NovelToon NovelToon
Tempus Amoris

Tempus Amoris

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: Uppa24

realita kehidupan seorang gadis yang dari kecil cacat akan kasih sayang yang sebenarnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uppa24, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

kesunyian di tengah makan bersama!!

Elvanzo yang melihat itu hanya tersenyum gembira yang mengisyaratkan ia sangat senang

Merekapun pergi dengan mery yang memperhatikan dari jauh sedari tadi

"Pantaslah gadis kaku itu tak tertarik , lihatlah dia " ujar mery yang tak menyangka bahwa gadis kaku itu teryata begitu dekat dengan dosen yang sangat di incar Mahasiswa di kampusnya namun, dengan muda gadis kaku itu mendapatkan pelakuan spesial dari elvanzo yang sangat di impi-impikan gadis kampus

...~||~...

“Kita makan dulu sebelum ke klinik,” ujar Elvanzo, memecah keheningan yang sedari tadi memenuhi mobilnya. Suaranya terdengar lembut, mencoba mencairkan suasana canggung yang menggantung di antara mereka.

Aluna, duduk di kursi dekatnya, hanya mengangguk kecil tanpa menoleh. Tatapannya terfokus pada pemandangan di luar jendela.

Elvanzo memutar setir, membawa mereka ke sebuah restoran kecil yang sudah sering ia kunjungi, tempat yang nyaman dengan suasana hangat dan jauh dari keramaian. Ia memarkir mobilnya, mematikan mesin, lalu menoleh ke Aluna. “Kita makan di sini, ya?” katanya pelan.

Aluna menoleh singkat dan kembali mengangguk sebagai tanda setuju.

Mereka masuk ke restoran itu, memilih meja dekat jendela besar yang memandang ke arah taman kecil di luar. Tempat itu sepi, hanya ada beberapa pengunjung yang tampak tenggelam dalam obrolan mereka.

Pelayan yang mengenali Elvanzo langsung menghampiri dengan senyum ramah. “Tuan, baru kali ini saya melihat Anda membawa seorang gadis,” katanya sambil melirik Aluna. “Nona, Anda sangat cantik. Rasanya seperti melihat Cinderella dan pangeran dari negeri dongeng.”

Elvanzo tersenyum kecil, sedikit tergagap mendengar komentar yang tiba-tiba itu. Ia berdeham pelan untuk menutupi rasa canggungnya. “Menu makanannya, tolong,” ujarnya, mengalihkan pembicaraan.

Aluna, yang sedari tadi diam, akhirnya membuka suara meskipun nadanya terdengar berat dan enggan. “Terima kasih,” katanya singkat kepada pelayan itu, berusaha menjaga sopan santun meski wajahnya menunjukkan ketidaknyamanan.

Pesanan mereka datang tak lama kemudian, dan keduanya mulai makan dalam diam. Denting alat makan yang menyentuh piring menjadi satu-satunya suara di antara mereka.

Di tengah makan, ponsel Elvanzo berbunyi, memecah keheningan. Ia memandang Aluna dengan tatapan meminta izin. “Bisa aku memotretmu? Yuri bertanya tentang keadaanmu,” katanya lembut.

Aluna menatapnya sekilas, lalu mengangguk kecil tanpa berkata apa-apa.

Elvanzo membuka kamera ponselnya, mengarahkan ke wajah Aluna dengan hati-hati. Ia memastikan foto itu tidak terlalu mencolok, cukup untuk meyakinkan Yuri bahwa adiknya baik-baik saja. Setelah memotretnya, Elvanzo mengetik pesan singkat:

“Adikmu sedang makan bersamaku. Tenanglah, dia baik-baik saja,” tulisnya sebelum mengirimkannya ke Yuri.

Ia menaruh ponselnya kembali di meja dan melanjutkan makan. Aluna tetap diam, sibuk dengan pikirannya sendiri. Setelah mereka selesai makan, Elvanzo mengangkat tangan untuk memanggil pelayan, membayar tagihan, lalu berdiri.

“Ayo, kita lanjut ke klinik,” katanya sambil berjalan menuju pintu keluar bersama Aluna.

Mereka masuk kembali ke mobil. Dalam perjalanan menuju klinik, Elvanzo melirik Aluna sesekali, memastikan ia baik-baik saja. Aluna duduk diam di kursi dekatnya, menatap kosong ke luar jendela, jarang bicara.

