Obsession With The Maid

"Kau harus makan sesuatu. Perutmu dari kemarin malam belum terisi. Aku tidak ingin kau semakin sakit," ujar Figo, mencoba membujuk Shearen yang tampak terbaring lemas.

"Aku tidak suka bubur, jangan memaksaku, Tuan," jawab Shearen dengan nada menolak.

"Berhenti memanggilku dengan sebutan itu," kata Figo, suaranya lebih tegas. "Cepatlah makan."

"Aku benar-benar tidak ingin makan bubur," Shearen berkeras.

"Jadi, apa yang kau mau? Katakan saja," tanya Figo dengan sabar.

"Aku tidak mau makan, perutku rasanya mual," jawab Shearen, matanya tertutup karena rasa tidak nyaman.

"Apa kau hamil?" pertanyaan Figo tiba-tiba membuat Shearen terkejut. Matanya membesar mendengar kata-kata itu.

"Kau gila, aku tidak mungkin hamil," jawab Shearen cepat, mencoba menepis pikiran itu.

"Tidak ada yang tidak mungkin. Kita sudah melakukan hubungan berkali-kali," Figo tersenyum nakal.

"FIGOOO!!!" seru Shearen, merasa sangat malu.

"Aku hanya bercanda," kata Figo, sambil tertawa kecil. "Cepat makan, jangan membuat dirimu semakin lemah."

"Aku sudah bilang berapa kali, kalau aku tidak lapar!" Shearen berusaha keras menolak.

"Meskipun tidak lapar, kau harus makan!" Figo bersikeras. "Nanti malam kita akan berolahraga. Jadi, kau harus mengisi perutmu."

"Olahraga apa?" Shearen bingung.

"Olahraga malam," jawab Figo, nadanya menggoda.

"Figo, hentikan!," Shearen tampak kesal.

"Kenapa ?" Figo bertanya, masih dengan senyum nakalnya.

"Aku rasa kau sangat ahli dalam hal itu. Apa kau sering melakukan hal itu dengan laki-laki lain?" tanya Figo.

"Aku bukan wanita murahan," jawab Shearen dengan nada serius, meskipun dalam hatinya ia merasa sedikit terhina.

"Oh ya?" Figo mengangkat alisnya.

"Tapi sekarang aku sudah seperti wanita murahan. Kau telah mengambil keperawananku, padahal aku sudah menjaganya untuk suamiku nanti," Shearen berkata dengan suara pelan namun penuh makna.

"Suamimu kan aku," kata Figo, menatap Shearen dengan tatapan menggoda.

"Tipe suamiku bukan seperti dirimu. Berhentilah mengatakan kalau kau suamiku," Shearen menjawab dingin.

"Katakan, tipemu seperti apa?" Figo bertanya, nada suaranya mulai serius.

Shearen meraih ponsel Figo yang tergeletak di sampingnya. Ia membuka aplikasi Instagram dan mengetik nama lelaki yang ia suka. "Seperti ini," katanya sambil menunjukkan foto seorang pria tampan di layar ponselnya.

"Sayang, apa kau bercanda?" Figo bertanya, merasa sedikit bingung.

"Tidak, dia memang kekasihku," jawab Shearen dengan tegas.

"Kurasa kau yang gila sekarang," ucap Figo.

"Dia sangat tampan, bukan?" Shearen bertanya.

"Sayang, lupakan dia. Dia bukan kekasihmu,"

"Tapi dia kekasihku," jawab Shearen, tidak tergoyahkan.

"Aku akan menemui dia jika aku punya uang nanti," kata Shearen, berharap Figo bisa mengerti.

"Apa kau ingin menemui nya?" Figo bertanya.

"Ya, aku sangat ingin menemui dia," Shearen mengangguk, merasa tekadnya semakin kuat.

"Kalau begitu, aku akan membiayai biaya pertemuanmu dengan dia," Figo berkata, kata-katanya membuat Shearen terkejut.

"Apa kau yakin?" Shearen menatap Figo dengan mata lebar.

"Ya, aku sangat yakin," jawab Figo, memberikan senyuman tipis. "Aku akan membelikanmu tiket jika kau ingin menemui dia."

"Tapi ada satu syarat," kata Figo, suaranya tiba-tiba serius.

"Apa? Aku akan menuruti syarat itu," ucap Shearen serius.

"Kau harus menikah denganku dan menjadi istriku," kata Figo tegas.

"Berikan aku syarat yang lain," Shearen berusaha menolak.

"Kau harus melayaniku setiap malam. Pilih salah satu dari itu," ujar Figo dengan suara tenang namun menggoda.

"Figo!!!" Shearen berteriak, merasa sangat terkejut dan marah.

"Apa kau tidak ingin memilih salah satu dari itu?" tanya Figo, matanya mengintimidasi.

"Tentu saja tidak! Kau memberikanku syarat yang tidak jelas!" Shearen merasa semakin kesal.

"Itu sangat jelas, sayang. Kau tinggal memilihnya," kata Figo dengan smirk di bibirnya.

"Aku tidak akan berbicara denganmu lagi," ucap Shearen kesal sambil berbalik dan menidurkan badannya.

Figo menaruh mangkuk bubur di atas nakas, lalu berbaring di samping Shearen. Tangan Figo merangkul pinggang Shearen dari belakang, mengusap perutnya dengan lembut.

"Tidurlah, aku akan bekerja," bisiknya di telinga Shearen.

Shearen, yang merasa gelisah, langsung membalikkan tubuhnya. "Apa kau pergi ke kantor?" tanyanya dengan nada cemas.

"Iya," jawab Figo, matanya tetap fokus pada Shearen.

"Aku malas mengobrol dengan perempuan yang sulit diatur sepertimu," Figo bergumam.

"Figo, aku akan makan, tapi jangan pergi ke kantor," Shearen berkata dengan suara lembut namun penuh harapan.

"Aku akan menuruti permintaanmu jika kau mau makan. "

"Lima suap, kalau mual, dilanjut makan nanti sore. " ucap Figo yang diangguki oleh shearen