Arka, detektif yang di pindah tugaskan di desa terpencil karena skandalnya, harus menyelesaikan teka-teki tentang pembunuhan berantai dan seikat mawar kuning yang di letakkan pelaku di dekat tubuh korbannya. Di bantu dengan Kirana, seorang dokter forensik yang mengungkap kematian korban. Akankah Arka dan Kirana menangkap pelaku pembunuhan berantai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faustina Maretta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ancaman Kirana
Arka dan Bayu melangkah ke dalam rumah kecil di pinggiran kota, tempat tinggal kekasih korban kedua. Mereka disambut oleh seorang wanita muda bernama Rina, yang tampak cemas dan lelah. Rina mempersilakan mereka duduk di ruang tamu yang sederhana.
Arka memulai pembicaraan dengan suara lembut, berusaha menenangkan Rina. "Kami mengerti ini waktu yang sulit bagi Anda, Rina. Kami hanya ingin bertanya beberapa hal yang mungkin bisa membantu penyelidikan kami."
Rina mengangguk, menggenggam secangkir teh yang hampir tidak tersentuh di tangannya. "Tentu, saya akan membantu sebisa mungkin."
Bayu mengambil alih, mencatat dalam buku kecilnya. "Kami tahu bahwa Anda dan korban sempat bertengkar sebelum kejadian. Apakah Anda bisa menceritakan apa yang terjadi?"
Rina menghela napas, matanya berkaca-kaca. "Ya, kami bertengkar soal ... perselingkuhan. Saya tahu dia berselingkuh, dan saya marah. Kami bertengkar hebat malam itu. Tapi saya tidak pernah berpikir sesuatu seperti ini akan terjadi."
Arka memperhatikan setiap gerakan Rina, mencoba membaca lebih dalam. "Apakah Anda tahu siapa wanita yang terlibat dengan korban?"
Rina menggeleng. "Tidak, dia tidak pernah memberitahu saya. Saya hanya tahu dia sering pergi tanpa memberitahu saya ke mana."
Bayu bertanya lagi, "Apakah ada seseorang yang mungkin ingin menyakiti dia atau Anda? Mungkin seseorang yang marah atau merasa dikhianati?"
Rina tampak berpikir sejenak. "Saya tidak tahu pasti. Tapi ada seorang wanita yang sempat menelepon saya beberapa kali, mengatakan hal-hal aneh tentang bagaimana semua orang yang berselingkuh pantas mendapatkan balasannya."
Arka dan Bayu saling berpandangan, mendapatkan petunjuk baru ini. "Apakah Anda ingat nama wanita itu atau nomor yang digunakan?"
"Saya tidak tahu namanya, tapi saya bisa memberikan nomor yang menelepon saya," jawab Rina, mengambil ponselnya dan menunjukkan nomor tersebut kepada Arka.
Setelah mendapatkan nomor tersebut, Arka dan Bayu pamit dan kembali ke kantor untuk menyelidiki lebih lanjut. Saat mereka tiba, Kirana sudah menunggu dengan tumpukan berkas di mejanya. Arka mendekati Kirana, yang langsung memberikan laporan terbaru yang ditemukan.
"Arka, aku sudah memeriksa latar belakang korban pertama lebih dalam. Ternyata dia sempat menjalin hubungan dengan seorang wanita bernama Melisa. Dari catatan polisi, Melisa pernah melaporkan korban pertama atas kekerasan dalam rumah tangga, tetapi kasusnya dihentikan karena kurangnya bukti," jelas Kirana.
Arka mengernyit. "Ini mulai menjadi pola. Hubungan yang bermasalah, perselingkuhan, dan kekerasan."
Kirana mengangguk. "Aku juga menemukan sesuatu yang menarik. Melisa dilaporkan hilang beberapa minggu setelah kasus itu dihentikan."
Arka duduk di samping Kirana, menatap laporan itu dengan serius. "Ini bisa menjadi kunci. Jika Melisa adalah wanita yang menelepon Rina, mungkin dia adalah pelakunya."
Malam semakin larut, tetapi mereka terus bekerja tanpa henti. Arka dan Kirana sibuk mencocokkan informasi baru, sementara Bayu mencari lebih banyak bukti untuk menghubungkan Melisa dengan kedua korban.
Setelah beberapa jam, Kirana akhirnya bersandar di kursinya, menghela napas panjang. "Aku butuh udara segar. Bagaimana kalau kita istirahat sebentar?"
Arka setuju, dan mereka berjalan keluar ke balkon kecil di luar kantor. Udara malam yang sejuk menyegarkan pikiran mereka yang lelah. Kirana bersandar di pagar, memandang langit malam yang bertabur bintang.
