Rumah tangga yang telah aku bangun selama dua tahun dengan penuh perjuangan, mulai dari restu dan segala aspek lainnya dan pada akhirnya runtuh dalam sekejap mata. Aku yang salah atau mungkin dia yang terlalu labil dalam menyelesaikan prahara ini? berjuang kembali? bagaimana mungkin hubungan yang telah putus terbina ulang dalam penuh kasih. Berpaling? aku tidak mampu, segalanya telah habis di dia. Lalu aku harus bagaimana? menerima yang datang dengan penuh ketulusan atau kembali dalam rasa yang setengah mati ini? aku hancur dalam cintanya, segala hal tentang dia membuat aku hancur berantakan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lissaju Liantie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab_013 Balas Dendam
Dengan terburu-buru Putri segera berlari menuju ruang kerja Deria, dengan cepat tangan kanannya langsung menarik gagang pintu tanpa mengetuknya lebih dulu. Dengan suara yang terdengar masih ngos-ngosan karena berlarian, kaki Putri terus melangkah memasuki ruangan tersebut.
"Ria, kamu bai....k" Putri menghentikan pertanyaannya yang hendak ia ajukan saat matanya mendapati sosok laki-laki yang mengenakan jas kedokteran sedang duduk tepat dihadapan Deria.
"Apa aku ganggu?" Tanya Putri dengan suara yang seketika berubah menjadi begitu pelan dan sopan.
"Kamu sendirian? Talia mana?" Tanya Deria yang langsung bangun dari kursi kerjanya.
Melihat Deria yang bangun membuat Dariel juga ikut bangun dari kursinya, saat mata Putri melirik kearahnya, Dariel langsung tersenyum manis menyapanya.
"Siapa dia?" Tanya Putri setelah mendekat kearah Deria.
"Dokter baru di sini." Jawab Deria.
"Hay, Dariel dokter ortopedi baru di rumah sakit ini." Ujar Dariel memperkenalkan diri.
"Hay juga, aku Putri sahabatnya Ria dari SMA, dan aku bukan dokter." Jawab Putri dengan tawa lepas.
"Kalau begitu saya permisi." Ujar Dariel berpamitan.
"Loh kalau kalian masih ada hal yang ingin dibicarakan, lanjutkan aja! Biar aku tunggu di luar." Jelas Putri.
"Udah selesai kok, aku hanya lagi konsul tentang beberapa pasien yang kini menjadi tanggungan aku. Permisi!" Ujar Dariel dan segera keluar dari ruangan tersebut meninggalkan kedua sahabat yang terlihat begitu ingin membicarakan sesuatu hal penting.
"Siapa dia?" Goda Putri.
"Apa kamu tuli? Bukankah dia sudah memperkenalkan dirinya barusan?" Cetus Deria dan segera berlalu menuju sofa lalu duduk disana.
Putri segera menyusul lalu duduk di sisi kanan Deria.
"Udah kenalan sih! Cuman kayak ada yang janggal gitu, apa jangan-jangan..." Ucapan Putri menggantung dengan tatapan yang terus menilik bola mata Deria untuk mencari jawaban yang pasti.
"Jangan berpikir yang tidak-tidak, aku bahkan belum seminggu kenal dengannya, lagi pula kami hanya membicarakan tentang pekerjaan, udah itu doang jadi jangan coba-coba menyebarkan gosip tentang aku dan dokter Dariel." Tegas Deria dengan tatapan horor.
"Okay! Aku paham, tapi jika berlanjut ke pembahasan masalah pribadi juga nggak masalah sih, dia masih jomblo kan?" Jelas Putri.
"Put...!" Gumam Deria dengan suara penuh penekanan.
"Iya iya, aku akan berhenti menggoda mu!" Ujar Putri.
"Berhenti membicarakan dokter Dariel, karena yang harus kita bicarakan sekarang adalah alasan kamu datang kesini?"
"Upsss kan, hampir saja lupa! Apa bahu mu terluka parah?" Tanya Putri yang kembali panik seketika.
"Haaaaah! Jadi kamu sudah bertemu dengan Anand lebih dulu, apa Talia bersamanya?"
"Talia di rumah sama mama. Jawab pertanyaan aku dulu, apa bahu mu kembali terluka, kalian habis melakukan CT Scan kan?"
"Hmmmm, tapi aku baik-baik aja. Nggak ada yang terluka."
"Tapi tadi kata mereka...!" Protes yang Putri ajukan langsung diselip oleh Deria.
"Aku sengaja pura-pura sakit untuk melihat sikap Anand. Aku ingin tau apa dia masih mengkhawatirkan aku, dan ternyata..." Deria menghentikan penjelasannya dengan nada lemah dan tatapan sendu.
"Ria, tolong berhenti menyakiti dirimu sendiri. Dia bukan lagi Anand yang dulu, dia mencampakkan mu jadi berhenti memikirkan dia."
