Adira Kirania sangat bahagia menggantikan Lestari Putri untuk menjadi pengantin untuk Arya Seno Nugroho. Tari menghilang sehari sebelum pernikahan mereka di gelar. Tidak ingin menanggung malu, kedua orang tua Arya meminta Dira putri sahabatnya menggantikan tari. Dira yang sudah lama menaruh hati kepada Arya langsung menyetujui permintaan orang tua Arya.
Sedangkan Arya terpaksa menerima pernikahan tersebut karena tidak ingin keluarganya menanggung malu akibat batalnya pernikahannya.
Pernikahan mereka berjalan lancar, walau Arya awalnya selalu dingin dan kasar kepada Dira. Tetapi berjalannya waktu Arya belajar menerima Dira sebagai istrinya, hingga badai itu datang. Tari kembali hadir dan berusaha merebut Arya kembali.
Hingga suatu hari Arya menyadari kalau hatinya sudah di penuhi oleh Dira, tetapi seolah tuhan ingin menghukumnya. Arya merasakan penyesalan saat mengetahui kebenaran tentang istrinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rubi Sandi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jaga Dira untuk kami
Mertua dan menantu itu kini duduk di teras samping sembari menikmati kopi yang di buatkan oleh Dira. Gadis itu meminta mamanya untuk mengajari dirinya membuatkan kopi yang enak, yang terbukti mampu membuat sang papa ketagihan.
"Ma ajari Dira buat kopi spesial andalan mama dong." Rengek Dira.
"Sayang kamu ingat jangan terlalu capek karena itu tidak baik untuk kesehatanmu. Kamu lupa suami kamu itu orang berada, biar asisten rumah tangga yang membuatkan kopi untuknya. Mama yakin kalau Arya tahu tentang sakit kamu pasti dia akan menjaga kamu nak." Ucap Citra yang heran tentang Dira yang tidak ingin Arya dan kedua orangtuanya tahu tentang penyakitnya.
"Mama tahu alasan Dira menyembunyikan penyakit ini, Dira hanya tidak ingin semua orang memandang Dira sebagai gadis lemah yang sakit-sakitan. Dira juga tidak mau hidup dalam belas kasih orang ma. Jadi mama tolong ajari Dira, hanya membuat kopi ma. Tidak akan membuat aku lelah." Bujuk Dira.
Akhirnya citra mengajari putrinya meracik kopi, setelah jadi barulah Dira menyajikan kopi tersebut kepada dua orang laki-laki tersayangnya itu.
"Papa, kak Arya silahkan di minum kopinya." Ucap Dira dengan wajah tersenyum tipis.
Arya hanya mengangguk dan mengucapkan terima kasih, pria itu berakting seolah ia dan Dira baik-baik saja.
"Terima kasih nak, jangan lupa sampaikan ucapan terima kasih papa untuk mama karena sudah menyajikan kopi kesukaan papa." Ucap Dewa yang mengira kopi itu buatan sang istri seperti biasanya.
Dengan wajah yang cemberut Dira meluruskan kesalahpahaman papanya, berharap mendapat pujian dari sang Hero tetapi sang papa malah bucin kepada mamanya.
"Papa tahu gak kalau itu bukan kopi buatan mama." Ucap Dira.
"Terus buatan siapa dong?" Tanya Dewa penasaran.
"Buatan Dira pa" Dira tersenyum memberitahu pada papanya.
"Emang kamu bisa, jangan becanda sayang." Ucap Dewa yang masih belum percaya.
"Papa kok gitu sih, Dira sudah berusaha buat kopinya tapi bukan di puji malah di ledekin." Gadis itu mulai cemberut.
"Maaf papa becanda, makasih ya sayang sudah buatin papa kopi. Ternyata anak papa sudah besar dan sudah Dewasa, kamu rela belajar hanya untuk membuat suamimu bahagiakan." Puji Dewa yang tidak ingin mematahkan hati putrinya.
"Hehehehe, ya sudah papa dan kak Arya lanjutin gobrolnya Dira mau kedalam dulu." Pamit Dira yang sudah merona akibat pujian tersebut.
Arya hanya diam saja melihat interaksi ayah dan anak tersebut, dalam hati ia merasa jijik dengan tingkah keduanya. Tapi ia harus berpura-pura dengan menampilkan senyumnya agar rencananya tidak terendus mertuanya.
"Kamu lihat istri kamu, dia sepertinya sangat bahagia menjadi istri kamu. Sampai-sampai dia mau belajar membuatkan kopi untukmu. Ayo silahkan diminum." Dewa memuji putrinya.
"Kopinya enak pa" Komentar Arya setelah mencicipi kopi yang dibuatkan istrinya. Kali ini Arya tidak bohong karena memang benar kopi buatan Dira terasa enak.
