NovelToon NovelToon
THE MAIN CHARACTER IS ME

THE MAIN CHARACTER IS ME

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Cinta setelah menikah / Nikah Kontrak / Percintaan Konglomerat / Cinta Paksa
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: lightfury799

Sinopsis

Seorang antagonis dalam sebuah cerita atau kehidupan seseorang pasti akan selalu ada. Sama halnya dengan kisah percintaan antara Elvis dan Loretta. Quella menjadi seorang antagonis bercerita itu atau bisa dikatakan selalu menjadi pengganggu di hubungan mereka.

Di satu sisi yang lain Quella ternyata sudah memiliki seorang suami yang dikenal sebagai CEO dari Parvez Company.

Tentu sangatlah terkesan aneh mengingat status Quella yang ternyata sudah memiliki seorang suami tapi masih mengejar laki-laki lain.

•••••

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lightfury799, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 13

Memarkirkan sepeda motor yang dikendarai olehnya di parkiran rumah sakit. Quella turun dengan wajah cemberut di wajahnya. Elvis bersikap biasa, seperti tidak ada yang terjadi apapun.

"Lihat rambutku," gerutu Quella setelah melepas helm yang dirinya pakai, dan melemparnya begitu saja kepada Elvis

Elvis menangkap helm itu, menatap kearah Quella yang langsung membuatnya terbahak lucu. "Hahaha.... haha... rambutmu seperti singa yang baru bangun tidur," ledek Elvis yang tidak tahan melihat pemandangan langka ini, mungkin akan dirinya ingat momen langka ini, agar bisa meledak Quella sesuka hati nantinya.

Quella memang selalu tampil sempurna, walaupun itu padanya. Jadi ini merupakan sebuah kesempatan melihat Quella yang tidak rapih, karena rambutnya. Bahkan Elvis masih ingat dengan jelas, Quella tidak akan mau pergi sekolah jika bajunya kusut sedikit saja, atau tataan rambutnya tidak sesuai kriterianya.

"Ih.... ini salah mu tau. Aku kan sudah katakan pakai taksi saja saat tadi, rambutku jelek sekali," protes Quella merasa jengkel karena suara tawa dari Elvis padanya.

Elvis menghentikan tawanya. Tangannya terulur merapihkan rambut Quella. "Iya maaf... Sini aku bantu," Elvis begitu fokus menata kembali rambut hitam legam Quella.

Mendapati perilaku yang begitu sweet dari Elvis, berhasil membuat Quella merasa tidak bisa bernapas, dikarenakan perlakuan Elvis membuat hatinya berdegup kencang.

Apalagi mereka begitu sangat dekat, sedikit membuatnya gugup saja. Quella bisa merasakan hembusan napas Elvis, tanpa disadari olehnya warnah merah di pipinya mulai memancarkan keluar

Elvis mengerutkan dahinya heran, saat melihat pipi Quella yang memerah. "Apa matahari membuat wajahmu terbakar?" Elvis menyentuh wajah Quella dengan perlahan untuk memastikan.

Semakin gugup akan yang dilakukan Elvis, Quella repleks mendorong tubuh Elvis dengan kedua tangannya. "Iya semua gara-gara dirimu," ucap Quella beralasan menutupi rasa malunya, bahkan sampai tidak berani untuk saling bertatap dengan Elvis lagi.

Bukannya membuat dirinya percaya, Elvis merasa Quella semakin tidak baik-baik saja. "Tapi wajahmu semakin memerah," ucap Elvis yang khawatir, jika terjadi sesuatu. "Jika tau begini, aku akan membawa mobil saja," Elvis merasa menyesal, Quella memang terkadang terlalu sensitif terhadap sesuatu.

Quella rasa-rasa ingin menjitak keras kepala Elvis saja. 'Dasar tidak peka,' gerutu Quella di dalam hatinya. Saat Elvis akan mendekat, dirinya langsung saja berbalik dan beranjak, mengabaikan teriakan dari Elvis padanya.

"Quella tunggu," ujar Elvis yang dibuat bingung karena Quella pergi begitu saja, tanpa mengajaknya.

°°°°°

Di tempat yang lain di sebuah ruangan mension Parvez yang begitu indah. Alina menatap tajam ke arah putranya setelah mengintrogasi dengan berbagai macam pertanyaan yang bertubi-tubi.

