5 hari sebelum aku koma, ada sesuatu yang janggal telah terjadi, aneh nya aku tidak ingat apa pun.
__________________
"Celine, kau baik-baik saja?"
"Dia hilang ingatan!"
"Kasian, dia sangat depresi."
"Dia sering berhalusinasi."
__________________
Aku mendengar mereka berbicara tentang ku, sebenarnya apa yang terjadi? Dan aneh nya setelah aku bangun dari koma ku, banyak kejadian aneh yang membuat ku bergidik ketakutan.
Makhluk tak kasat mata itu muncul di sekitar ku, apa yang ia inginkan dari ku?
Mengapa makhluk itu melindungi ku?
Apakah ini ada hubungan nya dengan pria bermantel coklat yang ada di foto ku?
Aku harus menguak misteri ini!
___________________
Genre : Horror/Misteri, Romance
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maylani NR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ingatan saat itu (02)
Taman Hiburan, Pukul 10:00 Pagi...
Sesaat setelah melewati gerbang masuk, Celine langsung terpesona oleh pemandangan di sekelilingnya. Suara riang pengunjung yang bersorak dari berbagai wahana, aroma manis dari permen kapas yang beterbangan di udara, serta dentuman musik ceria dari speaker taman hiburan semakin membuat suasana terasa hidup.
Matanya berbinar penuh kegembiraan saat menoleh ke kanan dan kiri, menyerap setiap detail taman hiburan yang sudah lama ia impikan untuk dikunjungi.
"Waahhh! Briyon, lihat!" serunya sambil menunjuk ke kejauhan. "Ada Bianglala di sana! Dan woaahhh... ada Roller Coaster juga!"
Briyon menatap istrinya dengan senyum lembut. Ia menyadari bagaimana mata Celine berbinar seperti anak kecil yang baru pertama kali melihat dunia penuh keajaiban.
"Betapa lucunya istriku, ia seperti anak kecil," gumamnya dalam hati, merasakan kebahagiaan melihat Celine begitu bersemangat.
Namun, lamunan Briyon buyar saat Celine memanggilnya lagi. "Briyon, kamu dengar aku?" tanyanya sambil menggoyangkan lengan suaminya dengan gemas.
"Oh, aku dengar, sayang," jawab Briyon cepat, lalu tertawa kecil. "Jadi, kamu mau coba yang mana dulu?"
Celine menoleh ke sekelilingnya sejenak, lalu matanya tertuju pada satu wahana yang cukup tinggi di dekat mereka. "Aku mau coba yang di sana, Sky Swinger! serunya antusias, sembari mengacungkan jari telunjuknya ke arah wahana berbentuk ayunan raksasa yang berputar di udara dengan banyak kursi tergantung di sekelilingnya.
Briyon menatap wahana itu sejenak. "Baiklah, ayo kita ke sana!" ajaknya, tanpa ragu.
Dengan penuh semangat, mereka berjalan menuju Sky Swinger, bergandengan tangan seperti pasangan muda yang baru saja jatuh cinta. Angin pagi yang sejuk berhembus lembut, menggoyangkan rambut Celine yang tergerai, sementara suara tawa dan teriakan kegembiraan dari para pengunjung mengiringi langkah mereka.
.......
.......
.......
Waktu berjalan begitu cepat...
Sejak pagi hingga siang menjelang, Celine dan Briyon telah mencoba berbagai wahana, tertawa bersama, dan menikmati setiap momen di taman hiburan ini. Ada beberapa wahana yang harus mereka lewatkan karena Briyon yang begitu protektif terhadap kandungan Celine, tetapi hal itu sama sekali tidak mengurangi kebahagiaan Celine.
Baginya, kebersamaan dengan Briyon jauh lebih berharga daripada sekadar mencoba wahana ekstrem. Ia berharap suatu hari nanti mereka bisa kembali ke taman hiburan ini bersama, mungkin dengan seorang anak kecil yang menggandeng tangan mereka.