Tak terasa waktupun berlalu dan akhirnya mereka tujuan mereka telah dekat tak terasa Mobil berhenti perlahan di depan klinik. Aluna segera membuka pintu tanpa sepatah kata pun, melangkah keluar dengan gerakan ragu. Angin sore menjelang malam yang seharusnya menenangkan justru terasa berat, seperti membawa bebannya bersama setiap embusan. Ia terus berjalan masuk ke klinik, tanpa memandang ke belakang, meninggalkan Elvanzo yang masih mematikan mesin mobil sambil melirik sekilas ke arah gadis itu.

Yuri, yang sedang sibuk di meja resepsionis, mendongak ketika mendengar langkah Aluna. “Hah, sudah jam segini,” gumamnya sambil melirik jam dinding di atasnya. Ia segera melihat ke arah pintu, mencari sosok lain. “Elvanzo di mana?” tanyanya, mendapati hanya Aluna yang muncul.

Tanpa suara, Aluna melirik ke arah parkiran. Gerak kecil itu cukup bagi Yuri untuk memahami jawabannya. Tetapi perhatian Yuri dengan cepat tertuju pada wajah Aluna yang terlihat lelah, dan lebih dari itu—ada semburat merah samar di sekitar matanya, tanda bekas tangis yang masih tertinggal.

“Aluna, ada apa dengan matamu?” tanyanya lembut sambil mendekat.

“Oh, ini...” jawab Aluna, berusaha terdengar santai meskipun jelas ada keraguan dalam suaranya. “Aku hanya mengantuk sedikit, tadi siang agak membosankan di kampus.”

Namun, Yuri bukan orang yang bisa dibohongi begitu saja. Ia segera menggenggam tangan kecil Aluna dengan tegas tetapi lembut. “Aluna,” panggilnya pelan, tatapannya serius, “ada apa? Jangan tutupi apa pun dariku.”

Aluna terdiam. Ia menggigit bibir, mencoba menahan kata-kata yang ingin keluar. Tapi tatapan Yuri terlalu dalam, terlalu penuh kasih untuk diabaikan. Setelah hening beberapa saat, ia akhirnya berbisik pelan, “Balqiz... Navin...”

Hanya dua nama itu yang keluar, namun cukup untuk membuat Yuri mengerti segalanya. Wajahnya berubah lembut, dan ia menarik Aluna ke dalam pelukannya tanpa sepatah kata.

“Kau baik-baik saja, Aluna?” tanya Yuri dengan suara lembut di telinga gadis itu.

Pertanyaan sederhana itu seolah menjadi pemicu bagi Aluna. Tangis yang selama ini ia tahan pun pecah. Air matanya mengalir tanpa suara, membasahi bahu Yuri. Pundaknya bergetar dalam keheningan yang menyakitkan.

“Kau gadis yang kuat, adikku,” bisik Yuri, membelai rambut Aluna dengan penuh kasih. Ia tahu kata-kata tidak akan menghapus semua sakit yang dirasakan Aluna, tetapi setidaknya kehadirannya bisa menjadi penopang.

Dari luar ruangan, Alendrox memperhatikan dengan cermat. Ia melangkah masuk dengan langkah pelan, membawa segelas air dan beberapa tisu. “Tenangkan dirimu,” ucapnya singkat, nada suaranya pelan namun penuh kepedulian.

Di lorong, Elvanzo baru saja masuk ke klinik. Langkahnya terhenti saat mendengar suara isakan dari balik pintu. Raut wajahnya berubah khawatir. “Ada apa di dalam?” tanyanya setengah berbisik kepada Alendrox, yang segera mendekatinya.

“Ini hanya urusan keluarga,” jawab Alendrox tenang, tetapi tidak memberi penjelasan lebih lanjut. Ia memberi isyarat agar Elvanzo tidak mendekat.

Elvanzo menatap pintu itu lama, matanya menunjukkan kebingungan bercampur rasa ingin tahu, namun akhirnya ia mengangguk. “Baiklah. Kalau begitu, aku ke ruanganku dulu,” ujarnya sebelum berbalik pergi.

1
Lilovely
Mangat thor/Applaud/
Anonymous
semangat
Anonymous
aku suka banget ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!