Untuk mengungkap penyebab adiknya bunuh diri, Vera menyamar menjadi siswi SMA. Dia mendekati pacar adiknya yang seorang bad boy tapi ternyata ada bad boy lain yang juga mengincar adiknya. Siapakah pelakunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23
Dwiki menghentikan langkahnya di lorong sekolah. Tangannya mengepal, matanya menatap tajam ke arah Novan yang sedang berbicara dengan seorang siswa di depan ruang guru.
"Udah, Dwiki," suara Vera terdengar tegas saat dia menarik lengan Dwiki, memaksanya untuk tidak melangkah lebih jauh. "Jangan sekarang. Lo cuma akan buat semuanya berantakan kalau lo main tuduh gitu aja tanpa bukti. Apalagi kita berada di sekolah."
Dwiki akhirnya menghembuskan napas kasar. Dia tahu Vera benar. Dengan berat hati, dia mengendurkan tangannya dan membiarkan Vera menariknya kembali ke kelas.
Mereka berpisah ke kelas masing-masing. Dwiki kini duduk di bangkunya. Dia merasa aneh dengan tatapan Kevin dan teman lainnya. Sepertinya mereka sedang merencanakan sesuatu.
"Anak-anak, sekarang simpan semua barang kalian di atas meja. Kami akan mengadakan pemeriksaan mendadak," ujar salah satu guru, Pak Bram.
Suasana kelas langsung berubah tegang. Beberapa siswa mulai berbisik satu sama lain, bertanya-tanya apa yang sedang terjadi.
"Razia?" gumam salah satu siswa di belakang.
"Kayaknya ada yang ketahuan bawa barang terlarang," sahut yang lain.
Dwiki merasa aneh dengan situasi ini. Dia tak pernah mendengar ada razia mendadak sebelumnya.
Satu per satu tas siswa diperiksa oleh guru lain, Bu Rina. Mereka membuka isi tas, memeriksa buku, kotak pensil, bahkan kantong kecil yang ada di dalamnya.
Saat giliran Dwiki tiba, dia menyerahkan tasnya tanpa banyak bicara. Dia yakin tidak ada apa pun di dalamnya yang mencurigakan.
Namun, saat Bu Rina merogoh ke dalam tasnya, ekspresi wajahnya langsung berubah.
"Apa ini?"
Seluruh kelas langsung menoleh ke arah mereka. Semua mata tertuju pada benda yang diangkat Bu Rina—sebungkus plastik kecil berisi bubuk putih.
Dwiki membelalakkan matanya. "Apa ini? Barang itu bukan punya saya!" serunya, setengah berdiri dari kursinya.
Pak Bram mengambil plastik kecil itu, menatapnya dengan tajam. "Ini narkoba. Kamu pemakai?"
Kelas langsung riuh. Bisikan-bisikan mulai terdengar dari berbagai sudut ruangan.
"Serius? Dwiki pake narkoba?"
Dwiki merasa kepalanya berputar. Ini tidak masuk akal. Dia tidak pernah menyentuh barang haram seperti itu.
"Bu, Pak, sumpah! Itu bukan punya saya! Meskipun saya nakal tapi saya tidak pernah memakai narkoba." Dwiki mencoba menjelaskan, tapi tatapan semua orang padanya penuh keraguan.
Bu Rina kembali mengaduk tas Dwiki dan menarik sebuah amplop cokelat yang terlipat. Dia membukanya, dan apa yang ada di dalamnya membuatnya terkejut.
"Foto USG?" gumam Bu Rina.
Dwiki semakin panik. Dia tidak tahu bagaimana benda-benda itu bisa masuk ke dalam tasnya. "USG milik Rhea? Tidak mungkin ini ada dalam tas saya. Itu bukan milik saya."
"Lalu milik siapa? Vera tiba-tiba bunuh diri. Apa jangan-jangan kamu tidak mau bertanggung jawab!"
Dwiki mengepalkan kedua tangannya. Rasanya dia ingin menghajar orang yang telah menjebaknya.
"Dwiki yang menghamili Rhea? Pantas Rhea bunuh diri. Dwiki gak mungkin mau tanggung jawab." Beberapa teman sekelasnya semakin berbisik-bisik.