"Tapi Put, dia masih sama seperti dulu, dia masih begitu mengkhawatirkan keadaan aku. Aku jadi semakin bingung sebenarnya apa alasan dia menceraikan aku."
" Itu hanya perasaan mu saja! Ria, dia tidak lagi mencintai mu, buktinya dia menceraikan mu jadi berhenti membodohi dirimu sendiri. Dari pada terus hidup dalam bayang-bayangnya bukankah sebaiknya kamu pikat hati dokter tampan tadi."
"Jangan bercanda, nggak lucu!"
"Aku serius! Ayo kita dekati dia."
"Berhenti jadi gila! Suami mu mana? Apa di bersama sahabatnya?"
"Hmmm, lupakan saja mereka. Ayo kita bahas tentang dokter yang tadi."
"Putri! Stop aku tidak ingin membawa siapapun lagi dalam hidup ku, aku ingin menikmati hidup ku dengan tenang bersama Talia."
"Ciiiih! Aku tau kamu dan Talia dekat, bahkan aku bagaikan emak tiri diantara kalian berdua, tapi tetap saja kamu harus segera mencari pengganti Anand biar dia tau bahwa masih banyak lelaki di dunia ini yang menginginkan kamu, biar dia tau diri!" Cetus Putri kesal.
"Tapi...."
"Balas dendam terbaik adalah membuat dia terluka karena melihat mu bahagia setelah dia menyia-nyiakan kamu."
"Hmmmmmm..."
"Ayo semangat!" Seru Putri dengan suara lantang lalu segera memeluk erat tubuh sang sahabat.
"Kenapa tidak mengajak Jinan?" Tanya Deria.
"Dia lagi sibuk banget, banyak proyek baru katanya."
"Lalu, apa kamu tidak sibuk?"
"Aku bisa pergi kemana aja sesuka hati aku, pekerjaan aku bisa diatur sesuai keinginan ku." Jelas Putri dengan senyuman penuh dengan rasa bangga.
"Ooooo, dasar sombong!"
"Ya mau gimana lagi, kan emang faktanya gituh!" Cetus Putri dengan penuh rasa angkuh.
"Ciih!" Cetus Deria yang mencoba melepaskan tubuhnya dari pelukan Putri.
"Hiduplah bahagia, aku dan Talia akan selalu ada buat kamu. Aku mencintaimu!" Ujar Putri manja dan bukannya melepaskan Deria, ia justru semakin mengeratkan pelukannya.
~~
(Semakin aku pikirkan, semakin membuat aku gila dan berantakan! Haiiiiiish) Teriak hati Anand yang terlihat begitu kesal pada dirinya sendiri.
Anand duduk di kursi kerjanya dengan mata yang menatap langit-langit kantor dan tangan kiri yang asik memutar-mutar bolpen biru miliknya.
Suara pintu yang dibuka dari luar membuat ingatan Anand buyar seketika, matanya sejenak menoleh kearah Dariel yang perlahan memasuki ruangan lalu duduk di meja kerjanya.
"Apa kamu masih ada jadwal operasi sore ini?" Tanya Dariel membuka pembicaraan setelah keduanya saling diam-diaman.
"Kosong!" Jawab Anand singkat padat dan ketus.
"Shift malam?" Dariel kembali mengajukan pertanyaan.
"Kagak!" Jawab Anand.
"Kenapa belum pulang?"
"Apa kamu enek melihat wajah ku?"
"Bukan begit..."
"Atau kamu mengusir aku?"
"Dokter Anand jangan salah paham, aku hanya bertanya, itu saja. Jika kamu tidak ingin menjawab ya udah nggak usah di jawab."
"Sebenarnya apa sih masalah mu sama aku?"
"Ya aku hanya mencoba membangun komunikasi antara rekan kerja."
"Aku bukan rekan kerja mu!"
"Apa kamu begitu membenci kedatangan ku? Aku sama sekali tidak merebut posisi mu di rumah sakit ini, aku partner mu bukan saingan mu!" Tegas Dariel yang mulai terlihat kesal dengan sikap dan cara Anand memperlakukan dirinya.
"Aku hanya tidak suka bergaul sama orang baru, jadi ini bukan salah mu, tapi memang aku begini orangnya." Jelas Anand lalu bangkit dari kursinya.
"Aku tidak paham!"
"Tidak usah dipahami! Aku pulang!" Tegas Anand lalu beranjak keluar dari ruangan tersebut dengan rasa kesal dan marah pada dirinya sendiri.
Dia tidak membenci keberadaan Dariel hanya saja ia sedang bergulat dengan dirinya sendiri sehingga Dariel menjadi sasaran kemarahannya hanya karena ia pernah melihat Dariel yang terlihat dekat dengan Deria.
~~