NovelToon NovelToon
Tetangga Gilaku

Tetangga Gilaku

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni / Teman lama bertemu kembali / Enemy to Lovers
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Karangkuna

"Meskipun aku ditodong dengan pisau, aku tidak akan pernah mau menjadi pacarnya. Kalau begitu aku permisi."

"Apa?! Kau pikir aku bersedia? Tentu saja aku juga menolaknya. Cih! Siapa yang sudi!"

Raga heran kenapa setiap kali di hadapkan pada gadis itu selalu akan muncul perdebatan sengit. Bri jelas tak mau kalah, karena baginya sang tetangga adalah orang yang paling dibencinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karangkuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 26

Di sebuah kantor arsitek yang modern dan penuh kreativitas, suasana pagi selalu diawali dengan dentingan cangkir kopi dan suara obrolan santai. Sebuah ruangan terbuka dengan meja-meja panjang yang dipenuhi dengan tumpukan kertas desain, sketsa tangan, dan laptop yang menyala menjadi pemandangan utama. Dindingnya dipenuhi papan mood board berisi potongan gambar, contoh tekstur, dan palet warna. Sebuah maket bangunan berdiri megah di sudut ruangan, hasil kerja keras tim selama berminggu-minggu.

Arsitek-arsitek muda dengan pakaian kasual sibuk di meja mereka. Beberapa duduk sambil menggambar detail teknis di layar komputer, sementara yang lain menambahkan sentuhan akhir pada presentasi klien. Seorang rekan terlihat membawa penggaris skala dan pensil mekanik, berdiskusi serius dengan seorang desainer interior tentang tata letak ruangan. Di sisi lain, sekelompok kecil staf berkumpul di ruang rapat kaca, mempresentasikan ide-ide baru di layar besar.

Di sela-sela kesibukan, terdengar suara printer besar yang mencetak cetak biru. Bau khas tinta bercampur dengan aroma kayu dari potongan maket yang baru saja selesai dipotong di ruang workshop. Tak jauh dari sana, seorang arsitek junior terlihat bersemangat menjelaskan ide desain inovatif kepada atasannya, berharap dapat memberikan sentuhan berbeda pada proyek mereka.

Namun, suasana tidak selalu serius. Sesekali terdengar tawa dari sudut ruangan, di mana beberapa rekan berbagi cerita lucu sambil menikmati kopi. Bahkan, ada yang iseng menambahkan detail kecil pada sketsa rekan kerjanya, membuat suasana kerja lebih cair dan menyenangkan.

Masalah semakin rumit ketika tim konstruksi di lapangan melaporkan adanya kesalahan dalam perhitungan teknis. Gedung yang sedang dibangun mengalami kendala struktural, dan sebagian besar fondasi harus diperbaiki ulang.

Bhagawanta Raga merasa terpukul, karena sebagai arsitek, ia merasa bertanggung jawab atas kesalahan itu, meskipun sebenarnya sebagian besar disebabkan oleh komunikasi yang kurang baik antara tim arsitek dan kontraktor.

Puncak dari semua ini terjadi saat klien memutuskan untuk menghentikan proyek tersebut karena anggaran yang membengkak. Gedung itu tidak pernah selesai, dan namanya menjadi sorotan negatif. Media lokal bahkan mulai memberitakan proyek gagal tersebut, membuat reputasinya dipertanyakan.

Raga, yang biasanya penuh percaya diri, berubah menjadi pendiam dan sering menyendiri. Rekan-rekannya di kantor mulai khawatir. Mereka tahu bahwa Raga adalah orang yang sangat perfeksionis dan sulit menerima kegagalan. Salah satu rekan seniornya, Didit, mencoba menghiburnya dengan mengatakan bahwa satu proyek gagal tidak akan menghapus semua kontribusi luar biasa yang telah ia buat selama bertahun-tahun.

Namun, Raga tetap merasa berat. Ia merasa telah mengecewakan timnya, kliennya, dan bahkan dirinya sendiri. Di suatu malam yang sepi di kantor, ia duduk sendirian di depan maket gedung yang pernah ia impikan. Tangannya gemetar saat ia mengamati detail yang dulu ia rancang dengan penuh cinta.

Di tengah keputusasaan itu, Didit datang dengan sebuah ide "Bagaimana kalau kita mengambil kembali desain ini, memperbaikinya, dan mempresentasikannya ke klien lain? Proyek ini mungkin gagal, tapi desain ini masih memiliki potensi besar."