Dwiki berjalan menuju Kevin lalu mencengkeram kerah seragamnya. "Lo kan yang jebak gue? Siapa yang nyuruh lo!"
Pak Bram menghentikan Dwiki. Dia segera menyeretnya ke ruang BK.
Setelah sampai di ruang BK, Dwiki duduk di kursi dengan wajah penuh kebingungan. Kedua tangannya terkepal di atas meja, dan keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. Di hadapannya ada Pak Bram yang menatapnya dengan serius.
"Kamu tahu ini bukan masalah kecil, Dwiki," kata Pak Bram sambil menatap barang bukti di meja—bungkusan kecil narkoba dan foto hasil USG. "Kami sudah melaporkan ini ke kepala sekolah, dan pihak berwenang akan segera datang."
"Aku tidak tahu apa-apa, Pak! Seseorang pasti menjebakku! Aku tidak pernah bawa barang ini! Apalagi hasil USG itu."
Sementara itu, di kelas, Vera dan Sagara baru saja mendengar kabar mengejutkan itu. Tanpa berpikir panjang, Vera segera melangkah cepat keluar yang diikuti oleh Sagara.
Begitu mereka sampai di ruang BK, Vera langsung membuka pintu tanpa mengetuk. "Pak, ini pasti ada kesalahpahaman!" katanya lantang, membuat semua orang di ruangan itu menoleh padanya.
Pak Bram menghela napas. "Vera, ini bukan masalah kecil. Kita harus mengurusnya dengan pihak berwajib."
"Vera, semua bukti ada dalam tas Dwiki. Dia pemakai dan dia juga yang telah menghamili Rhea hingga dia bunuh diri," kata Novan yang baru saja masuk ke dalam ruangan itu.
Dwiki merasa semakin kesal. Dia mendekati Novan dan memukul perutnya dengan keras. "Ini rencana Pak Novan kan? Demi menutupi kebusukan, Pak Novan menyuruh Kevin meletakkan barang itu di tasku."
"Dwiki cukup!" Pak Bram menahan Dwiki dan menyuruhnya duduk diam di tempatnya. "Semakin kamu berulah, semakin berat hukuman kamu."
"Aku bersumpah! Aku gak pernah pakai narkoba. Aku bisa melakukan tes dan soal Rhea, aku tidak pernah ada hubungan apapun sama dia." Bagaimanapun Dwiki membela diri sepertinya tidak ada yang percaya padanya.
"Pak Novan menuduh Dwiki? Aku yang menyelidikinya sendiri. Dwiki gak ada hubungannya sama Rhea." Vera menatap Novan tak percaya tega melakukan semua itu pada Dwiki demi menutupi kesalahannya.
"Vera, aku tidak menuduh dia. Semua bukti ada di tasnya."
Vera mengepalkan kedua tangannya dan menatap tajam Novan. Dia harus segera mencari bukti. Tanpa bicara apapun, dia keluar dari ruang BK.
Sagara hanya menatap Novan, lalu tersenyum miring. Kemudian dia keluar dari ruang BK mengikuti Vera. Dia berjalan santai di belakang Vera sambil menghubungi Zavin. "Zavin, kumpulkan semuanya. Kita paksa Kevin mengaku."
Vera menghentikan langkahnya dan menatap Sagara yang sedari tadi diam saja. "Lo percaya kalau Dwiki yang melakukannya."
"Nggak! Ini terlalu mudah ketebak alurnya. Gak mungkin tiba-tiba ada razia dan barang itu dalam tas Dwiki."
"Sekarang, apa yang harus gue lakukan?"
Sagara melihat sekitar lalu mengajak Vera ke bawah tangga yang sepi. "Serahkan urusan Kevin sama gue. Lo cari bukti di rumah Novan. Lo tahu kan apa yang harus lo lakukan. Setelah masalah Kevin selesai, gue akan susul lo."
Vera menganggukkan kepalanya meski sebenarnya terselip rasa takut di hatinya. "Jika malam ini semua berakhir, mungkin mulai besok gue udah gak datang lagi ke sekolah. Sekali lagi makasih atas semuanya." Kemudian Vera membalikkan badannya dan pergi.
Sagara hanya menatap punggung Vera yang kian menjauh, lalu tersenyum kecil.
ok lanjuuut...