"Celine, ini adalah wahana terakhir!" ucap Briyon seraya menoleh ke arah sebuah Bianglala besar yang berputar perlahan di kejauhan.
"Waaahhh, ayo kita ke sana!" seru Celine penuh semangat, matanya berbinar melihat Bianglala yang menjulang tinggi, seolah mengundangnya untuk menikmati pemandangan dari ketinggian.
Namun sebelum mereka melangkah lebih jauh, Briyon tiba-tiba menghentikan langkahnya. "Tunggu sebentar, sebelum kita naik Bianglala, aku mau ambil pesananku dulu di toko itu," katanya sambil menunjuk ke sebuah toko roti di dekat mereka.
Celine menoleh ke arah toko tersebut, yang tampak hangat dengan aroma roti yang baru dipanggang. "Baiklah, aku tunggu di sini ya!" balasnya dengan senyum manis.
Briyon mengangguk dan menggandeng tangan Celine, menuntunnya menuju bangku taman yang kosong. "Duduklah dulu di sini," ujarnya lembut sambil membantu Celine duduk. "Dan jangan kemana-mana! Aku akan segera kembali."
"Hihi... baik," jawab Celine sambil tersenyum, menikmati perhatian dari suaminya.
Tanpa berpikir panjang, Briyon segera berlari menuju toko roti. Langkah kakinya cepat, menciptakan suara yang berirama di jalan berbatu taman hiburan.
Tap tap tap!
.......
.......
.......
Selang beberapa menit kemudian...
Briyon akhirnya kembali dengan sekantung bingkisan besar di tangan kanannya. Wajahnya terlihat puas, seolah menyembunyikan sesuatu di balik kantong itu.
Celine menatapnya dengan rasa penasaran. "Apa itu, Briyon?" tanyanya sambil melirik bingkisan di tangan suaminya.
Briyon tersenyum penuh misteri. "Nanti ku tunjukkan," jawabnya singkat. "Sekarang, ayo kita naik Bianglala!"
Tanpa memberi kesempatan Celine untuk bertanya lebih lanjut, Briyon segera menggenggam pergelangan tangan istrinya dan menariknya menuju antrean Bianglala.
Celine tertawa kecil, merasa semakin penasaran dengan apa yang sedang direncanakan Briyon. Namun, yang jelas, momen ini akan menjadi kenangan indah yang tak terlupakan bagi mereka berdua.
.......
.......
.......
Di dalam Bianglala, Pukul 18:00
Bianglala itu perlahan berputar, membawa Briyon dan Celine semakin tinggi ke udara. Di bawah mereka, taman hiburan tampak lebih kecil, namun semakin indah saat matahari mulai terbenam, mewarnai langit dengan gradasi merah dan oranye. Celine duduk dengan nyaman di samping Briyon, menikmati pemandangan yang memukau, namun hatinya penuh dengan rasa syukur karena bisa berbagi momen indah ini dengan orang yang sangat ia cintai.
Tak lama kemudian, Briyon memecah keheningan dengan memberikan kantung bingkisan yang telah ia pegang sejak tadi kepada Celine.
"Ini untukmu, Celine!" ucap Briyon dengan senyum hangat, matanya bersinar lembut.
Celine menatap bingkisan tersebut, terkejut, lalu menatap Briyon dengan penuh rasa penasaran. "Apa ini, Briyon?"
Briyon tersenyum lebih lebar. "Buka lah, jika kamu penasaran!" serunya dengan semangat.
Celine, meskipun agak bingung, perlahan mulai membuka kotak bingkisan itu. Begitu kotak itu terbuka, matanya langsung terbelalak, tak percaya dengan apa yang ia lihat. Di dalamnya, tergeletak seloyang kue ulang tahun rasa coklat yang bertuliskan, "Happy birthday Celine!"
Celine terkejut dan hampir tak percaya. "Ooooh ya Tuhan, Briyon, kamu ingat ulang tahunku?" tanyanya dengan nada yang penuh keharuan.
