Pernikahan yang terjadi antara Ajeng dan Bisma karena perjodohan. Seperti mendapat durian runtuh, itulah kebahagiaan yang dirasakan Ajeng seumur hidup. Suami yang tampan, tajir dan memiliki jabatan di instansi pemerintahan membuatnya tidak menginginkan hal lain lagi.
Ternyata pernikahan yang terjadi tak seindah bayangan Ajeng sebelumnya. Bisma tak lain hanya seorang lelaki dingin tak berhati. Kelahiran putri kecil mereka tak membuat nurani Bisma tersentuh.
Kehadiran Deby rekan kerja beda departemen membuat perasaan Bisma tersentuh dan ingin merasakan jatuh cinta yang sesungguhnya, sehingga ia mengakhiri pernikahan yang belum genap tiga tahun.
Walau dengan hati terluka Ajeng menerima keputusan sepihak yang diambil Bisma. Di saat ia telah membuka hati, ternyata Bisma baru menyadari bahwa keluarga kecilnya lah yang ia butuhkan bukan yang lain.
Apakah Ajeng akan kembali rujuk dengan Bisma atau menerima lelaki baru dalam hidupnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leny Fairuz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 Ajeng Mendua?
Bisma berjalan menuju lobi diikuti Ibnu yang membawakan travel bag-nya melihat Ajeng yang masih berdiri di lobi hotel. Pandangannya tak teralih dari sosok ramping yang masih berbicara melalui ponselnya, hingga tampak menyimpan ponsel kembali ke dalam tas jinjing yang ia bawa.
“Mbak Ale menunggu jemputan ya?” sapa Ibnu ramah, “Sekalian aja bersama kita .... “
Bisma menggelengkan kepala melihat gaya sok akrab stafnya. Tapi terus terang ia sangat setuju atas ajakan Ibnu. Ia ingin melihat bagaimana sikap Ajeng saat semobil dengannya nanti. Apakah masih bersikap tidak saling mengenal seperti apa yang ia katakan saat semeja menikmati makan siang barusan. Atau dengan gaya sopan dan ramahnya dengan berbicara seperti yang biasa ia lakukan ketika mereka masih tinggal satu atap.
“Ale .... “ suara bass seorang laki-laki menggunakan kaos polo dengan celana jeans kini telah hadir di hadapan mereka.
Bisma menatap tajam lelaki muda yang usianya tidak jauh berbeda dengannya yang menatap Ajeng dengan wajah bersemangat.
“Mas .... “ Ajeng menjawab dengan cepat panggilan lelaki muda yang kini ditatap Bisma dari ujung rambut hingga ujung kaki.
“Eh, ada mas Hilman .... “ kembali sikap SKSD Ibnu membuat Bisma menggelengkan kepala.
“Pak Ibnu .... “
Hilman mengalihkan pandangannya dari Ajeng pada dua orang lelaki yang tidak begitu ia perhatikan keberadaannya. Kini pandangannya bersirobak dengan Bisma yang ia lihat menunjukkan raut tidak suka akan keberadaannya.
“Pak .... “ Hilman mengulurkan tangannya sebagai bentuk kesopanan pada lelaki yang menggunakan kemeja batik di hadapannya.
“Ini pak Bisma, atasan saya di kantor. Beliau mewakili pak Dibyo yang melakukan lawatan ke Singapura,” kembali suara Ibnu mendominasi mereka.
Hilman mengangguk dan membalas senyum ramah Ibnu. Kali ini ia memang tidak memenuhi undangan untuk menghadiri seminar, karena ada urusan keluarga yang tak bisa ia tinggalkan di Jakarta.
Dengan perasaan enggan Bisma menyambut uluran tangan Hilman dan menggenggamnya dengan erat untuk meluapkan rasa amarah yang masih bergelora di dada.
Hilman membalas tatapan tajam dari mata pekat Bisma. Ia merasakan ada raut permusuhan yang tergambar di sana. Ia menatap Ajeng dengan kening berkerut, tapi dibalas Ajeng dengan senyuman yang menenangkan.
“Kita buruan pulang yuk. Kasian Lala udah semalaman juga ditinggal ....“ suara Ajeng membuat Bisma melepaskan cengkraman kuat dari tangan lelaki di hadapannya.
“Permisi Pak,” Ajeng tersenyum tipis sambil menganggukkan kepala pada Bisma, “Pak Ibnu .... “
Bisma tak mengerti tiba-tiba hawa panas yang mengalir dalam darahnya setelah keduanya berlalu dari hadapan mereka. Ia tak memahami yang terjadi dengan dirinya yang merasakan kesal setelah pertemuan pertamanya dengan Ajeng setelah sekian lama berpisah.
“Kelihatan sekali kalo mas Hilman cinta dengan mbak Ale .... “ celetukan Ibnu kembali mengganggu pendengaran Bisma.
“Dari mana kamu mengambil kesimpulan seperti itu?” rasa penasaran Bisma membuatnya tak sabar memberondong Ibnu dengan pertanyaan yang membuat Ibnu yang sedang menyetir menoleh padanya.
“Bukan rahasia umum Pak. Mas Hilman adalah lelaki lajang yang sedang mencari pasangan, sedangkan mbak Ale single parent yang jadi incaran .... “
“Astaga .... “
Bisma tak percaya mendengar ucapan Ibnu. Bagaimana mungkin perempuan yang pernah hidup bersama dengannya menjadi incaran para lelaki muda dan bahkan kini seorang lelaki lajang dan mapan yang ingin membersamainya.
