Xin Lian, seorang dukun terkenal yang sebenarnya hanya bisa melihat hantu, hidup mewah dengan kebohongannya. Namun, hidupnya berubah saat seorang hantu jatuh cinta padanya dan mengikutinya. Setelah mati konyol, Xin Lian terbangun di dunia kuno, terpaksa berpura-pura menjadi dukun untuk bertahan hidup.
Kebohongannya terbongkar saat Pangeran Ketiga, seorang jenderal dingin, menangkapnya atas tuduhan penipuan. Namun, Pangeran Ketiga dikelilingi hantu-hantu gelap dan hanya bisa tidur nyenyak jika dekat dengan Xin Lian.
Terjebak dalam intrik istana, rahasia masa lalu, dan perasaan yang mulai tumbuh di antara mereka, Xin Lian harus mencari cara untuk bertahan hidup, menjaga rahasianya, dan menghadapi dunia yang jauh lebih berbahaya daripada yang pernah dia bayangkan.
"Bukan hanya kebohongan yang bisa membunuh—tapi juga kebenaran yang kau ungkap."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seojinni_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 : Bayangan di Balik Segel
Suasana di aula berubah mencekam, udara yang semula hangat kini terasa berat, seolah ada sesuatu yang mengintai di balik bayang-bayang. Lentera-lentera bergetar, dan bisikan mulai terdengar di antara para tamu yang terperangkap. Semua mata tertuju pada kotak itu, tempat di mana bayangan hitam yang mengerikan mulai terlepas, merayap keluar dengan gerakan lambat namun penuh ancaman.
Kaisar yang duduk di singgasana memandang dengan cemas, namun ekspresinya tetap tenang. "Xin Lian," katanya dengan suara berat, "Apa yang kau lakukan?"
Namun, Xin Lian hanya tersenyum manis, meskipun matanya yang tajam memancarkan kecerdikan yang dalam. "Jangan khawatir, Yang Mulia," jawabnya dengan nada yang hampir lembut, "Hamba hanya melepaskan sesuatu yang seharusnya bebas sejak lama."
Bayangan hitam itu mulai membentuk sosok yang tinggi, wajahnya samar namun penuh kebencian. Matanya yang merah menyala menatap ke arah Kaisar dengan penuh amarah. Suara berat yang menggema di seluruh aula itu terdengar seperti bisikan dari kedalaman neraka. "Siapa yang berani membebaskanku dari segel ini?"
Xin Lian tidak terkejut sedikit pun. Ia melangkah maju, menghadap bayangan itu dengan tatapan penuh tantangan, namun suaranya tetap terdengar halus. "Aku yang melakukannya," katanya dengan suara yang penuh percaya diri, "Dan aku tidak akan membiarkanmu kembali ke dalam kotak itu tanpa mendapatkan apa yang aku inginkan."
Bayangan itu tertawa rendah, namun tawa itu terdengar kosong, seperti gema yang datang dari tempat yang jauh. "Kau berani berbicara seperti itu, manusia kecil? Apa yang bisa kau lakukan terhadapku? Aku adalah kekuatan yang tak terhingga. Kembalilah ke tempatmu, atau aku akan menghancurkanmu."
Namun, Xin Lian tidak gentar. Ia menatap bayangan itu dengan tatapan tajam yang penuh perhitungan. "Kau pikir aku takut padamu?" ucapnya dengan dingin, suaranya penuh kekuatan. "Jika kau tidak ingin mengikuti perintahku, maka aku akan menghilangkanmu dari dunia ini. Kau tidak memiliki pilihan. Kembalilah ke dalam kotak sekarang, aku akan melanjutkan urusan denganmu lagi nanti."
Tianlan yang berdiri di samping Xin Lian terkejut, matanya yang biasanya tajam kini dipenuhi kebingungan. "Xin Lian, kau... kau tidak tahu apa yang kau hadapi," desisnya, suaranya penuh kekhawatiran.
Namun, Xin Lian hanya meliriknya sekilas, senyum manis tak hilang dari wajahnya. "Aku tahu persis apa yang aku hadapi, Jenderal. Yang tidak kau ketahui adalah bahwa aku tidak takut pada ancaman seperti ini." Ia kembali menatap bayangan itu dengan penuh amarah. "Cepat kembali!. Jika kau tidak kembali ke kotak itu sekarang juga, aku akan menghancurkanmu tanpa memberi kesempatan untuk bereinkarnasi."