Awalnya Alina akan membicarakan hal ini saat mereka berada di restoran tadi restoran tadi. Namun Zafran menentang dirinya merasa hal itu tidaklah pantas untuk dibahas di tempat umum. Alina juga menyetujuinya karena merasa tidak bisa leluasa untuk berbicara.

Sekarang dirinya dibuat marah saat sudah mengetahui hal yang sudah dilakukan oleh Xaver.

Xaver awalnya hanya diam tidak mau mengatakan apa yang sudah dilakukannya. Tapi karena terbiasa tidak pernah berbohong pada ibunya, membuat Xaver akhirnya mengatakan semua secara gamblang, bahkan tidak ada yang ditutupi olehnya, tentang perbuatannya saat kemarin malam.

"Xaver, apa kamu bodoh?" Alina bertanya dengan begitu sarkas.

Tidak langsung menjawabnya, Xaver diam sejenak. "Aku menginginkannya ibu," tanpa ragu Xaver katakan dengan pelan, tapi masih bisa didengar oleh kedua orang tuanya.

Alina menghembuskan nafasnya pelan. "Tapi Xaver, cara yang kamu lakukan sangatlah keterlaluan," ucap Alina dengan sedih, bahkan merasa miris. "Kamu lihat kan dengan kedua matamu. Apa yang sudah kamu perbuat mengakibatkan Owira masuk ke dalam rumah sakit?" Alina merasakan kepala sakit sekarang.

Tangannya menyentuh pangkal hidungnya, akan kelakuan putranya kali ini. Biasanya Xaver jarang sekali bertingkah seperti ini, tapi entah angin dari mana membuatnya melakukan hal gila.

Xaver dibuat bungkam apa yang dikatakan ibunya. Dirinya memang tidak memperkirakan bahwa kejadian itu membuat owira masuk ke rumah sakit. Kejadian itu benar-benar di luar dari perkiraannya, rencana awalnya hanya ingin membuat Quella dalam posisi terjebak.

Melihat putranya yang hanya diam seperti tidak terjadi apapun, sedikit membuatnya geram. "Xaver kamu tidak butakan, Quella yang menjadi korbannya?" tanya Alina serius, matanya menatap tajam pada putranya.

Xaver hanya dapat membungkam mulutnya. Hanya mendengarkan semua omelan dan kemarahan dari ibunya. Sedangkan ayahnya hanya melihat dan menikmati secangkir teh hangat.

"Ibu tanya padamu sekarang. Apa perbuatanmu menghasilkan sesuatu?" Alina merasa kesabarannya menipis. "TIDAK KAN, Quella bahkan jelas-jelas menolakmu, dan membenci mu sekarang."

Zafran meletakkan cangkir tehnya, tangannya akan menyentuh pundak istrinya. "Sayang...," Zafran yang sedari tadi diam, berniat membantu untuk meredam amarah Alina yang semakin meluap.

"DIAM, JANGAN IKUT CAMPUR," Alina menatap garang kepada Zafran yang berniat menghentikannya. Dirinya langsung menepis tangan Zafran.

Xaver menghembuskan napasnya perlahan, diam sejenak sebelum menjawab, mengangkat bahunya pelan. "Aku ingin menikah, tapi dengan syarat harus Quella bukan yang lain," ucap Xaver yang berdiri dari sofa, ingin menyudahi percakapan ini, dan mulai istirahat di kamar tidurnya. Perdebatan ini tidak akan pernah ada habisnya.

"Walaupun Quella membenci ku, atau apapun itu. Aku akan menerimanya dan menanggung resikonya, jadi aku mohon jangan perdebatan lagi hal ini," ucap Xaver yang lelah, dan khawatir akan kesehatan ibunya yang sedari tadi marah-marah.

"Sudah dulu, aku ingin istirahat," pamit Xaver yang kemudian berjalan menjauh dari kedua orangtuanya. Berpura-pura menulikan telinganya akan panggilan dari ibunya itu.

"Xaver... Xaver...," teriak Alina yang merasa percakapan mereka belumlah selesai, tapi putranya itu malah pergi begitu saja.

"Sayang, sudah jangan berteriak," Zafran berusaha untuk mengehentikan kegaduhan yang dilakukan istri cantiknya ini.

