Tuan Alaxander Almahendra adalah seorang CEO dan tuan tanah. Selain memiliki wajah yang tampan ia juga pintar dan cerdas dan nyaris sempurna. Namun, siapa sangka di balik kesempurnaan fisik dan kecerdasannya tuan Alex terkadang sangat kejam terkesan tidak berprikemanusiaan. Ia seperti tenggelam dalam lorong hitam yang menggerogoti jiwanya.
Nayla De Rain gadis canti dengan paras sempurna. Setelah mengalami kegagalan dengan Fandy ia memutuskan untuk menikah dengan Zainy lelaki yang tida di cintainya. Namun, sebuah peristiwa membuatnya tertangkap oleh anggota tuan Alex dan di bawa ke menara dengan seribu tangga memutar.
Nasib baik atau buruk yang menimpa gadis bernama Nayla iti malah mempertemukannya dengan tuan Alex. Entah tuan Alex dan anggotanya akan akan menyiksa Nayla seeprti yang lainnya atau malah menjadikannya tahanan abadi. Novel 'REMBULAN YANG TENGGELAM' adalah kisah cinta dan balas dendam. Para tokoh mempunyai karakter unik yang membuat mu jatuh cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dongoran Umridá, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menuju rumah Nayla
Tidak lama kemudian Nayla terbangun dari tidurnya. Dokter memberi ijin untuk di bawa pulang. Zaini mendekati Nayla yang kini duduk di kasur berniat membantunya berdiri.
"E... e... e... jangan menyentuhnya, dia menjaga dirinya dari bersentuhan dengan yang bukan muhrim." Cegah Ratih menghalangi langkah Zaini. Langkah lelaki itu terhenti persis di depan Ratih. Zaini menatapnya dengan penuh tanda tanya bercampur kesal.
"Apa? Lo mau marah?" Gumam Ratih menantang tatapan lelaki di depannya. Zaini menarik tatapannya tidak mau ribut dengan gadis cerewet di hadapannya. Nayla merasa sedikit tidak enak dengan kelakuan kedua orang di depannya.
"Aku bisa jalan kok, gak apa-apa, hanya saja kaki ku sedikit sakit di gerakkan." Nayla mencoba mengumpulkan tenaga untuk berdiri.
"Dasar! Nyari kesempatan aja dalam kesempitan." Gerutu Ratih lagi dengan logat cerewetnya. Kedua tangannya memegangi kedua lengan Nayla berniat membantu. Wajahnya terlihat sewot di mata Zaini.
"Ampun deh! Aku gak ngerti para cewek! Apa aku terlihat seperti orang yang nyari-nyari kesempatan?" Gumam Zaini tak habis fikir
"Mana tau, lelaki jaman sekarang mah susah." Balas Ratih tak mau kalah.
"Dasar cerewet, bantuin Nayla dengan baik, awas kalo sampe jatuh." Zaini kesal, ia berjalan di depan Ratih dan Nayla.
"Bahkan saat kesal begitu ia masih tampan." Gumam Ratih dalam ati dan tersenyum menyeringai.
Zaini mengeluarkan mobilnya dari tempat parkir dan berhenti tepat di depan Nayla dan Ratih yang baru saja keluar dari rumah sakit.
"Tunggu sebentar ya." Pinta Ratih pada Nayla. Nayla mengangguk dan Ratih segera berlari ke arah motornya.
"Ampun deh, kemana lagi cewek cerewet itu?" Gumam Zaini membuka kaca mobilnya. Ratih menaiki motornya lalu berhenti di depan Nayla. Zaini memperhatikannya dari kaca mobilnya yang terbuka. Kelihatannya gadis cerewet itu akan menyuruh Nayla naik ke motornya. Zaini geleng-geleng kepala lalu membuka pintu mobilnya dan segera turun dari mobil.
"Memurut mu Nayla lebih baik naik motor bebek mu?" Teriak Zaini menutup pintu mobilnya dengan kesal. Ratih memandangnya dengan pandangan menantang. Ia turun dari motornya dan mendekati Zaini.
"Apa kamu bilang? Motor bebek? Eh dengar ya, gak akan ku biarkan kamu dan Nayla berudaan di mobil mu, gak muhrim tau!" Kata Ratih. Ia menekan suaranya dalam waktu bersamaan membelalakkan matanya.
"Eh, sebelum kamu bertemu Nayla, kita bermain bersama, kamu mau jagain Nayla? Harusnya dari dulu." Balas Zaini dengan kesal
"Aku gak rel...
"Terserah lo! Kakinya Nayla sedang sakit. Nayla! Ayok naik mobil ku."
Kata Zaini membuat kalimat Ratih tergantung. Ratih menghela nafas dengan kesal. Zaini mendekati Nayla hendak membantunya masuk ke dalam mobil.
"Hentikan! Biar gue aja yang bantu." Lagi-lagi Ratih mencegah tangan Zaini agar tidak menyentuh Nayla. Membantunya berjalan mendekati mobil Zaini.
"Huh! Dasar cewek payah." Gumam Zaini. Lelaki itu membuka pintu mobil sambil mendengus kesal. Ratih membantu Nayla masuk ke dalam mobil. Setelah Nayla duduk dengan tenang barulah Ratih duduk. Zaini juga masuk. Sebelum menjalankan mobil ia menoleh ke belakang.
