Di bawah lampu kerlap-kerlip euforia club, Rane, si Single Mom terpaksa menjalankan profesi sebagai penari striptis dengan hati terluka, demi membiayai sang anak yang mengidap sakit jantung.
Di antara perjuangannya, kekasih yang dulu meninggalkan dirinya saat hamil, memohon untuk kembali.
Jika saat ini, Billy begitu ngotot ingin merajut asmara, lantas mengapa dulu pria itu meninggalkannya dengan goresan berjuta luka di hatinya?
Akankah Rane menerima kembali Billy yang sudah berkeluarga, atau memilih cinta baru dari pria Mafia yang merupakan ipar Billy?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon malkist, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
"Bitch, siapa nama mu?"
Sapaan menohok dari Devon, menyadarkan Rane dari masa lalu.
"R--Rose." Rane berbohong ke Devon. Ia juga menyamarkan suaranya agar tak di kenali Billy.
"Menari lah untuk ku."
Billy mendengus ke Devon mendengar perintah itu.
"Baik, Tuan!"
Ini demi anak mu, Rane. Jangan mundur hanya karena ada pria brengsek yang pernah meninggalkan mu bertunangan di kala itu.
"Get out!" Tiba-tiba saja, Billy membentak mengagetkan semuanya. "Kalau kau ingin selamat, maka keluar sekarang! Keluar, Brengsek!"
Rane terkesiap luar biasa diteriaki demikian. Billy juga menodongnya senjata. Menelan ludah takut, Rane mengingat perkataan pelayan yang memperingatkan tadi. Ternyata, Billy lah yang membawa senjata api. Seram sekali. Dulu, Rane hanya mengenal pria itu dengan kelembutan dan penuh kasih sayang untuk nya. Makanya, Rane sampai shock luar biasa melihat sisi lain dari Billy.
"Hei, kau terlalu berlebihan." Devon mengambil santai senjata Billy.
"Kau tak paham, Devon."
"Hahaha... Come on, Bil. Sia tidak ada di sini menyaksikan kita happy-happy."
Sia? Apa dia istri Billy yang bertunangan di kala itu?
Ah, kenapa juga harus penasaran.
"Usir dia pokoknya. Dan segera selesaikan apa yang membuat kita di sini!"
Billy tak mau di bantah. Mata dan bibir bitch itu melukai nya. Entah hanya berhalusinasi melihat kemiripan Rane atau ia benar-benar putus asa menyamakan gadis spesial nya dengan wanita jal4ng.
"Baik lah, Tuan Billy. Mari kita selesaikan dengan cepat." Tuan Albert menenangkan. Devon yang mata buaya, kecewa karena sikap Billy.
"Kau boleh keluar. Eh, tapi jangan jauh-jauh dari pintu. Setelah kami selesai, aku membutuhkan hiburan mu."
Billy langsung mendelik malas ke Devon. "Terserah kau mau apa setelah aku pergi," dengus nya jengkel.
Devon terkekeh geli. "Kau selalu pemarah. Jantung mu bisa kumat nanti."
Deg ...
Jantung?
Billy benar benar biang masalah. Bisa-bisanya mewariskan penyakit genetik nya ke Dandelion.
"Permisi, Tuan-tuan." Rane izin undur diri dengan takzim meski tak ditanggapi.
Ia berjalan keluar dan benar-benar menunggu di depan pintu VVIP itu. Bukan karena Billy, melainkan untuk Dandelion yang membutuhkan pembiayaan.
Tes ...
"Air mata sialan."
Jatuh tak tau diri dan lagi lagi teringat di saat Billy memutuskan hubungan secara mendadak di kala itu.
"Billy, akhir-akhir ini, kau jarang berkunjung kemari. Ada hal yang ingin ku bicarakan."
Kedatangan Billy, langsung disambut oleh senyum manis Rane. Tiga bulan akhir ini setelah mereka berbagi kehangatan di kasur bersama, Billy jarang datang ke apartemen.
Billy mengelus lembut kepala itu, sembari membalas senyuman Rane dengan pergerakan sedikit canggung yang dirasakan Rane.
"Ayo duduk. Aku juga punya sesuatu yang ingin ku sampaikan."
Billy menarik tangan itu duduk ke kursi.
"Wajah mu nampak tegang. Ada masalah?"
Pertanyaan Rane dibalas anggukan Billy. "Eum, masalah serius."