"Tapi Zaf," Alina masih belum terima.

"Sudah dengarkan aku dulu," ucap Zafran meminta untuk Alina melihat kearahnya, tangannya mengelus rambut dan dahi Alina agar bisa tenang.

"Oke aku dengarkan, dan apa itu?" Alina berusaha mengendalikan emosinya saat ini, dirinya memegang tangan Zafran, dan mulai memusatkan semua perhatiannya.

"Bukankah ini berita baik, Xaver sendiri yang berkata ingin menikah. Sebaiknya kita turuti keinginannya, dan lagi pula Xaver sejak dulu tidak tertarik dengan wanita manapun, dan sekarang jelas-jelas Xaver menyukai Quella. Menurutku sebaiknya kita kabulkan saja, dan terima dengan baik permintaannya."

Jelas Zafran panjang, karena menurutnya ini momen yang sangatlah langka putranya mau menikah. Jadi sebagai ayahnya Zafran tentu ingin mendukungnya, dan lagi pula memang sudah waktunya Xaver untuk membangun keluarga kecil sendiri.

"Tapi sayang, aku kurang setuju. Rasa-rasanya Xaver hanya ingin bermain-main saja," ucap Alina yang sangat-sangat tidak menyetujui rencana dari Xaver.

Bukan tanpa sebab atau bagaimana, Alina merasa Xaver hanya akan merasa kecewa. Apalagi saat Alina tau, Xaver melakukan cara licik untuk bisa mendapatkan Quella. Tentu itu bukanlah awal yang baik, untuk memulai hubungan bersama seseorang.

"Sepertinya itu hanya ketakutanmu semata, yah walaupun aku juga tidak melihat keseriusan di wajah Xaver. Hanya saja perasaanku yakin, bahwasanya Xaver memang menginginkan Quella sebagai pasangan hidupnya," ucap Zafran menyakinkan kembali istrinya ini. Tanganya mengelus pipi Alina dengan lembut.

Dirinya paham akan kekhawatiran Alina, sama halnya dengan istrinya. Zafran tentu tidak ingin pernikahan anaknya hancur berantakan, atau berakhir menjadi perceraian. Apalagi di keluarga besar Parvez tidak ada yang namanya perpisahan bagi pasangan yang sudah menikah.

"Tapi rasa-rasanya Xaver hanya terobsesi saja," keluh Alina kembali.

"Hey... Lihat sini walaupun Xaver hanya terobsesi atau apapun itu. Yakinlah bahwa Parvez hanya akan memiliki satu pasangan dalam hidupnya," Zafran mengingatkan kembali, agar Alina sadar bahwa putranya bukanlah dari keluarga kalangan biasa.

Alina menganggukkan kepalanya, seolah baru teringat. "Jika kamu sudah berkata begitu, aku bisa apa? Dan lagi pula, sejak kapan Parvez melakukan cara baik untuk mendapatkan pasangan hidupnya," ledek Alina sekaligus menyindir Zafran.

"Ha... Haha... Hahahh.....," Zafran tertawa karena Alina sepertinya masih dendam mengingat caranya untuk bisa mendapatkan Alina saat dulu.

"Sudah ya, jangan marah. Aku semakin mencintaimu saja," Zafran memeluk Alina dengan erat, dan memberikan kecupan di dahi istrinya.

"Sepertinya sia-sia saja aku khawatir," gumam Alina, hanya saja hatinya masih resah. Dirinya takut Xaver akan melakukan cara gila lagi, untuk membuat Quella agar mau menjadi milik Xaver.

°°°°°

Tersenyum tipis karena omannya yang telah siuman. Quella sangatlah bersyukur, Omanya sekarang sedang makan dengan sedikit-sedikit. Walaupun omannya masih memberikan sikap dingin padanya. Tapi itu tidaklah penting, yang Quella inginkan hanya kesembuhan omannya untuk saat ini.

"Elvis, Yuren bisa kalian keluar dulu. Oma ingin berbicara dengan cucu kesayangan oma," Owira mengusir pelan orang-orang yang ada di ruangan, dirinya ingin segera berbicara dengan Quella.

"Baik nyonya," Yuren menganggukan kepalanya menuruti keinginan dari nyonyanya.