"Tentu saja," jawab Briyon dengan suara yang lembut namun penuh keyakinan. "Aku tidak pernah lupa hari spesial mu."
Air mata kebahagiaan mulai menggenang di mata Celine, dan ia terharu menerima kue itu. "Aaaaahhh, terima kasih Briyon! Aku benar-benar senang menerimanya!"
Namun, Celine tiba-tiba terdiam, seakan teringat sesuatu. "Eh, tapi tunggu dulu..."
Briyon melihatnya dengan cemas. "Ada apa?"
Celine menatap suaminya dengan serius.
Celine mulai menyadari hal-hal yang agak aneh belakangan ini. Suaminya sering lembur tanpa memberitahunya terlebih dahulu, dan beberapa kali ia melihat Briyon sibuk mengambil pekerjaan tambahan di tempat yang berbeda. Kini, semuanya mulai jelas di benaknya.
"Briyon, kamu membohongiku? Tiket taman hiburan VIP yang harganya mahal ini, sebenarnya bukan kamu dapatkan dari menang undian lotre kan? Lalu kue ini juga?" tanya Celine dengan mata yang penuh pertanyaan.
Briyon terdiam sejenak, lalu tertawa canggung. "Ahahaha... i-iya, maaf ya Celine, aku membohongimu. Sebenarnya tiket VIP ini ku dapatkan bukan dari menang undian lotre."
Celine hanya bisa menggelengkan kepalanya, merasa terharu sekaligus sedikit kecewa karena tidak tahu seberapa keras suaminya bekerja untuk hari spesial ini. "Hhahh... sudah ku duga, karena beberapa hari ini kamu sibuk sekali di luar. Ternyata kamu menabung dan menggunakan uangnya untuk membeli tiket dan kue ini?"
Briyon hanya bisa tertawa kecil, menyadari bahwa rencana yang ia sembunyikan telah terbongkar. "Eee... hehehe."
Celine dengan lembut, mencoba menyampaikan perasaannya. "Briyooon, kamu tidak perlu melakukan hingga sejauh ini, hanya untuk membuat ku senang, " ujarnya dengan tatapan penuh kasih. "Kamu selalu berada di sisiku, itu sudah lebih dari cukup."
Celine merasa tidak tega melihat suaminya yang begitu bekerja keras untuk kebahagiaannya. Ia tahu bahwa uang yang Briyon habiskan untuk hal ini, sebenarnya bisa suaminya gunakan untuk sesuatu yang lebih penting.
"Hhaahh ..."
Briyon, yang melihat wajah Celine yang sedih, langsung menatapnya dengan penuh kelembutan. "Dengarkan aku! Semua yang ku lakukan ini untukmu, bukanlah apa-apa. Tidak ada yang berlebihan. Bagi ku, kamu pantas mendapatkan ini semua, Celine."
"Tapi, kamu bisa menyimpan uangmu untuk hal yang lebih bermanfaat..." Celine mencoba berbicara, tetapi Briyon dengan cepat menyela.
"Ssstttt!" Briyon tersenyum, mengusap rambut Celine dengan lembut, lalu melanjutkan, "Aku bisa mencarinya lagi, tapi untuk kali ini biarkan aku membahagiakanmu di hari spesial mu."
Celine terdiam, merasa tersentuh. Briyon melanjutkan, "Kamu adalah wanita yang sangat berharga dalam hidupku, Celine. Aku sangat mencintaimu."
Celine menatap suaminya dalam-dalam, matanya mulai berkaca-kaca.
"Dan harga tiket serta kue mewah itu tidak sebanding dengan apa yang telah kamu berikan padaku sebelumnya. Kamu telah memberiku banyak kebahagiaan, Celine."
Celine membuka mulutnya untuk berbicara, tetapi Briyon sekali lagi memotongnya, kali ini dengan pandangan penuh kasih sayang yang tertuju ke perut Celine.