Bayangan itu terdiam, seolah terkejut oleh keberanian Xin Lian. Matanya yang merah menyala kini dipenuhi rasa marah yang mendalam. "Kau... berani sekali, wanita kecil. Tapi ingat, aku adalah sesuatu yang lebih dari sekadar makhluk yang terkurung dalam segel. Jangan menyesal."
Xin Lian tersenyum lebih lebar, namun senyum itu tidak mengandung sedikit pun rasa takut. "Kau tidak akan memiliki kesempatan untuk menyesal. Sekarang, pilihlah: kembali ke kotak atau aku akan menghapusmu dari dunia ini. Tidak ada tempat untukmu di dunia ini lagi."
Bayangan itu mengeluarkan suara rendah yang terdengar seperti raungan marah, namun seiring berjalannya waktu, sosok itu perlahan mulai menghilang, kembali ke dalam kotak yang seharusnya tetap terkunci. Xin Lian berdiri tegak, senyum kemenangan menghiasi wajahnya.
Tianlan yang masih terkejut, akhirnya berbicara dengan suara rendah, "Kau... kau benar-benar tak terduga, Xin Lian."
Xin Lian menatap Tianlan dengan senyum manis yang hampir tak terlihat licik. "Tentu saja, Jenderal. Aku selalu tahu bagaimana cara mengendalikan bayangan seperti ini."
Kaisar yang menyaksikan semuanya dari singgasananya, akhirnya berbicara dengan suara berat. "Xin Lian, apa yang sebenarnya kau inginkan?"
Xin Lian menoleh, tatapannya lembut namun penuh perhitungan. "Yang Mulia," jawabnya dengan nada yang hampir polos, "Hamba hanya menginginkan satu hal : tapi akan hamba katakan nanti."
Kaisar menghela napas panjang, matanya penuh pertimbangan. Ia menyadari bahwa meskipun Xin Lian terlihat manis dan tanpa rasa bersalah, dia adalah seorang gadis yang sangat cerdik dan berbahaya. Namun, ia juga tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa Xin Lian telah membantunya menyelesaikan masalah yang lebih besar.
"Jangan khawatir, Yang Mulia," kata Xin Lian dengan senyum manis yang tak dapat disangkal. "Hamba tahu bagaimana menjaga keseimbangan. Jangan terlalu khawatir."
Kaisar hanya bisa mengangguk pelan, menyadari bahwa Xin Lian adalah seseorang yang akan selalu menjadi teka-teki yang sulit dipecahkan.
***
Tatapan Sang Putra Mahkota
Pesta yang semula meriah kini terasa berbeda, seolah semua tamu menahan napas, takut membuat gerakan atau ucapan yang salah. Bayangan hitam yang baru saja dikembalikan ke dalam kotak masih meninggalkan jejak dingin di udara, namun yang lebih menggetarkan hati adalah sikap Kaisar yang begitu lunak terhadap Xin Lian.
Kaisar menatap kotak itu dengan mata penuh pertimbangan sebelum akhirnya mengangguk. "Bawa kotak ini ke ruang penyimpanan istana," titahnya dengan suara tegas.
Namun, Xin Lian melangkah maju, senyum lembut namun penuh perhitungan menghiasi wajahnya. "Yang Mulia, jika boleh hamba mengusulkan, bagaimana jika kotak ini dibawa ke kamar hamba? Hamba akan memastikan bahwa segelnya tetap aman."
Sontak, seluruh ruangan menoleh padanya dengan tatapan terkejut. Beberapa pejabat bahkan tidak bisa menyembunyikan keterkejutan mereka. Membawa benda terkutuk seperti itu ke kamar pribadi? Itu gila!
Kaisar menatap Xin Lian dalam-dalam, seolah mencoba memahami maksud di balik permintaannya. Namun, senyum lembut gadis itu tidak menunjukkan sedikit pun rasa gentar. Akhirnya, Kaisar menghela napas, menyerah pada kecerdikan Xin Lian. "Baiklah, kotak itu akan dibawa ke kamarmu. Namun, ingatlah, jangan bermain-main dengan sesuatu yang tidak kau pahami sepenuhnya."
Xin Lian membungkuk dengan anggun, senyumnya tetap terpancar. "Tentu saja, Yang Mulia. Hamba tidak akan mengecewakan Anda."
Ketika kotak itu dibawa pergi, pesta kembali dilanjutkan, namun suasananya tidak lagi sama. Tidak ada yang berani mengomentari Xin Lian secara terbuka, takut mengundang amarah Kaisar atau—lebih buruk lagi—perhatian gadis itu sendiri.