"Katakan, aku akan membantu jika aku bisa." Rane jadi penasaran.
"Mari berpisah, Rane."
Deg...
"Ber-berpisah?" Rane mengulang dengan suara terbata nan bergetar. "Kau bercanda kan, Bil? Ah, iya. Ini adalah hari ulang tahun ku. Kau pasti ngeprank aku. Hahahaha, lucu. By the way, apa yang kau siapkan di luar apartemen?"
Rane tak percaya, hendak bangkit, tapi tangan nya di tahan Billy. "Aku tidak bercanda. Ini adalah hari terakhir ku berkunjung kemari."
Pernyataan itu bagai batu besar menghantam keras hati Rane.
Kok, diputuskan sesakit ini?
"A-a-apa aku punya salah yang tak sengaja ku lakukan? Katakan, aku akan memperbaiki nya. Tapi tolong, jangan meninggalkan ku. Kau tau kan, aku hanya punya kamu seorang di dunia ini."
Billy memalingkan kepala nya ke samping, tak kuasa menatap mata mengiba Rane yang saat ini bersimpuh di hadapan duduk nya dengan tangan lembut itu menggenggam tangan nya erat.
"Kau tidak punya salah. Bangun lah, Rane. Kau tak pantas bersimpuh."
Rane menggeleng menolak bangkit. "Jika aku tidak melakukan kesalahan, lalu kenapa kau ingin meninggalkan ku?" tuntutnya ingin mengetahui penyebab kata perpisahan yang teramat melukai nya.
"Billy, kau tau kan aku sangat mencintaimu?" tambah nya membuat Billy terenyuh.
"Aku tau. Tapi, orang tua ku akan mengirim ku keluar negeri untuk melanjutkan S2 ku."
Jadi, LDR penyebab nya.
"Aku akan setia menunggu mu. Percaya lah, aku sanggup bertahan. Kau tau kesetiaan ku melebihi apapun." Rane tersenyum agar bisa meyakinkan Billy. Genggaman nya kian mengerat seolah olah takut terlepas.
"Rane, tapi aku tidak bisa!"
Hati Rane luluh lantak mendengar nya.
Karena Rane menolak bangkit dari hadapannya, Billy yang mengalah dengan cara beranjak dari kursi.
Pemilik hati yang terluka itu, hanya bisa menunduk dalam dengan tetesan air mata jernih bak embun jatuh ke pangkuan. Ia memandang samar telapak nya di mana tangan Billy barusan lepas dengan paksa.
"Bagaimana dengan semua janji mu, Billy?" Rane menagih. Kepolosan serta kebodohannya terlalu naif menelan mentah-mentah semua kata kata manis pria yang ia pikir adalah dunia keduanya.
"Maafkan aku, Rane."
Hanya itu yang bisa dikatakan Billy dengan suara bergetar pun.
Pria itu melangkah ke arah pintu, tapi kembali berbalik. "Apartemen ini sudah ku balik namakan atas namamu. Akan ada notaris dan pengelola mendatangi mu. Dan ini..." Billy menaruh sebuah kartu di atas bupet, di sebelah foto yang berpose tawa bahagia bersama. Lamat-lamat, Billy memandang figura itu. "Sebagai kompensasi dari ku. Meski tidak terlalu banyak, kini seluruh tabungan ku menjadi milik mu. Pin nya adalah tanggal dan tahun lahir mu. Maaf sekali lagi, Rane. Aku lalai dengan janji ku."
Billy menutup foto ceria mereka, sebagai tanda cerita mereka pun, telah usai sudah.
Beriringan pintu tertutup, tangis Rane langsung pecah. Dadanya yang sesak ia pukul-pukul berharap ada kelegaan di dalam sana.
Rane tidak membutuhkan kompensasi, tapi ia ingin Billy di sisi nya dan mengukir kisah manis pahit nya bersama.
Lagi, ia ditinggal oleh orang terkasih. Sungguh sangat menyedihkan nasibnya ini.
Karena perpisahan yang tiba-tiba itu, Rane sempat melupakan kabar kehamilan nya yang harus ia sampaikan ke Billy.
"Billy!" Rane bangkit keluar. Di belokan menuju lift, ia masih menangkap sekilas siluet yang selama ini mewarnai hidup nya.
"Billy... Billy! Tunggu, please. Dengarkan aku ___ Billy!"
