"Panggil Bee aja seperti biasa. Gak ada akan ada yang curiga kan kalau kita in relationship, namaku kan Bilqis keluarga panggil aku Bi."
"We have no relationship."
Samapai kapanpun aku akan mengingat kalimat itu.
>_<
Bahkan hubungan yang aku pahami, lain dari hubungan yang kamu pahami.
Kamu tidak salah.
Aku yang salah mengartikan semua kedekatan kita.
Aku yang begitu mengangumimu sejak kecil perlahan menjelma menjadi cinta, hingga salah mengartikan jika apa yang kamu lakukan untukku sebulan terakhir waktu itu adalah bentuk balasan perasaannku.
Terima kasih atas waktu sebulan yang kamu beri, itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku merasakan layaknya seorang kekasih dan memilikimu.
Tolong jangan lagi seret aku dalam jurang yang sama, perasaanku tulus, aku tidak sekuat yang terlihat. Jika sekali lagi kamu seret aku kejurang permainan yang sama, aku tidak yakin bisa kembali berdiri dan mengangkat kepala.
This is me, Bee Ganendra.
I'm not Your Baby Bee Qiss anymore
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Unik Muaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perhatiannya
Tring ...
Aku melirik ponselku yang berada di atas meja.
Setelah kumasukkan semua bukuku kedalam tas, baru kuraih ponselku dan membuka pesan yang tadi masuk.
Brak ...
Kursi yang aku duduki menabrak meja di belakangku karna aku tiba-tiba berdiri dengan panik.
Sagara : Gue depan gerbang.
Siapa yang tidak shock dengan pesannya itu?.
Tidak ada angin, tidak ada hujan dia malah mengirimiku peaan jika dia berada di depan sekolah, bagai mana aku tidak terkejut?.
Aku berlari kecil kearah jendela, posisi kelasku berhadapan dengan gerbang sekolah meski jaraknya tidaklah dekat, aku bisa melihatnya berada di sana, di depan gerbang sekolah.
"Kenapa?" Tanya Chaka.
Aku menoleh pada Chaka, "Sagara di sini" cicitku.
Kening Chaka mengerut dalam, "sejak kapan lo manggil dia pakek nama?."
"Hah?" Tanyaku tak mengeri.
"Biasanya pakek istilah Dia, gak panggil nama" Daniel ikut menimbrung. "Sejak kapan?, sejak dekat atau sejak lo jadian?."
Aku melotot tajam pada Daniel dan memilih untuk segera pergi menghampiri Dia.
Ya ... jika dipikir-pikir, sejak kapan aku memanggil Dia dengan Sagara?. Kenapa memanggilnya dengan Sagara tidak lagi membuatku ketakutan akan ketahuan menyukainya atau apapun itu.
Sejak kapan?, aku tidak tahu, sejak kapan aku begitu nyaman memanggil nama Sagara dari pada memanggil Dia.
*-*
Mataku melotot tajam pada Yardan yang berdiri ditengah lorong menghalangi langkahku.
Yardan hanya diam menatapku dnegan teduh, aku yang sudah diburu waktu karna Sagara pasti menungguku didepan gerbang dengan dipuluhan pasang mata mengarah padanya semakin kesal dengan Yardan.
"Segitu bahagiannya ya dijemput dia."
Aku hanya tersenyum lebar melangkah memaju sembari mendorong pelan Yardan kesamping agar tidak menghalangi langkahku.
Merasa diperhatikan, aku menoleh kekanan dan kiriku, beberapa siswa ternyata berdiri disepanjang lorong menatap kearahku, bahkan ada beberapa diantara mereka yang berbisik.
Mereka kenapa?.
Langkahku sudah melewati lobby sekolah, tiba-tiba lengan tanganku ada yang menarik dari belakang hingga aku berbalik badan.
Yardan, lagi-lagi Yardan yang menatapku dengan tatapan tajamnya.
"Apa?" Tanyaku dengan nada datar.
"Berhenti tersenyum Qis" geramnya.
Aku kembali terseyum semakin lebar, "it's not you busines Yardan."
Kusentak tangaku hingga terlepas dari genggaman tangannya dan berbalik badan kembali melangkah.
Terasa sakit dipergelangan tanganku, sepertinya Yardan cukup erat menggenggam tanganku tadi. Kenapa anak itu sampai berani menyentuh tanganku?.
*-*
"Kenapa kesini gak bilang?."
Padahal jarak di antara kami masih sekitar lima meter lagi, tapi aki sudah mulai mengomelinya tampa peduli sekitar.
Dia malah melambaikan tangan padaku demgan senyum lebarnya.
Terlihat jelas jika dia tidak menghiraukan omelanku, kuhentikan langkahku tepat di sampingnya yang masih duduk di motor sportnya itu dengan tatapan kesal.
Sagara, dia malah terkekeh.
"Ih ... lo denger gak sih gue ngomong apa?" Rengekku.