Keduanya terdiam sejenak sembari menikmati kopi tersebut, sesekali Arya melirik mertuanya yang masih diam. Arya hanya menunggu apa yang akan di bicarakan mertuanya, hingga akhirnya laki-laki paruh baya itu mengeluarkan suaranya.
"Apa kamu bahagia menikah dengan putriku?" Tanya Dewa.
"Tidak karena aku belum bisa mencintainya, aku butuh proses untuk membuka hatiku pa." Jawab Arya jujur.
"Papa tahu ini tidak mudah untuk kamu, tapi papa mohon jangan sakiti Dira. Belajarlah mencintainya dan tolong jaga dia untuk kami. Apa kamu tahu Dira sudah lama mencintaimu, bahkan kamu adalah laki-laki pertama dan hanya kamu yang ia cintai. Membuat papa sebal karena merasa tersaingi, dulu hanya papa laki-laki yang paling disayangi Dira, sekarang papa harus rela berbagi kasih sayang tersebut." Ucap Dewa yang masih kesal jika mengingat hal itu.
"Iya pa, Arya akan menjaga Dira." Jawab Arya asal.
"Papa kamu bilang, kalian sudah pindah ke apartemen kamu kenapa?" Tanya Dewa menyelidiki.
"Kami hanya butuh ruang untuk berdua pa, kalau di rumah tidak enak banyak orang. Kami juga ingin mandiri pa." Bohong Arya.
"Kamu tahu kalau Dira itu tidak bisa masak atau mengurus rumah. Sedari kecil papa dan mama selalu memanjakannya. Tapi papa salut sama kamu karena menerima Dira apa adanya." Ucap Dewa membuat menantunya itu terlihat bingung.
"Maksud papa?" Tanya Arya penasaran.
"Dira cerita kamu menyewa orang untuk membersihkan apartemen kalian agar Dira tidak lelah. Dira juga cerita kalau kamu tidak masalah jika ia memesan makanan jadi untuk mu." Ucap Dewa.
"Iya pa, aku memang sengaja hanya menyuruh orang membersihkan rumah saja sehingga tidak perlu menginap di apartemen karena Aku tidak suka ada orang lain di sana." Jawab Arya.
Arya tidak percaya jika istri manjanya itu memujinya dan bahkan sampai berbohong kepada orang tuanya, tapi ia tidak akan tertipu dengan kebaikan Dira. Bisa saja gadis itu hanya mencari perhatiannya saja.
"Papa doakan kamu dan Dira selalu di limpahi kebahagiaan dan semoga rumah tangga kalian selalu di lindungi Allah. Jaga Dira, dia adalah gadis baik, dan penurut. Papa mohon bahagiakan putri papa. Kalau kami sudah tidak ada hanya kamu satu-satunya keluarga yang ia punya. Jadi papa mohon jangan biarkan ia sendiri, itu terlalu sakit untuknya." Pinta Hendra.
Arya hanya menganggukkan kepalanya, laki-laki itu sedikit heran dengan kata-kata mertuanya yang seolah menitipkan Dira bersamanya. Arya bahkan merasakan firasat yang aneh tapi segera laki-laki itu menepis dari pikirannya.
"Apaan si kamu Ar, bukannya biasa orang tua menitip putrinya kepada menantunya." Ucap Arya dalam hati untuk menghalau pikiran buruknya.
Kini sepasang suami istri itu sudah dalam perjalanan pulang ke apartemen mereka. Di dalam mobil Dira masih terisak karena menangis berpisah dari orangtuanya. Arya yang merasa terganggu akhirnya menegur sang istri.
"Berisik bangat sih, bisa diam tidak? lagian cuma pisah rumah doang, kita itu masih tinggal di kota yang sama dengan orang tuamu jadi gak usah cengeng, ngapain nangis segala. Dari tadi gak berhenti nangisnya, sudah seperti ditinggal mati saja." Jawab Arya kelepasan.
"Kakak jahat bangat sih, Kaka doain orang tua Aku meninggal ya." Tangis Dira makin hebat membuat Arya semakin pusing.
"Diam..." Teriak Arya.
"Kalau kamu masih terus menangis, aku turunin kamu di sini." Ancam Arya.
Mendengar perkataan suaminya membuat tangis Dira mereda, nyalinya seakan ciut ketika menatap jalanan sepi nan gelap itu.
Akhirnya Arya kembali menjalankan mobilnya, setelah berhasil menghentikan tangisan istrinya walau harus dengan ancaman. Sedangkan Dira terdiam dan lebih memilih menatap jalanan saja, entah kenapa ia merasa tidak rela meninggalkan orang tuanya.