Dengan cepat, Rane berlari hendak menekan tombol lift dari luar agar terbuka. Namun, Billy seperti sengaja menekan lebih dahulu tombol dari dalam. Jelas terlihat menghindar karena sebelum pintu besi itu tertutup rapat, eye contacts sempat terjadi.
Rane berakhir luruh di hadapan lift. Merutuki dirinya yang selama ini terlalu buta dengan cinta besar yang ia miliki.
Ternyata, hanya ia kah yang jatuh cinta?
***
Dua Minggu berlalu, selama itu juga, Rane belum mendapat kesempatan menyampaikan kabar kehamilan nya ke Billy.
Pria itu benar-benar menghilang bak ditelan bumi. Semua jalan komunikasi sudah diblokir oleh Billy.
Padahal, Rane sangat berharap, Billy akan berubah pikiran setelah mengetahui ada janin mereka yang tumbuh di dalam perut nya.
"Hei, lamun terus. Ada masalah?"
Ditepuk punggung nya dari belakang membuat Rane menoleh kaget melalui pantulan cermin.
Rane menggeleng seraya tersenyum paksa ke sahabat nya, Ivana.
"Ayo, nanti para tamu masuk sebelum kita ."
Ivana gegas menarik tangan Rane meninggalkan toilet hotel. Mereka di sana bukan sebagai tamu, melainkan bekerja separuh waktu sebagai waiters tambahan karena akan ada acara pertunangan mewah.
Demi kelangsungan hidup, mereka rela mengejarkan job apapun selagi halal.
Sebelum mulai bekerja, mereka di brifing bersama sederetan waiters lain nya.
"Job kali ini akan menghasilkan uang banyak. Acara nya gedean, Cuy."
"Sssst..." Rane tidak mau Ivana ditegur karena kurang fokus mendengarkan arahan leader di depan.
"Utamakan attitude dan keramahan. Ayo, mulai."
Rane dan Ivana serta yang lainnya segera masuk ke ballroom yang sejati nya belum ada tamu kecuali para penanggung jawab acara.
Tadinya iseng sekilas membaca banner yang terpampang di lewatinya. Tapi, sadar nama yang tertulis di sana nampak tak asing, Rane spontan menghentikan dan membalik langkah membaca lamat-lamat nama seseorang.
"Hah? Bi-Billy." Rane membekap mulut nya yang shock ternganga setelah yakin nama dan foto mempelai pria itu benar-benar orang yang teramat di kenali nya.
Alih-alih masuk ke ballroom, Rane justru mengambil jalan berlawanan tanpa diketahui oleh Ivana dan rekan kerja lain nya.
Langkahnya gontai seperti tak bernyawa dengan sorot mata yang kosong.
Sedih, marah, sakit hati dan kecewa berat menyergap perasaan nya yang telah dibohongi oleh Billy. Katanya saja akan keluar negeri melanjutkan S2. Nyatanya, kebohongan besar.
Bugh...
"Ma-maaf, Tuan__"
Rane tercekat. Orang yang ia tabrak di lobby itu adalah Billy.
"Rane..." Suara Billy kecil nyaris tak terdengar.
Mereka saling tatap dengan makna yang mendalam.
"Selamat atas pertunangan mu." Bibir Rane tersenyum getir mengungkapkan untaian yang biasanya menyenangkan bagi mempelai, tapi sungguh menggores hati nya yang dulu pernah dijanjikan kehidupan bersama.
"Rane, aku bisa menjelaskannya. Ikut aku__" Billy tertegun karena tangan Rane yang hendak ia genggam, malah menghindar mundur. "Rane, please. Aku punya alasannya."
"Sayang..." Sekonyong-konyong nya, ada sosok wanita yang sudah didandani secantik putri, bergaun senada dengan toxedo Billy, bergelayut manja di lengan kekar berotot itu.
Bagai langit dan bumi perbedaan mereka. Rane insecure sendiri melihat wanita pilihan Billy yang cantik elegan. Kini, mata Rane baru terbuka lebar kalau Billy cuma mempermainkannya. Toh, ia ini wanita sebatang kara yang tak punya apa apa untuk dianggap serius.
Miris sekali diri nya.
"Ayo, katanya mau lihat ballroom sebelum para tamu datang."
Tes...
"Ah, mata sialan."
Rane yang tersadar dari lamunan pahit nya, merasa dejavu dengan umpatan akan air mata luka yang sama saat itu.
kasihan rane nanti