Bumi ~
Sampai matipun aku tak akan pernah menyentuh wanita sepertimu karena tempatmu bukan berada di sisiku tapi berada di kakiku .
Air ~
Tak apa jika kau tak akan pernah melihatku , akan kunikmati setiap sakit yang kau torehkan karena aku adalah istrimu .
Hubungan yang terjalin karena adanya paksaan . Dendamnya pada wanita yang telah menjadi istrinya membuatnya buta untuk melihat kebenaran . Akankah Air mampu bertahan ? Akankah Bumi mampu melepasnya ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lindra Ifana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14
Sudah sedari pagi Varo duduk tidak tenang , tadi malam Air berjanji untuk menemuinya . Tapi sudah hampir jam sebelas siang wanita itu belum muncul juga . Ada sedikit khawatir jika ada sesuatu yang menimpa wanita yang ia nantikan .
Tapi senyumnya kemudian mengembang kala Air terlihat memasuki supermarket . Varo pura pura sedang memperhatikan hal lain ketika Air menuju padanya .
" Pak Varo .... "
" Eh iya " Varo sedikit gugup ketika Air sudah benar benar ada di hadapannya .
" Maaf saya agak siang kesininya , ini untuk yang kemarin tolong dihitung dulu " Air menyerahkan beberapa lembar uang pada Varo.
" Saya percaya sama mbak Air kok "
" Terimakasih .... ehhmmm "
" Ada yang bisa saya bantu ? "
Air mendongakkan kepalanya , pria muda di depannya seperti tahu apa isi otaknya . Pria itu sudah baik padanya kemarin , mungkin hari ini dia juga bisa menolongnya begitu pikir Air .
" Apa di supermarket sini tidak ada gerai makanan seperti kue kue !? " tanya Air dengan suara sedikit bergetar , ia takut seorang manager seperti Varo menganggapnya berlaku sok pintar .
" Untuk sementara ini belum ada , tapi ide mbak boleh juga . Apakah Mbak ingin mengisi gerai tersebut !? "
" Eh .. ehmm .. apa boleh ? Apa saya boleh ikut mengisi gerai tersebut dengan beberapa kue bikinan saya ? "
" Tentu saja boleh ! Ya sudah , besok bawa contoh kue yang akan dipajang di gerai kue . Jika rasanya enak dengan tampilan menarik maka deal mbak Air yang mengisi gerai tersebut "
" Ya Allah .... terimakasih Mas . Terimakasih ! Besok pagi saya akan bawa contoh kue yang nanti bisa ditawarkan " Air sangat bahagia , setidaknya ia bisa menghasilkan uang untuk menghidupi putranya .
Varo panik ketika Air meneteskan air matanya , ia tidak suka melihat wanita didepannya menangis .
" Maaf kalau saya begini , saya terlalu bahagia Pak . Terima kasih sudah memberi kesempatan kepada saya "
" Hei ini kan kesepakatan saling menguntungkan . Jika kue kue itu terjual maka nama supermarket kami juga ikut terangkat . Bisa kita duduk sebentar untuk membicarakan tentang sistem keuntungannya ?! " akal Varo terus saja berjalan demi ingin terus melihat wanita impiannya .
" Boleh Pak ... tapi jangan lama lama soalnya saya mau ada acara "
" Acara !? "
" ltu .. saya cuma mau kerumah ibu , Janu kangen sama neneknya ":
" Oooo anak tampan ini bernama Janu ? Hai Janu .. ini Om Varo . Boleh aku menggendongnya ? Dia lucu sekali , pipinya bulat seperti bakpao "
" Tapi .... "
Janu terlihat sangat antusias ketika Varo mengulurkan tangan seakan akan menggendongnya . Tapi ia baru mengenal pria didepannya ini , sepertinya tidak sopan jika ia malah merepotkan dengan keberadaan Janu .
" Apa boleh ? Apa kau masih takut padaku ? "
" Takut ??? Tidak .. tentu saja tidak . Saya cuma takut Janu merepotkan Bapak "
Mereka kemudian duduk di kursi tunggu yang memang disediakan. oleh supermarket . Air membuka gendongannya dan menyerahkan Janu pada Varo .
Janu menjerit dan bersorak senang ketika ada di gendongan Varo hingga pria itu juga tertawa senang sekaligus gemas . Air terenyuh ketika putranya terlihat bahagia dalam rengkuhan Varo yang notabene adalah pria asing untuknya .
Andai saja Bumi mau memeluk Janu seperti itu maka ia akan sangat bahagia . Air tahu putranya butuh sosok seorang ayah . Tapi jangankan memeluk , untuk melihat Janu saja sepertinya Bumi merasa jijik .
Siang itu mereka membicarakan poin poin yang besok akan dipergunakan untuk Air , baik itu tentang keuntungan ataupun tentang aturan aturan yang harus Air ketahui mengenai supermarket tersebut .
" lya Pak saya mengerti "
" Apakah saya terlihat begitu tua ? Bisakah untuk tidak memanggil saya dengan sebutan itu ? "
" ltu .. ehh maaf . Tapi saya harus panggil apa ya ? Memang Bapak terlihat lebih muda dari saya . Tapi tidak sopan rasanya jika saya hanya memanggil nama bapak tanpa menggunakan embel embel " Air sedikit gugup , pria di depannya ini memang terlihat masih sangat muda .
" Saya tidak keberatan jika Air hanya memanggil nama saya " kaki ini Varo pun memanggil Air dengan hanya namanya saja .
" Baik .. Mas Varo "
Jika saja tak ada orang mungkin Varon sudah guling guling karena terlalu senang , dia bahagia ketika bibir itu memanggil namanya . Tapi ia berpura pura untuk tetap terlihat cool di depan Air . Varo menciumi Janu hingga bayi itu tak henti tertawa .
Air melangkahkan kakinya keluar supermarket ketika pembicaraannya dengan Varo sudah selesai . Dia tidak menyadari ada mata penuh amarah yang dari tadi memperhatikannya .
Bumi yang kebetulan lewat di depan supermarket melihat istrinya duduk bercanda dengan laki laki lain . Tangannya terkepal erat menahan kemarahan di hatinya . Wanita yang belum lama menjadi istrinya itu sudah berani mulai menggoda pria lain .
" Jal* ng akan kubuat kau menyesal sudah menjadi istri seorang Bumi "