian personalia dan minta data anak magang dari mereka selengkap mungkin.” Ucapnya memberi instruksi pada Naura.
Sedari tadi Rama benar-benar di buat gusar karena Burhan hanya mengatakan jika putrinya magang di loveware tanpa menyebutkan namanya. Sambil melajukan mobilnya, Rama mencoba mengingat satu persatu anak magang di perusahaannya. Dia ingin segera mengetahui siapa calon istrinya.
Renggangan tangan yang mengenai bahunya membuat Rama seketika menengok, “enak tidur siangnya?”
“Euh... maaf-maaf aku ketiduran, Karam. Eh bapak maksudku. Semalem kurang tidur.” Jawab Jesi.
“Masih belum sampe yah? Kok jauh banget sih.” Imbuhnya.
“Belum sampe matamu! Kita udah jalan pulang ini. Tidur aja lagi sono!”
“Udah nggak ngantuk aku. Pengen minum, mampir indoapril depan dong.”
“Saya bukan supir kamu jas jus! Bisa-bisanya kamu main suruh aja.” Kesal Rama tapi dia tetap membelokan mobilnya begitu menemukan indoapril. Kali ini ia tak ikut turun, dia hanya menunggu Jesi yang berjalan ke indoapril dengan sempoyongan. Sepertinya nyawanya belum seratus persen kumpul.
Rama hanya menggelengkan kepala ketika melihat Jesi tersandung dan hampir jatuh di depan pintu, “Bukan dia kan calon istri gue?” Ucap Rama lirih.
.
.
.
seperti biasa tampol jempol, lope sama komentarnya jangan ketinggalan!!!