Alysa seorang gadis muda, cantik serta penuh talenta yang kini tengah menempuh studynya di bangku kuliah. Namun, selama dua semester ia memutuskan untuk cuti, demi bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang tengah bangkrut.
Dalam perjalananya, Alysa harus mendapatkan uang sebanyak 300 juta dalam semalam untuk biaya operasi jantung orang tuanya. Dalam keadaan mendesak, Alysa memutuskan menjadi wanita panggilan. Mengikuti saran sahabatnya, Tika.
Sialnya, pelanggan pertamanya adalah dosen ia sendiri. Hal itu membuat Alysa malu, kesal sekaligus bingung bagaimana harus melayani sang Dosen. Lalu bagaimana kelanjutan ceritanya? serta bagaimana hubungan Alysa dengan kekasihnya, Rian. Akankah setelah mengetahui fakta sebenarnya ia akan tetap bersama Alysa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon By.dyy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu
Alysa melotot melihat Tika, benarkah, Reyhan sekarang ada dibelakang tubuhnya? Alysa tidak berani untuk membalikkan badan. Bagaimana kalau Reyhan kembali menagih utangnya?
"Lo yang bener?" tegur Alysa menggoyangkan tangan Tika.
Tika mengangguk cepat. "Dia on the way pesan makanan." bisik Tika.
Betul, Reyhan kini berhasil melewati tubuhnya, Alysa tidak mengetahui Reyhan sadar atau tidak bahwa dirinya ada disini, semoga saja tidak, karna sebentar lagi Alysa akan pergi dari kafe ini, untuk menghindar dari Reyhan.
Dari tempat duduk Alysa, ia bisa melihat Reyhan tengah memesan. Satu minuman Coffe, ditemani satu pancake. Reyhan membalikkan tubuhnya untuk mencari tempat duduk, disitu Alysa benar-benar bisa melihat keseluruhan tubuh Reyhan.
Alysa buru-buru semakin menutup wajahnya dengan buku menu. Ia tidak ingin Reyhan melihatnya. Bodohnya, Tika menyapa Reyhan begitu ramah. Ya Tuhan, Alysa melupakan kalau Tika adalah salah satu mahasiswi yang mengagumi Reyhan, tentu saja Tika tidak akan menyiakan kesempatan ini. Tapi, waktunya kenapa bisa berbarengan seperti ini. Alysa tidak suka.
"Pak, ngopi juga?" tanya Tika ramah.
"Iya. Kamu juga." sahut Reyhan.
"Iya pak."
"Bisa bergabung?" Reyhan meminta izin.
"Hah... Gabung, euhhhh... Bo..lehh, pak." Alysa menutup mata kesal. Bisa-bisanya Tika semudah itu memberikan kursi. Sekarang, Reyhan menarik kursi dekat Alysa dan duduk disamping Alysa.
Secara terpaksa, Alysa menurunkan buku menu. Alysa tidak berani melihat Reyhan, ia buru-buru menghapus air matanya cepat, kemudian memandang Tika datar.
"Udah lama?" tanya Reyhan pad Tika.
"Baru sih, pak."
"Baguslah, kita ngopi bareng." kata Reyhan.
Ya Tuhan, Alysa berada disekitar Reyhan rasanya sesak nafas sekali, Alysa menjadi salah tingkah sekaligus malu berada disamping Reyhan. Alysa harus pergi, sekarang juga.
"Tik, sorry kayanya gue ha ... rus," ucapan Alysa terpotong, karna tangan Reyhan sudah berani membawa telapak tangannya untuk ia genggam.
"Kenapa Sa?" tanya Tika heran.
Alysa menatap Tika dan Reyhan bergiliran, sedikitpun Reyhan tidak menampakkan wajah takut, seperti Alysa. Reyhan tampak biasa saja. Wajahnya datar melihat kedepan.
"Apasih Sa, lo ga jelas deh." seru Tika.
Alysa menggeleng pada Tika, kemudian mata Alysa beralih ia melirik Reyhan. Laki-laki itu sama sekali tidak menunjukkan ekspresi apapun, kecuali reaksi tangannya dibawah meja yang terus menahan telapak tangannya sembari memberi sapuan kecil tangan Alysa menggunakan jempol tangannya.
Mata Alysa tidak bisa menahan air mata, saat itu juga ia mengalihkan pandangan dari Reyhan. Menggunakan tangan kirinya, Alysa menghapus air mata yang jatuh.
"Bapak suka ngopi disini?" tanya Tika, membuka obrolan.
"Tiap hari saya kesini."
Setelah itu keduanya mengobrol, Alysa tidak terlalu mendengarkan apa yang menjadi topik obrolan. Namun, yang pasti selama obrolan Reyhan dengan Tika berlangsung, tangan Reyhan sama sekali tidak melepaskan jemari tangan Alysa.
Reyhan, sesekali akan mengelus lebih banyak kala Alysa banyak bergerak. Tangan kanannya yang bebas, sesekali akan turun dan ikut melingkup.
Alysa tidak tahu kenapa ia tidak ingin memberontak lepas dari tangan Reyhan, ia harusnya marah pada Reyhan karna berani menyentuhnya. Alih-alih Alysa berniat marab pada Reyhan. Sebaliknya, Alysa justru diberikan kenyamanan oleh Reyhan.