* Mereka takut dikutuk, dan takut dibongkar aib nya kalo buat Xin Lian kesel ╮(╯_╰)╭ *
Di sudut ruangan, sepasang mata tajam memperhatikan Xin Lian dengan minat yang tak tersembunyi. Feng Heng, sang putra mahkota, akhirnya melangkah mendekat, membawa aura dingin namun penuh pesona. Langkahnya tenang, namun setiap gerakannya memancarkan wibawa yang tidak bisa diabaikan.
"Xin Lian," suaranya rendah, namun cukup untuk membuat gadis itu menoleh. "Kau sangat berani."
Xin Lian menatap Feng Heng dengan senyum tipis, matanya penuh kewaspadaan. "Yang Mulia Putra Mahkota, apa maksud Anda?" tanyanya dengan nada sopan, namun ada ketajaman tersembunyi di balik kata-katanya.
Feng Heng mendekat, berdiri cukup dekat sehingga hanya mereka berdua yang bisa mendengar percakapan itu. "Bayangan hitam itu... banyak yang takut padanya, bahkan aku pernah mendengar kisah-kisah menakutkan tentangnya. Namun, kau tidak gentar sedikit pun. Kau bahkan berani mengancamnya."
Xin Lian terkekeh pelan, namun tawanya dingin. "Apakah itu hal yang mengejutkan, Yang Mulia? Saya hanya seorang gadis kecil yang mencoba melindungi diri."
Tatapan Feng Heng berubah, seolah mencoba menembus lapisan topeng yang dikenakan Xin Lian. "Gadis kecil? Kau terlalu merendah. Aku yakin kau tahu betul apa yang kau lakukan."
Xin Lian menatap Feng Heng dengan senyum licik, matanya berkilau seperti permata yang menyimpan rahasia. "Dan saya yakin, Yang Mulia juga tahu betul apa yang Anda inginkan."
Feng Heng tidak tersinggung oleh kata-kata tajam itu, malah tersenyum tipis. "Kau pintar, Xin Lian. Tapi apakah kau cukup pintar untuk memahami bahaya yang mengintai?"
Xin Lian melipat tangannya di depan dada, senyumnya semakin melebar. "Bahaya? Aku sudah hidup dengan bahaya sepanjang hidupku, Yang Mulia. Jika Anda berpikir bisa menakutiku dengan kata-kata seperti itu, maka Anda salah besar."
Feng Heng tertawa kecil, namun tawanya tidak mengandung kebahagiaan. "Kau menarik, Xin Lian. Sangat menarik. Aku penasaran, apakah keberanianmu ini berasal dari keinginan untuk bertahan hidup, atau sesuatu yang lebih dalam?"
Xin Lian tidak menjawab, hanya menatap Feng Heng dengan senyum yang tak terduga. "Yang Mulia, rasa penasaran itu adalah pedang bermata dua. Berhati-hatilah agar tidak melukai diri sendiri."
Feng Heng menatapnya lama, sebelum akhirnya tersenyum lagi. "Aku akan mengingat peringatanmu, Xin Lian. Namun, aku juga ingin kau mengingat sesuatu."
"Apa itu, Yang Mulia?"
Feng Heng mendekat sedikit lagi, suaranya hampir seperti bisikan. "Dalam permainan ini, tidak ada yang benar-benar menang tanpa kehilangan sesuatu. Aku harap kau siap membayar harganya."
Xin Lian tetap tenang, meskipun matanya kini sedikit menyipit. "Dan saya harap, Yang Mulia juga siap membayar harga atas rasa penasaran Anda."
Feng Heng tertawa kecil, lalu melangkah pergi, meninggalkan Xin Lian yang masih berdiri dengan senyum licik di wajahnya. Namun, di balik senyum itu, pikirannya berputar cepat, mencoba memahami apa sebenarnya yang diinginkan oleh sang putra mahkota.
***
Saat pesta mulai mereda, seorang kasim berlari tergesa-gesa ke arah Kaisar, wajahnya pucat pasi. "Yang Mulia, segel di ruang timur... retakannya semakin melebar!"
Xin Lian yang mendengar itu hanya tersenyum kecil, matanya berkilat penuh misteri. "Sepertinya mereka sudah tidak sabar," gumamnya pelan, namun cukup untuk membuat Feng Heng yang berdiri di dekatnya mengerutkan alis.
awal yg menarik 😍