Bian, seorang pria berusia 30-an yang pernah terpuruk karena PHK dan kesulitan hidup, bangkit dari keterpurukan dengan menjadi konten kreator kuliner. kerja kerasnya berbuah kesuksesan dan jadi terkenal. namun, bian kehilangan orang-orang yang di cintainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D.harris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejadian yang Tak Terduga
Suatu sore, Nada sedang membaca buku di ruang tamu sambil mengawasi Sabda bermain. Tiba-tiba ia merasa pusing luar biasa dan tubuhnya lemas. Sebelum sempat memanggil Bian, tubuhnya limbung dan jatuh pingsan.
Bian yang mendengar suara jatuh langsung berlari dari dapur. “Nada! Nada!” teriaknya panik sambil mengguncang tubuh istrinya.
Dengan cepat, ia membawa Nada ke rumah sakit. Di ruang gawat darurat, dokter segera menangani Nada. Sementara itu, Bian duduk di ruang tunggu dengan Sabda di pelukannya, menahan air mata yang mulai mengalir.
“Ya Tuhan, jangan ambil Nada secepat ini... Kami belum siap,” gumamnya dalam doa.
Dengan suara pelan, Nada berbisik, “mas bian... jaga Sabda untukku, ya. Aku selalu cinta kalian...”
Bian menggenggam tangan istrinya,
"sayang, semangat ya. Katanya liburan mau ke lombok. Kamu pasti sembuh." ucap bian lirih. air matanya tak kuasa mengalir melihat kondisi istrinya yang makin lemah. Nada tersenyum dengan mata sayu. Nada menghembuskan napas terakhirnya di pagi yang sunyi. Bian berada di sisinya, menggenggam erat tangan Nada hingga detik-detik terakhir.
"nad, nada...bangun nada! Jangan tinggalkan aku sama sabda!" ucap sabian histeris melihat istrinya yang tiba-tiba tidak sadarkan diri. Dokter dan perawat datang memeriksa.
dokter menyampaikan berita duka bahwa nada telah tiada.
Air mata Bian mengalir deras saat Nada pergi. Dunia terasa berhenti. Keheningan menyelimuti rumah sakit, dan hanya tangisan kecil Sabda yang terdengar di latar.
Hari pemakaman berlangsung penuh haru. Bian berdiri diam di samping pusara Nada, memandangi batu nisan yang bertuliskan nama istrinya. Dalam hatinya, ia bertanya pada Tuhan mengapa hidupnya selalu dipenuhi kehilangan.
Seminggu setelah pemakaman, Bian masih sulit menerima kenyataan. Malam itu, saat ia sedang membereskan barang-barang Nada di kamar, ia menemukan sebuah buku bersampul merah di laci meja Nada. Itu adalah buku harian Nada.
Dengan tangan gemetar, Bian mulai membacanya. Tulisan Nada penuh dengan perasaan mendalam, dan halaman-halaman itu bagaikan perjalanan ke dalam pikiran dan hati istrinya.
Di salah satu halaman, Bian terkejut membaca sesuatu yang tak pernah ia duga:
"Aku tahu hidupku tidak akan lama lagi. Aku mendengar kabar itu dari dokter beberapa bulan lalu, tapi aku memutuskan untuk menyimpan ini sendiri. Aku tidak ingin bian khawatir atau sedih. Aku ingin dia tetap melihatku sebagai istrinya yang kuat, meski aku sebenarnya takut. Aku ingin menghabiskan waktu tersisa ini dengan bahagia bersama Bian dan Sabda."
Bian tertegun. Air matanya mengalir tanpa henti. “Nada... kamu tahu? Dan kamu tetap tersenyum, tetap mencintai kami tanpa pernah menunjukkan rasa sakitmu?”
Di halaman lain, Nada menulis pesan khusus untuk Bian:
"mas bian, kalau kamu membaca ini, aku mungkin sudah tidak ada lagi di sisimu. Tapi aku ingin kamu tahu bahwa aku bahagia menjalani hidup bersamamu. Jangan menyerah, ya. Sabda butuh kamu. Hidup harus terus berjalan, meski tanpa aku. Aku mencintaimu selamanya."
Malam itu, Bian memeluk buku harian Nada erat-erat, seakan itu adalah bagian dari istrinya yang masih ada. Ia menatap Sabda yang tertidur lelap di ranjang kecilnya.
Bian sadar, meski hatinya hancur, ia harus bangkit. Sabda membutuhkan dirinya lebih dari sebelumnya. Dan untuk menghormati Nada, ia berjanji akan melanjutkan hidup dengan penuh cinta dan keberanian, seperti yang diinginkan istrinya.