S 3
Jangan boom like/lompat baca /nabung bab
Diusahakan baca setiap kali update. 🙏🙏🙏
_________________________________________
Kehadiranmu dalam Takdirku adalah bagian dari skenario Tuhan. Aku tidak marah atau bahkan balas dendam kepadamu. Sebab aku tahu betul sebelum hari ini kau pernah menjadi penyebab bahagiaku. Sekarang mungkin waktunya saja yang telah usai. Perihal lukaku ini biar menjadi tanggung jawabku sendiri, sebab dari awal aku yang terlalu dalam menempatkanmu di hatiku. Doaku semoga hari-harimu bahagia tanpa aku. Dengan siapapun kamu semoga dia adalah wanita yang bisa memahamimu, menyayangimu dan membuatmu bahagia lebih dari apa yang pernah aku berikan untukmu." ~ Elmira...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24. KE DESA
"Huh, akhirnya selesai juga." Ujar Farzan sembari menutup layar laptopnya. Karena Elmira yang meminta cuti beberapa hari membuatnya harus merevisi sendiri beberapa bagian berkas penting yang diperlukan untuk rapat Minggu depan. Ia mulai mengerjakannya dari sekarang agar tidak terlalu repot bila tiba waktunya.
Farzan meregangkan otot-ototnya sembari melirik kearah jam dinding, waktu sudah menunjukkan pukul 11 siang. Karena pekerjaannya sudah selesai iapun memutuskan untuk meninggalkan kantor.
Di perjalanan, Farzan terpikirkan untuk makan siang bersama Elmira. Iapun singgah disebuah restoran untuk memesan makanan dan akan membawanya ke rumah Elmira. Tak hanya ingin makan siang bersama, sejak semalam ia juga sudah menyusun kalimat untuk ia sampai pada wanita itu. Ah rasanya sudah tidak sabar untuk segera mengutarakan seluruh isi hatinya pada sang wanita pujaan.
Setelah membeli beberapa menu makanan, Farzan pun bergegas menuju rumah Elmira. Sepanjang jalan ia bersenandung pelan hingga akhirnya sampai ditempat tujuannya.
Beberapa kali Farzan mengetuk pintu sembari memanggil nama Elmira dan bu Sri namun, tidak ada sahutan dari dalam. Ia terus mencoba tapi hasilnya tetap sama. Hingga akhirnya salah seorang tetangga Elmira datang menghampirinya.
"Rumah ini kosong, gak ada orangnya." Ujar seorang wanita paruh baya yang nampak dari penampilannya hendak pergi ke pengajian.
"Kira-kira ibu tahu gak ya pemilik rumah ini pergi kemana?" Tanya Farzan dengan ekspresi tak sabar.
"Kemarin sekitar jam 5 sore, mbak Mira dan art nya pergi ke..." Ibu itu terdiam beberapa saat sambil mengingat kemana Elmira pergi. Kemarin sebelum pergi Elmira sempat memberitahu tapi ia lupa. "Oh iya, mbak Mira ikut ke desanya bu Sri. Katanya, anaknya Bu Sri sedang sakit." Ujarnya setelah berhasil mengingat.
"Terimakasih informasinya ya, Bu. Oh iya, ini ada sedikit makanan untuk ibu." Setelah memberikan makanan yang dibelinya untuk makan siang bersama Elmira kepada ibu tersebut, Farzan pun bergegas pergi. Tujuannya sekarang adalah mendatangi yayasan penyedia jasa art, untuk menanyakan alamat desa Bu Sri di sana.
Farzan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menerobos keramaian jalanan ibukota siang itu. Hari ini juga ia akan menyusul Elmira ke desanya bu Sri. Menunggu kepulangan Elmira mungkin akan memakan waktu hingga berhari-hari dan ia tidak bisa untuk menunggu. Kalimat yang sudah ia rangkai sedemikian harus ia ungkapkan segera pada Elmira.
.
.
.
Sementara itu di kota lain, tepatnya di kota Palembang. Bu Sri dan Elmira beristirahat di sebuah rumah makan yang tak jauh dari jembatan Ampera sembari menunggu jadwal keberangkatan ke desa. Menempuh perjalanan selama 15 jam dari Jakarta menggunakan bus cukup melelahkan bagi Elmira yang baru kali pertama melakukan perjalanan jauh.