"Dan satu lagi..." Briyon menjeda ucapannya, lalu menyentuh perut Celine dengan lembut. "Ini adalah kebahagiaan ku selanjutnya," katanya pelan. "Tidak ada yang lebih berharga di hidupku selain kamu dan bayi kita. Jadi, jangan kamu tanyakan lagi hal ini di lain waktu. Biarkan aku membalasnya dengan caraku sendiri, oke?"
Celine merasa hatinya meleleh mendengar kata-kata Briyon. Semua keprihatinannya tentang uang dan hadiah seakan lenyap begitu saja, tergantikan dengan kebahagiaan yang tak terlukiskan. Ia tersenyum, dan tanpa berkata apa-apa, ia mengecup bibir Briyon dengan penuh cinta.
"Terima kasih, Briyon. Aku mencintaimu."
"Aku lebih mencintaimu, Celine."
"Hihihi..."
"Oh ya, aku akan menyalakan lilinnya, tunggu sebentar!" ucap Briyon dengan senyum hangat di wajahnya, seraya memfokuskan diri menyalakan lilin-lilin itu satu per satu.
Celine mengamati dengan seksama. "Wahhh, cantik sekali kue ini. Boleh aku foto kue ini, Briyon?" tanya Celine dengan mata berbinar.
"Tentu saja!" jawab Briyon dengan penuh semangat.
Celine langsung mengambil ponselnya, namun ia sedikit bingung. "Baiklah, kamu pegang ya kue ini sebentar!" serunya sambil mengulurkan tangan ke arah Briyon.
"Loh? Kenapa tidak kamu yang pegang? Biar aku saja yang foto kamu bersama kue ini!" tanya Briyon, sedikit bingung dengan permintaan Celine.
"Tidak-tidak! Aku lebih suka kamu yang pegang," jawab Celine, tertawa kecil. "Karena aku hanya ingin mengambil foto kue ini saja."
Briyon mengangkat alis, tetapi ia mengangguk dan memegang kue itu dengan hati-hati. Celine segera mengarahkan kameranya dan mulai memotret.
Cekrek! Cekrek!
Suara kamera ponsel yang berulang menambah kesan ceria di momen itu.
"Oh... begitu," gumam Briyon, tersenyum melihat betapa senangnya Celine.
Celine mengamati hasil foto yang baru saja ia ambil dan menunjukkan layar ponselnya kepada Briyon. "Lihatlah, dua hadiah dalam satu foto ini! Cantik kan?"
Briyon menatap foto itu dan tertawa pelan. "Dua hadiah?"
"Ya!" Celine tersenyum lebar. "Kue ini hadiah darimu, dan mantel coklat itu hadiah dariku. Sempurna, kan?"
Briyon tersenyum, menyadari betapa sederhana namun manisnya hadiah-hadiah mereka untuk satu sama lain. "Oh, hahaha, aku tidak kepikiran ke sana."
Celine tertawa kecil, merasa puas dengan kejutan yang ia berikan pada Briyon, meskipun hal itu sederhana. "Baiklah, sekarang waktunya berdoa!" ucapnya dengan semangat, seraya menggenggam kedua tangannya dan memejamkan mata.
Briyon, yang masih duduk di sampingnya, menatap Celine dengan lembut. Tanpa mengatakan apa-apa, ia ikut menggenggam kedua tangan Celine. Ia menatap wajah istrinya yang tertutup mata dengan penuh rasa cinta, dan ikut berdoa dalam hati, mengiringi doa Celine yang penuh harapan.
Di dalam keheningan, hanya terdengar suara lembut napas mereka, dan kedamaian yang mengisi ruang itu. Briyon merasa bahwa di momen ini, ia tak membutuhkan apa pun selain kehadiran Celine.
Waktu terasa berhenti sejenak, hanya doa yang menghubungkan mereka berdua.