Saran pria itu membuat Raga termenung. Untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan, ia merasa ada harapan. Dengan dorongan dari timnya, Raga mulai melihat kegagalan ini sebagai pelajaran, bukan akhir dari kariernya. Ia memutuskan untuk bangkit, memperbaiki desain itu, dan membuktikan bahwa ia masih mampu menciptakan sesuatu yang luar biasa.

Perjalanan itu tidak mudah, tetapi Raga sadar bahwa kegagalan adalah bagian dari proses menjadi seorang arsitek yang hebat. Dalam perjalanan ini, ia belajar bahwa tidak ada mahakarya tanpa perjuangan, dan setiap bangunan besar dimulai dengan fondasi yang kokoh, bahkan jika fondasi itu harus dibangun ulang.

Raga duduk di meja kerjanya yang penuh dengan kertas sketsa dan cetak biru. Di depannya, sebuah maket gedung perkantoran setengah jadi berdiri, mengingatkannya pada kegagalan yang terus menghantuinya. Lampu di ruangan itu temaram, hanya menyisakan sorotan dari lampu meja.

Gama juniornya, mendekat dengan hati-hati sambil membawa dua cangkir kopi. Dia meletakkan cangkir di meja Raga. “Kopi hitam, tanpa gula. Saya ingat itu favorit Anda."

Raga mengangkat kepala, tersenyum tipis."Terima kasih. Tapi mungkin malam ini kopi tidak akan membantu."

"Mas sudah duduk di sini selama berjam-jam. Kalau boleh tahu, apa yang sedang Mas pikirkan?" Gama menarik kursi di sebelahnya dan duduk.

Raga menghela napas panjang. "Gedung ini, Maya. Proyek yang seharusnya jadi puncak karier saya, malah jadi kegagalan terbesar. Rasanya, seperti aku tidak punya apa-apa lagi untuk dibanggakan."

"Tapi, saya melihat desain ini luar biasa. Bahkan dalam bentuk maket, gedung ini punya cerita. Kenapa Mas tidak mencoba lagi?" Gama menatap maket itu

"Coba lagi? Klien sudah menarik diri. Namaku sudah dicap buruk di media. Siapa yang mau percaya padaku lagi setelah ini?" Raga tertawa pahit.

"Kalau kau yakin, kami juga pasti akan yakin, Ga. Yang penting jangan putus asa," ucap Didit yang baru saja keluar dari pantri.

Raga terdiam, matanya kembali tertuju pada maket. Ia ingat malam-malam panjang bersama timnya, tawa, kerja keras, dan mimpi-mimpi yang dituangkan dalam desain itu.

"Tapi bagaimana jika aku gagal lagi?" Raga menatap rekan-rekannya dengan sorot mata yang mulai berubah. Kata-katanya seperti membuka sesuatu yang telah lama ia pendam—harapan.

Raga mengangguk pelan. "Mungkin kalian benar. Mungkin aku harus melihat ini sebagai pelajaran, bukan akhir."

Didit Dengan antusias menepuk bahu Raga."Itu semangat yang aku tunggu! Bagaimana kalau kita memulai dengan memperbaiki desain ini? Aku yakin masih banyak klien yang akan tertarik. Kami semua siap membantu."

Raga mengambil cangkir kopi dan tersenyum kecil."Baiklah, kita mulai lagi. Tapi kali ini, mungkin aku butuh semua ide segar dari kalian."

"Siap Bos!" seru Gama bersemangat.

Raga memandangi maket itu sekali lagi, kali ini dengan pandangan berbeda. Mungkin, hanya mungkin, ia bisa membangun ulang bukan hanya proyek ini, tapi juga kepercayaannya pada dirinya sendiri. Di dalam ruangan yang sepi itu, ia kembali merasakan secercah harapan yang selama ini hilang.

1
Siska Amelia
okayy update kok dikit dikit
lilacz
dari segi alur dan penulisan membuat aku tertarik
lilacz
jgnn lama-lama update part selanjutnya ya thor
Karangkuna: terima kasih untuk dukungannya :)
total 1 replies
ulfa
wah genre favorit aku, dan ceritanya tentang enemy to lovers. ditunggu next part ya kak. semangat /Smile/
Karangkuna: happy reading, terima kasih sudah mampir :)
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!