Entah kenapa, Alysa bisa merasakan rasa nyaman. Setidaknya untuk saat ini. Harusnya, orang yang berada disamping Alysa sekarang adalah Rian, bukan Reyhan.
Kembali lagi, bukankah Alysa mau pacarnya menjadi pengusaha yang hebat? Tentu saja harus ada yang dikorbankan, salah satunya adalah Alysa, kekasihnya. Merelakan Rian dalam prosesnya untuk terus bertumbuh memanglah sulit, tapi bukan tidak bisa, kan? Pokoknya Alysa terus menanamkan dalam hati kalau Rian harus maju untuk menggapai cita-citanya dan Alysa tidak bisa melarang hal itu.
"Pak, saya ke toilet dulu." pamit Tika.
Alysa yang sejak tadi diam, justru bingung kemana Tika akan pergi. "Loh, Tik, ko pulang." tegur Alysa.
"Apasih, gue mau ke toilet. Lo mau ikut?"
Alysa menggeleng. Sekarang, yang ada hanya Alysa dan Reyhan yang tersisa.
"Are you fine?" tanya Reyhan.
Alysa menatap Reyhan. "Hm... Sa, are you fine?" tanya Reyhan lagi.
Tidak pernah terpikir sedikitpun kalau Alysa akan menguraikan air mata di depan Reyhan. Sekarang, Alysa menangis bukan karna Alysa mendapat pemecatan saja ataupun memikirkan hutangnya pada Reyhan, tapi karna pertanyaan Reyhan.
Sebuah pertanyaannya yang Alysa ingin dengar dari Rian, kini justru keluar dari mulut Reyhan. Laki-laki yang notabennya tidak disukai oleh Alysa.
"Ak...u... Aku...Aku..." mulut Alysa terbata-bata. Ia sendiri bingung bagaimana harus menjelaskan perasaannya saat ini. Sampai, yang keluar bukanlah jawaban, melainkan air matanya terus berurai.
"It's oke." tambah Reyhan.
Tangan Reyhan terangkat, ia menghapus air mata Alysa yang turun. "Kalau kamu mau, kita bisa pergi dari sini." kata Reyhan.
Gilanya, Alysa mau mengikuti saran Reyhan. Kepala Alysa mengangguk, mengiyakan permintaan Reyhan. Sudah seperti kerbau yang di cucuk hidungnya, Alysa menurut apa yang diutarakan Reyhan padanya.
"Ayo," ajak Reyhan.
"Tika," ucap Alysa.
"Dia pasti ngerti, kamu kasih kabar aja, kamu pergi lebih dulu."
Hanya saja, baru saja Alysa akan beranjak dari kursi. Tika, lebih dulu datang.
"Loh, Saa mau kemana?" tanya Tika.
"Alysa butuh waktu sendiri, bisa dia pulang duluan?" tanya Reyhan pada Tika.
"Pak Reyhan sendiri, makanan Bapak belum datang loh, Pak." ucap Tika.
"Saya akan antar Alysa, pesanan saya bisa untuk kamu, kalau kamu mau." ucap Reyhan.
Tika menganggukkan kepala. "Iya, makasi Pak."
"Sorry ya Tik, gue cabut duluan." ucap Alysa.
"Gak apa-apa."
Alysa berjalan lebih dulu keluar kafe, setelah itu disusul oleh Reyhan. "Mobil saya parkir dibelakang, kamu tunggu depan. Gak akan lama, ga papa kan?" ucap Reyhan.
Alysa mengangguk. Sekarang, Alysa berdiri menunggu Reyhan yang tengah membawa mobil. Tidak lama, mobil Reyhan terparkir didepan. Tidak lupa, Reyhan keluar dari mobil hanya untuk membukakan pintu untuk dirinya.
"Masuk."
"Makasih."
Reyhan berlari kecil memutar mobil, setelah itu duduk dibalik kemudi. Reyhan menatap lurus kedepan, mulai menjalankan mobil.
"Kita kemana?" tanya Alysa.
Reyhan menatap Alysa sebentar. "Kamu mau saya ajak kemana?"
Alysa menggeleng tidak tahu. "Ke Apartemen saya, mau?" tawar Reyhan.
Alysa menimang sebentar, matanya menyipit curiga melihat Reyhan. "Kenapa? Kamu takut saya akan berbuat sesuatu sama kamu?" tanya Reyhan.
Alysa tidak menjawab. Karna sudah pasti itu jawaban Alysa, ia takut. Reyhan tertawa kecil. "Kalau gitu kita pergi ke kolam renang."
Alis Alysa mengernyit. "Kolam renang? Ngapain." tanya Alysa.
"Biar kalau kamu nangis, gak ada orang yang tahu, termasuk saya." ucap Reyhan.
Alysa secepat kilat menatap Reyhan, ia memberi senyum kecil pada Reyhan. Alysa tahu Reyhan tidak berniat bercanda dengan dirinya.Tapi, ajakan Reyhan berniat membawa Alysa pergi ke kolam renang tampak lucu terdengar. Namun, siapa sangka, dibalik itu Reyhan lebih tahu tentang apa yang dibutuhkan Alysa.