"Ya sudah, sekalian saja, aku pamit untuk pulang. Oma sehat-sehat ya. Biar nanti bisa menghadiri acara pernikahan ku," ucap Elvis tersenyum lebar, ia berharap Owira dapat sembuh dan tetap semangat.

Owira tersenyum kecil untuk menanggapi. "Iya Oma pasti akan datang," ucap Owira senang, dirinya memang sudah menganggap Elvis sebagai cucunya sendiri.

"Quella aku pulang dulu," tidak Elvis berpamitan pada Quella.

"Iya terimakasih atas tumpangannya tadi. Hati-hati di jalan, Yuren antarkan Elvis kedepan," ucap Quella tersenyum manis saat mengatakan itu, karena tidak sengaja mengingat momen nya tadi bersama Elvis.

Owira tentu melihat hal itu, betapa jelasnya Quella jatuh cinta dengan Elvis. Namun sayangnya Elvis jelas-jelas tidak memiliki perasaan apapun pada cucunya. 'Malang sekali,' batin Owira berkata.

"Ya sampai jumpa," seru Elvis yang berjalan keluar ruangan, yang diikuti oleh Yuren dari arah belakang.

Suara pintu yang sudah tertutup, tidak membuat keduanya langsung berbicara. Sebaliknya malah terjadi keheningan diantara mereka. Owira diam sejenak, tidak langsung ingin segera mengatakannya permasalahan baru mereka.

Quella menghembuskan napasnya pelan, mulai mendekat dan duduk di samping ranjang omanya. "Oma," Quella menyentuh tangan omannya.

Mendengar suara panggilan dari cucunya, membuat Owira tidak bisa untuk menutupinya. Tubuhnya terasa semakin lemah. "Quella, oma tau kamu sudah dewasa, dan dapat menentukan. Oma tidak akan bertanya-tanya mengenai apa kamu melakukan sesuatu dengan Xaver. Oma tidak akan memperdulikannya. Hanya saja oma harap kamu bisa menanggung dengan apa yang sudah terjadi," Owira berucap mengatakan bahwa dirinya merasa sudah menyerah.

Menyentuh sisi pipi cucunya, hati Owira merasakan sebuah penyesalan karena sudah menampar pipi Quella. "Maaf telah menamparmu. Oma gagal sebagai pengganti orangtua mu, andai kata kecelakaan itu tidak terjadi. Mungkin beban dari Queez Hotel tidak akan berada di pundak kecil mu itu," Owira terus mengelus pipi Quella dengan lembut.

"Tidak Oma. Jangan minta maaf, Oma sudah sangat baik merawat ku," Quella dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Aku janji Queez Hotel akan tetap ada, oma tenang yaa...., jangan pikirkan apapun," ujar Quella dengan optimis tinggi. "Aku pastikan bahwa Queez Hotel akan berada di tempatnya lagi."

Owira hanya tersenyum tipis untuk menanggapinya. Padahal dirinya sudah tau, bahwa kehancuran dari Queez Hotel ada di depan mata mereka. Apalagi dirinya sudah mendapatkan informasi mengenai sebuah rekaman video Quella yang meminta pelayan, untuk memberikan minuman untuk menjebak Xaver.

Walaupun tidak ada pesan ancaman di nomor kiriman itu, Owira sadar bahwa itu secara tidak langsung akan merusak citra Quella lagi dan lagi, dan membuat Queez Hotel mendapatkan imbasnya.

"Ya oma harap, kamu juga bertanggung jawab mengenai rekaman video ini," Owira menyerahkan sebuah handphone, agar Quella melihat tayangan itu.

Menutup mulutnya, Quella terkejut saat melihat tayangan itu. Tangannya bergetar, bahkan suaranya dalam video itu terdengar jelas. Hatinya terus berdetak kencang, tapi sayangnya dahinya mengernyit saat mendengar kata Xaver yang diucapkan oleh mulutnya. Dirinya merasa aneh, karena dalam ingatannya dirinya merencanakan itu untuk menjebak Elvis bukan Xaver.

"Oma siapa yang mengirimkan rekaman video itu?" ucap Quella matanya jelas terlihat shock setelah melihatnya.