“Bapak nggak percaya?” Ibnu memandang Bisma dengan wajah berkerut, “Sudah lama mas Hilman ingin menjadi pendamping mbak Ale, bahkan sebelum mbak Ale memutuskan pindah dan menetap di Malang ini.”
“Wah, wah, wah dikira cupu ternyata .... “ Bisma berguman dalam hati mendengar perkataan Ibnu.
Rasa penasaran akan kehidupan Ajeng setelah tak lagi bersamanya membuat Bisma membiarkan Ibnu berbicara.
Pikirannya mulai berjalan. Berarti saat masih bersamanya Ajeng sudah mulai bermain hati dengan menghadirkan lelaki lain dalam rumah tangga mereka yang baru terbina. Ego Bisma tidak terima bahwa Ajeng berani mendua.
“Setahun yang lalu saat pertama kalinya mbak Ale datang dan memperkenalkan diri sebagai pemilik rumah makan kafe dan resto Yo’ Mangan membuat semua penasaran dengannya.
Apalagi mas Hilman sebagai pemasok sayur serta ikan segar terbesar di sini. Mas Hilman tuh gak nyangka bahwa pemiliknya masih muda. Selama ini yang kita tahu pemiliknya adalah mas Hendra dan mbak Asih.
Kita juga sering kok makan dan mengadakan gathering di sana. Tempatnya luas dan nyaman. Selain itu bukan hanya kafe dan resto, mbak Ale juga mempunyai usaha laundry serta kos-kosan bagi pelajar dan mahasiswa.
Para pegawai juga ada yang ngekos di sana. Harganya lumayan di dompet, tempatnya juga bersih. Dari sanalah kita tau bahwa mbak Ale seorang janda karena datang tidak pernah bersama pasangannya,” Ibnu bercerita dengan panjang lebar.
“Kamu begitu mengenalnya?” Bisma tak bisa menghentikan rasa ingin tahunya.
“Oh ya ... selain itu mbak Ale juga membuka pencucian mobil dan motor untuk membantu para pelajar yang tidak mampu untuk membiayai sekolah mereka. Yang sebagian pegawainya adalah para pelajar yang masih bersekolah dan bekerja paro waktu.”
Bisma kini hanya manggut-manggut memahami kemana semua aliran uang yang telah ia kirim untuk nafkah bagi Ajeng dan Lala yang masih jadi tanggung jawabnya.
“Karena itu mbak Ale jadi incaran para lelaki. Tajir kan? Sayang saya sudah menikah,” ujar Ibnu pelan.
“Ha ha ha .... “ sontak Bisma tertawa lebar mendengar ucapan Ibnu, “Mana mungkin Ajeng memilih lelaki kere sepertimu?”
Kini Ibnu terkejut mendengar ucapan atasannya yang berkata terus terang tanpa memikirkan perasaannya. Apalagi nadanya begitu santai saat menyebut nama perempuan yang begitu ia hormati di kalangan pengusaha dan pejabat daerahnya.
“Kok sepertinya bapak mengenal mbak Ale dengan baik, sehingga tau apa yang beliau suka atau tidak?”
Sontak Bisma menghentikan tawanya karena Ibnu menatapnya dengan penuh tanda tanya. Ia mulai kembali mode ‘cool’.
“Jadi bagaimana hubungan antara mereka berdua?” tanya Bisma seketika.
Ia ingin memastikan kecurigaannya tentang pria ketiga antara ia dan Ajeng. Yang sedikit banyak membuatnya teringat kembali saat talak kedua yang ia ucap pada sang mantan.
Apa karena sudah dekat dengan Hilman, hingga Ajeng tak membantah dan memohon untuk mempertahankan pernikahan mereka? Bisma merasa sakit mengingat Ajeng menyetujui kalimat talak hingga ia memutuskan keluar dari rumah untuk pindah ke apartemen.
Ia tidak ingin menenggelamkan diri di dalam kehidupan rumah tangga yang ia rasa tidak sehat, karena komunikasinya dan Ajeng yang sangat jarang. Dan ia bukan tipe orang yang senang dengan keramaian. Begitu tinggal di apartemen yang lumayan mewah membuatnya merasa lega, karena terlepas dari rutinitas keluarga yang baginya sangat membosankan.
“Kelihatan kalau mas Hilman udah bucin banget istilah orang kate sekarang .... “ Ibnu berkata santai tanpa melihat reaksi Bisma di sampingnya.
Dalam hati Bisma hanya tersenyum mendengar dan melihat mimik Ibnu saat bercerita dengan wajah serius dan penuh keyakinan.
“Kelihatannya mbak Ale hanya menganggap teman. Buktinya setiap ada undangan yang diadakan pejabat Pemda Malang, keduanya jarang datang sebagai pasangan. Kasian juga sih dengan mas Hilman. Sudah lama juga melajang, dan kelihatan terlalu berharap pada mbak Ale. Tapi mau gimana lagi, masalah hati tidak bisa dipaksakan... “
Rasa lega terbit di hati Bisma mendengar perkataan Ibnu. Berarti apa yang sempat terpikir di benaknya tidak sesuai dengan fakta. Buktinya cerita Ibnu telah membantah apa yang ia pikirkan.