"Terima kasih sudah terus bekerja keras," ujar Arka, berdiri di sampingnya. "Aku tahu ini bukan kasus yang mudah."
Kirana tersenyum lembut. "Aku hanya ingin kita menemukan pelakunya. Setiap orang berhak mendapatkan keadilan, termasuk korban-korban ini."
Arka menatap Kirana, merasa terpesona oleh dedikasi dan ketulusan yang terpancar dari matanya. "Aku senang ada kamu. Kamu membuat segalanya lebih mudah dan terarah."
Kirana menoleh, menatap Arka dengan perasaan campur aduk. "Aku juga senang bisa bekerja denganmu, Arka. Kamu selalu membuatku merasa dihargai."
Sejenak, mereka terdiam, hanya suara angin malam yang terdengar. Perlahan, Arka mendekat, merasa dorongan yang tak bisa ia tahan lagi. Kirana menatapnya, seolah mengerti apa yang akan terjadi.
Dengan lembut, Arka menyentuh wajah Kirana, menatap matanya dalam-dalam. "Aku ingin kamu tahu, aku sangat menghargai setiap momen bersamamu."
Kirana tersenyum, matanya berbinar. "Aku juga merasakan hal yang sama, Arka."
Perlahan, mereka saling mendekat, hingga akhirnya bibir mereka bertemu dalam ciuman pertama yang lembut dan penuh makna. Detik-detik itu terasa seperti abadi, seolah dunia di sekitar mereka menghilang.
Saat mereka melepaskan diri, Kirana tersenyum malu, pipinya merona. "Aku tidak tahu harus berkata apa."
Arka tersenyum, mengusap pipinya dengan lembut. "Kamu tidak perlu berkata apa-apa. Aku hanya ingin kamu tahu betapa berartinya dirimu bagiku."
Kirana mengangguk pelan, hatinya dipenuhi kehangatan. "Terima kasih, Arka. Aku juga merasa hal yang sama."
Malam itu, mereka kembali ke dalam dengan perasaan yang lebih ringan, siap melanjutkan penyelidikan dengan semangat baru. Hubungan mereka yang semakin dekat memberikan kekuatan dan keyakinan bahwa mereka akan menemukan pelaku dan mengakhiri rangkaian kejahatan ini.
---
Ketika Arka dan Kirana kembali ke kantor, Bayu sedang menunggu mereka dengan wajah tegang. Ia melambaikan tangan ke arah mereka, meminta mereka segera mendekat.
"Kita punya masalah besar," kata Bayu dengan suara rendah, matanya penuh kekhawatiran.
Arka dan Kirana saling berpandangan, lalu bergegas mendekati Bayu. "Apa yang terjadi?" tanya Arka, detak jantungnya semakin cepat.
Bayu menyerahkan ponselnya kepada Arka. "Kami melacak nomor yang diberikan Rina. Nomor itu aktif beberapa menit yang lalu dan mengirim pesan kepada seseorang. Pesan itu berisi ancaman, dan yang lebih mengerikan lagi, lokasi ancaman itu dari apartemen dahlia."
Kirana membelalak, darahnya seperti membeku. "Rumahku ... di apartemen dahlia." suaranya bergetar.
Arka segera meraih ponsel Kirana dan memeriksa pesan yang masuk. Ada sebuah pesan baru dari nomor tak dikenal.
Malam ini, aku akan menuntaskan semuanya.
"Si4l! Aku tidak akan membiarkan dia berkeliaran lagi!" tegas Arka.
Kirana menatap Arka, wajahnya pucat pasi. "Arka, bagaimana ini? Aku ... aku yang berikutnya."
Dengan cepat, Arka menggenggam tangan Kirana, matanya penuh tekad. "Kita tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku akan melindungimu. Apapun yang terjadi, aku pasti akan menangkap pelaku secepatnya."
Bayu mengambil kunci mobil, siap untuk berangkat. "Aku sudah memanggil tim untuk mengepung apartemen dahlia. Kita harus sampai di sana sebelum pelaku melaksanakan ancamannya."
Arka menatap Kirana, hatinya bergejolak antara ketakutan dan amarah. "Aku tidak akan membiarkan apa pun terjadi padamu," katanya pelan, tetapi penuh ketegasan.
"Aku ikut!" ucap Kirana dengan mata berkaca-kaca.
"Tidak, tidak, Kirana. Itu akan berbahaya. Kamu lebih aman berada di tempat ini," sahut Arka yang tidak ingin wanita yang dia cintai terluka.
"Tapi ... aku bisa memancingnya dan kalian bisa langsung menangkapnya!" ujar Kirana memohon kepada Arka. "Aku mohon, aku ingin ini segera selesai," sambung wanita berambut hitam itu.
To be continued ...