"Ternyata desa ibu jauh juga," ujar Elmira sembari meliukkan tubuhnya yang terasa pegal-pegal. "Kira-kira berapa jam lagi kita sampai ke desa?" Tanyanya.
"Nanti kita berangkat pukul 1 siang dan memakan waktu sekitar 4 jam, dan kali ini kita naik transportasi air namanya speed boat." Jawab bu Sri.
"Apa?" Pekik Elmira terkejut. Dirinya yang tidak bisa berenang membuatnya seketika bergidik ngeri mengetahui jika perjalanan selanjutnya menggunakan transportasi air. "Kenapa harus naik speed boat, kenapa tidak naik bus atau travel saja, Bu?"
Bu Sri terkekeh, "Tidak ada jalan darat ke sana. Desa ibu itu terletak pada ketinggian berkisar antara 5-15 meter diatas
permukaan laut."
Elmira hanya bisa menghela nafas panjang. Sudah kepalang ikut dan ia harus melanjutkan hingga sampai tempat tujuan. Rasa takutnya terhadap air harus ia kalahkan dengan keinginan untuk menenangkan diri di alam pedesaan, terlebih desa Bu Sri terletak diatas permukaan laut. Pasti udaranya akan lebih jauh terasa segar.
Tepat pukul 1 siang, bu Sri dan Elmira pun berangkat menuju desa yang bernama kuala sugihan.
Desa yang secara administratif termasuk wilayah Kecamatan Muara Sugihan, Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Sebelumnya, Desa Kuala Sugihan merupakan bagian dari kecamatan Muara Padang, yaitu bagian dari dusun 7 desa Muara Padang.
Pada tahun 2006 wilayah ini dipersiapkan untuk menjadi desa otonom yang dipimpin oleh pejabat sementara hingga tahun 2008 yang ditandai dengan dilakukannya pemilihan kepala desa untuk pertama kalinya.
Desa Kuala Sugihan didiami oleh beberapa etnis dimana mayoritas berasal dari suku bugis, dan suku melayu yang berasal dari desa Jalur di Banyuasin, Sungsang dan ada beberapa etnis minoritas dari suku NTB, Jawa, dan Batak. Penduduk Kuala Sugihan semuanya memeluk agama Islam. Banyaknya suku yang tinggal di desa ini juga merefleksikan sejumlah bahasa sehari-hari yang dipergunakan warga, dimana mereka lebih memilih menggunakan bahasa sukunya ketika berkomunikasi dengan sesama sukunya, sementara dengan yang lain bahasa Indonesia menjadi penting di wilayah ini.
Sepanjang perjalanan, Elmira tampak tidak nyaman. Ia harus berpegangan kuat pada sandaran kursi penumpang didepannya agar tubuhnya tetap seimbang. Bodi speed boat yang beradu dengan permukaan air membuat seluruh penumpang tergoncang goncang. Namun, yang sudah terbiasa akan terlihat santai, seperti Bu Sri, wanita paruh baya itu nampak asyik mengedarkan pandangan sepanjang sungai-sungai kecil yang dilalui.
Pukul 5 sore akhirnya speed boat itu singgah diujung pelabuhan yang berupa jerambah kayu. Semua penumpang satu-persatu melompat ke ujung jembatan dari atas speed boat. Sungguh ini adalah pengalaman yang cukup memacu adrenalin bagi Elmira.
Tak lepas dari itu, mereka harus berjalan kaki pula sekitar 15 menit menuju rumah bu sri yang terletak diujung desa. Karena keseluruhan jalan desa yang terbuat dari balok kayu yang cukup tebal, sehingga tidak memungkinkan adanya kendaraan kecuali sepeda.
Sesampainya di rumah, Bu Sri langsung mengantarkan Elmira ke kamar kosong disebelah kamarnya untuk beristirahat. Meski tidak besar tapi terasa sejuk karena jendelanya mengarah ke laut.
Merebahkan tubuhnya diatas kasur lipat yang hanya muat 1 orang, Elmira memejamkan mata melepas lelah hingga akhirnya ia tertidur karena buaian angin laut yang masuk melalu jendela.
[Note: Desa Kuala Sugihan ini adalah tempat kelahiran author. Meski rumah-rumah diatas air tapi author tidak bisa berenang.🙈 Author keturunan dari suku Bugis, dulu orang tua merantau dari Sulawesi Selatan ke desa ini, jauh banget ya.🤭]
Yang baca dari mana aja nih? tulis dikolong komentar, yuk kita kenalan. 😁🙏🙏🙏