"Gadis cerewet yang aneh. Gumamnya dalam hati.
"Yakin mau ninggalin motor lo di sini?"
"Gak usah banyak bacot, ayok jalan! Seseorang akan menjemputnya." Ratih menjawab dengan ketus.
"Ampun deh! Dia kesal gitu, aku cuman memastikan motornya aman kok." Zaini bergumam dalam hati.
"Cewek-cewek memang susah di mengerti." Gumamnya lagi.
"Ayok cepat jalan!" Ratih memerintah dengan santai. Nayla menggelengkan kepalanya pada Ratih, tidak setuju dengan tingkah semena-mena temannya. Ratih hanya membalasnya dengan senyuman, sebelah matanya menyipit memberi kode agar Nayla diam dan tenang.
"Emang gue sopir lo? Enak aja lo merintah gue."
"Cepat jalan, kasihan Nayla kesakitan." Perintah Ratih lagi. Kalau bukan karna Nayla mungkin sudah di suruhnya gadis cerewet itu turun.
"Oke mak lampir kita OTW." Gumam Zaini berusaha mengontrol emosinya.
"Apa? Mak lamp...'
"BRUUUMMM.....
Zaini menancap gas dengan kecepatan tinggi membiat kalimat gadis itu tergantung mulutnya mengatup terkejut.
"Pelan aja dong, entar bahaya lagi."
Gumam Nayla. Zaini perlahanan menurunkan kecepatan laju mobilnya menjadi sedang dan tenang. Nayla menyandarkan kepaalnya ke sandaran kursi mobil. Ratih faham bahwa temannya sedang ingin istirahat. Ia menarik kepala Nayla agar bersandar di bahunya. Zaini yang melihatnya dari kaca spontan menghentikan mobil dan melihat ke belakang.
"Aneh banget! Apa yang kamu lakuin ke Nayal?" Tanyanya curiga.
"Apa? Emang aku lakuin apa? Jadi cowok bisa gak sih fikirannya positif aja." Ratih makin kesal dengan tingkah lelaki tampan yang sedang mengemudi itu.
"Kok cowok ini jadi menjengkelkan sih!" Gumamnya dalam hati.
"Uda deh dari tadi ribut mulu, mending lanjut aja jalan biar cepat sampai, kepalaku pusing tau." Kata Nayla dengan suara serak. Zaini menghela nafas dan kembali menjalankan mobilnya dengan tenang.
Tidak berapa lama kemudian mobil itu tiba di rumah Nayla. Zaini keluar dan membukakan pintu untuk Nayla. Nayla segera keluar di bantu oleh Ratih.
"Aku bisa jalan sendiri kok! Kaki ku tidak terlalu sakit." Cegah Nayla.
"Ia Nay, tapi tetap aja aku harus bantuin kamu." Ratih mengetuk pintu dan mengucap salam. Tiga kali di ketuknya pintu barulah Andika membukanya. Andika kaget melihat kakaknya berjalan agak pinjlcang di bantu oleh Ratih. Meski ia sering ribut dengan Nayla namun ia sangat menyayangi kakaknya itu.
"Apa yang terjadi? Kenapa kakak ku?" Tanyanya dengan khawatir. Lelaki tampan yang masih SMA itu membantu Nayla masuk ke dalam.
"Kakak kenapa sih? Siapa yang membuat kakak begini? Biar aku balas."
"Gak usah lebay, kaki kakak hanya sedikit lecet kok gara-gara jatuh dari motor." Nayla mengacak rambut adik nakalnya itu. Gadis itu berjalan menuju kamarnya di bantu oleh Ratih Setelah masuk ke dalam kamar Nayla langsung menutup pintu kamarnya saat Andika hendak masuk.
"Apaan sih! Aku hanya mau mastiin kalau kakinya baik-baik saja." Gumam Andika tak habis fikir. Ia mengelus dadanya menahan kesal. Zaini menghampiri Andika dan tersenyum.
"Para cewek memang gitu, Ketika kau perhatian dan khawatir mereka akan mengira kau lebay dan semacamnya. Ya udah biarin aja dulu." Gumam Zaini menepuk-nepuk pundak Andika.
"Harusnya dia bersyukur punya adik yang perhatian kayak aku kan bang."
"Menurut ku sih gitu, tapi kayaknya Nayla berfikir kamu itu adik yang lebay dan menjengkelkan."
Tidak lama kemudian Ratih dari kamarnya Nayla, sementara Andika dan Zaini masih duduk di ruang tengah. Melihat Ratih keluar dari kamar kakanya Andika langsung berdiri.
"Bagaimana keadaan kak Nayla?"
"Nayla baik-baik saja. Gak ada luka, hanya lebam di kakinya, sekarang dia lagi tidur gak udah di ganggu." Jawab Ratih. Wajahnya sewot ketika matanya di arahkan pada Zaini. Zaini pun buang muka dan mengalihkan pandangannya ke sembarang arah.
"Apa kalian bertengkar?" Tanya Andika curiga. Zaini menggelengkan kepala untuk membantah. Ratih meliriknya dengan ujung matanya.
Aku pulang dulu ya." Gumamnya kemudian ketika seseorang datang dengan membawa sepeda motornya. Andika mengangguk dan mengantarnya ke pintu.