"Entah, oma tidak tau, yang jelas jika rekaman video ini terpublikasikan tidak ada harapan lagi untuk Queez Hotel," Owira menggelengkan kepalanya tidak tau, rasa-rasanya kepala berdenyut nyeri. "Aduh...," seru Owira kesakitan sambil menyentuh kepalanya.

"Oma....," Quella repleks berdiri, memegang pundak omanya dengan khwatir.

"Aw... Quella kepala oma sakit sekali, agrh...," Owira merasa sakit hebat di kepalanya, dan kemudian merambat ke dadanya. Dirinya merasa sesak untuk bernapas.

"Oma... oma...," Quella segera menekan tombol untuk memanggil petugas medis.

Tanpa menunggu waktu yang lama, pintu ruang rawat terbuka. Petugas medis dengan cepat meminta untuk keluarga pasien menunggu di luar. "Maaf nona kami harap anda menunggu di luar terlebih dahulu," ucap salah satu petugas, menggiring Quella agar berjalan keluar.

"Tapi oma...," Quella berjalan dengan arah pandangnya terus melihat ke arah belakang.

"Percayakan pada kami, dan berdoalah untuk kesembuhannya," ucap petugas itu, yang kemudian menutup pintu kamar inap Owira.

Tangan Quella bergetar takut, lututnya lemas, dadanya merasa sesak. Membayangkan kemungkinan terburuk, Omanya pergi meninggalkan dirinya. "Tidak...., itu tidak boleh terjadi," Quella menggelengkan kepalanya cepat.

"Nona muda...," Yuren segera berlari dan menopang berat tubuh Quella yang hampir akan jatuh.

"Yuren, oma yuren...," seru Quella dengan sedih, dirinya tidak akan memiliki siapapun lagi. Jika omannya pergi.

"Nona sebaiknya kita duduk dulu," Yuren membawa Quella agar duduk di kursi yang di sediakan.

Yuren diam tidak mengatakannya apapun, sampai akhirnya Quella berdiri dengan tiba-tiba.

Quella memejamkan matanya, memikirkan semua kejadian yang telah terjadi. Semuanya  yang menyebabkan Omanya seperti ini. Quella mengepalkan tangannya kuat, saat terlintas satu orang yang menyebabkan semua ini. Tapi di satu sisi, hanya orang itu yang dapat membantunya.

"Yuren, sementara jaga oma. Aku akan bertemu seseorang yang bisa menyelesaikan ini semua," ucap Quella dengan pelan, tapi nada suaranya terdengar terdapat sebuah kebencian di dalamnya.

Quella langsung beranjak, dirinya kali ini tidak bodoh. Membawa tas dan handphone miliknya. Quella berjalan dengan tergesa-gesa menuju lift, mengabaikan teriakan dari Yuren, yang terus memanggilnya.

"Nona.... Tunggu... Nona saya harap, anda jangan gegabah dulu...," ucapan Yuren terhenti, dirinya terlambat karena pintu lift sudah tertutup dan bergerak menuju lantai bahwa.

"Say harap, anda akan baik-baik saja," gumam Yuren yang mengkhawatirkan Quella, pastinya akan selalu bertindak gegabah saat emosinya tidak terkendali.

Berjalan kembali ke depan pintu ruangan nyonyanya di rawat. Yuren menunggu dengan tenang, berdoa agar keadaan keluarga Grizelle akan baik-baik saja. Keluarga ini telah membantunya, jadi Yuren akan sangat merasa kehilangan jika Queez tidak bisa bangkit kembali.

•••••

TBC

JANGAN LUPA VOTE

1
@Biru791
mau lanjut gak nih thour
Ochi Mochi
sya sdahin aza bacanya sya kira ela sudah mulai suka sma xavir
Ochi Mochi
kpan ella sdar kok ini kayak gak ada harga dri y si lelaki.
Anggi Puspita
ada yg tau komik Serena ga...mirip bgt cerita nya..TPI ga mirip²kli sii cmn ada kesamaan
shaqila.A
halo kak, ka ini serius gantung gitu? padahal seru, aku pengen tau endingnya huhu
Alan
Teruslah menulis, ceritanya bikin penasaran thor!
Flynn
Author, aku jadi pengen jalan-jalan ke tempat yang kamu deskripsikan di cerita ini 😍
Hairunisa Sabila
Gak nyangka endingnya sekeren ini, terima kasih udah bikin aku senang!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!