"Tuhan," ucap Celine dengan suara lembut, "Hari ini adalah hari spesial untukku, dan aku berdoa. Semoga kebahagiaan ini tidak berakhir dengan ending yang buruk."
Suasana menjadi hening sejenak, hanya terdengar desiran angin di luar, dan Celine melanjutkan doanya dengan penuh keyakinan.
"Aku ingin hidup bersama dengan Briyon hingga maut memisahkan kami."
Briyon menatap sekilas, mendengar setiap kata Celine dengan hati yang tergerak.
"Aku ingin menua bersama Briyon dalam kebahagiaan yang harmonis."
"Membesarkan anak-anak kami bersama dalam kebahagiaan, suka, dan duka."
"Aku ingin selalu bersama dengan Briyon, Tuhan. Di mana pun aku berada, di dunia ini, maupun di dunia yang baru."
Celine menatap ke arah lilin, matanya menerawang jauh, penuh harapan.
"Janganlah pisahkan kami berdua, Tuhan! Karena aku... sangat mencintainya."
Doa itu terucap tulus, dan seakan seluruh dunia mendengarnya. Saat Celine selesai, ia membuka matanya dan menemukan Briyon menatapnya dengan tatapan yang berbeda. Mata Briyon tampak berkaca-kaca, seolah tak bisa menahan emosi yang ingin tumpah.
"Briyon?" tanya Celine, cemas melihat ekspresi suaminya. Ia menyentuh lembut wajah Briyon, merasakan kehangatan kulitnya. "Kamu sedih?"
Briyon menahan napas, berusaha menenangkan dirinya, namun senyum kecil di wajahnya tak bisa disembunyikan. "Tidak," jawabnya, suaranya bergetar sedikit. "Aku hanya bahagia mendengar semua doa yang kamu panjatkan."
Celine merasakan hatinya meleleh, bahagia melihat cintanya diterima dengan penuh tulus oleh Briyon. Ia tersenyum, merasakan betapa kuatnya hubungan mereka berdua.
"Ayo," ucap Briyon, berusaha mengubah suasana menjadi lebih ringan, "Tiup lilinnya, agar doa mu dapat didengar oleh Tuhan."
Celine mengangguk, dengan senyum di wajahnya yang lebar, dan perlahan ia mengarahkan wajahnya ke lilin-lilin yang menyala di atas kue.
Fuuuuuhhh...
Dengan sekali tiupan, lilin-lilin itu padam, dan sesaat suasana di dalam Bianglala menjadi sedikit lebih gelap, namun terasa penuh dengan ketenangan yang mendalam.
"Mau makan kue-nya sekarang?" tanya Briyon dengan nada lembut, mencoba mengalihkan perhatian Celine.
"Tidak, nanti saja di rumah," jawab Celine dengan ceria, merasa cukup puas dengan kebersamaan mereka.
"Baiklah kalau begitu," jawab Briyon, tersenyum hangat. Ia mengusap puncak kepala Celine dengan lembut, memberi sentuhan yang penuh kasih sayang. Celine tertawa kecil, merasa begitu bahagia dan diterima sepenuhnya.
"Hihihi..."
Di dalam Bianglala yang perlahan bergerak, mereka berdua hanya menikmati keheningan dan kebersamaan itu. Tak ada yang lebih penting bagi mereka selain momen ini, di mana cinta mereka semakin kuat dan mendalam.
"Aku berharap kami akan selamanya mencintai," ucap Celine pelan, suara itu menyatu dengan keheningan malam.
Briyon menatapnya penuh kasih, merasa bahwa kata-kata Celine itu adalah janji yang tak akan pernah ia lupakan. Dalam hati, ia berdoa agar kebahagiaan mereka tidak akan berakhir, dan mereka akan terus berjalan bersama, melewati segala suka dan duka, hingga akhir hayat.
...Bersambung ......
terus kekuatan nya muncul pas dia jadi roh?
aku baca pas awal awal dia tuh baca mantra kan, nah itu mantra apa?