"Denger" jawabnya lembut.
"Ya kenapa kesini gak bilang-bilang?, hobi lo emang begini ya?, tiba-tiba dateng di saat tidak diharpkan?."
"Gimana gue mau bilang, lo aja gak ngangkat panggilan gue?. Lagi pula, kalo gue bilang mau kesini duluan lo gak bakalan ngebolehin Bee. Kenapa harua ngambek sih?."
"Siapa yg ngambek?" Tanyaku sembari berkacak pinggang.
Dia menghela nafas menatapku dnegan pasrah, "terus kenapa gak ngangkat panggilan gue?, gak bales DM gue, kalo ketemu lo tiba-tiba ngilang. Kayak Sakura yg lagi ngambek, mudah marah, tiba-tiba gak mau ngomong, ngegerutu mulu kerjannya."
"Lo ngeledek gue?."
Dia terkekeh kecil, "enggak gitu. Tapi gimana ngejelasin ya ... Bingung. Pokoknya gue lagi mau memperbaiki diri kalau gue salah, dengan jemput lo begini."
"Kalo begi ..."
"Bee" potongnya dnegan lembut meraih tanganku dan menarikku mendekat.
Kuketatkan rahangku menahan sakit, karna dia menggenggam lengan yang memerah karna Yardan tadi.
"Yang ada di otak gue cuma cara ini. Karna kalo gak gini gue gak tau harus ngelakuin apa, yang ada nanti lo tambah ngambek terus."
"Ih ... Gue gak ngambek."
Dia terkekeh, menunduk menatap tangannya yang menggenggam tanganku, sehingga aku juga melakukan hal yang sama.
Tiba-tiba dia mengangkat wajahnya dan menatapku dengan tajam, "ini kenapa?" Tanyanya sembari mengangkat lenganku.
"Hah?, oh itu ..."
"Karna Yardan barusan?" Geramnya sembari menoleh kearah Yardan yang masih berdiri didepan lobby sekolah.
"Enggak!" Pekikku.
Buru-buru aku menghalanginya yang akan turun dari motor dengan menyentuh bahunya dan menekannya.
Sagara menatapku dengan mata memicing.
"Beneran enggak, tadi Chaka yang narik gue karna gue buru-buru mau turun nemuin lo, bukan Yardan."
Oh .. Chaka maafkan diriku.
Dia menatapku dalam selama beberapa menit sebelum akhirnya menghela nafas, lalu tersenyum lebar padaku.
"Ok ... Kalo gitu kenapa buru-buru mau nemuin gue?, bukannya lo barusan protes karna gue kesini?.
"Emang" ucapku sembari melirik kekanan dan kiri, "gue gak suka jadi pusat perhatian gini. Ngapain juga sih lo kesini?, bukannya katanya lo ada kelas tambahan?. Gue gak mau ya lo ..."
Aku terus saja mengomelinya dengan nada kesal dan sesekali melirik kekanan dan kekiri, tepatnya melirik kumpulan siswa siswi yang menatap kearahku dan Sagara. Tidak ... Lebih tepatnya mereka menatap pada Sagara.
Ah ... Aku tidak suka begini.
Aku tidak perduli jika mereka hanya menatap Sagara sejenak, tapi ... Yang membuatku kesal ... Mereka menatap Sagara begitu lama, bahkan berbisik-bisik dan tersenyum centil, ingin aku bogem rasanya.
"Sagara ..." panggilku dengan nada merengek kesal karna terlihat dia tidak mengindahkan omelanku.
Dia terkekeh kecil, "done, ayo naik."
Keningku mengerut, "apanya yang done?, gue belum selesai ngomel" keluhku.
Tuk tuk tuk ...
Dia mepuk-puk kepalaku tetapi aku tidak merasakan sentuhan tangannya, sehingga aku melirik keatas dan memegangi kepalaku.
Sejak kapan dia makein aku helm.
"Helmnya udah kepasang, ayo naik. Ngomelnya lanjut nanti ya" ucapnya lembut.
"Ih ... Siapa yang mau ..."
"Abang-Abang lo ama Elio udah nunggu" potongnya sembari menjulurkan tangan padaku.
Wajahku langsung merengut.
Ternyata dia menjemputku kesekolah bukan karna kemauannya sendiri, pasti karna Abang-Abang dan tentang urusan Elio. Tapi kenapa Abang-Abang tidak memberi tahuku?.
Kuraih tangannya, bukan untuk berjabatan, tetapi untuk menjadi peganganku agar memudahkanku naik dan duduk di motornya.
Aku sudah duduk di atas motornya tetapi dia tidak langsung menjalankan motornya, dia melepas jaket yang dia kenakan, dan menyampirkan keatas pangkuanku.
Aku berani bertaruh jika wajahku bersemu merah, benar-benar merah karna perhatian kecilnya padaku.
*-*
.
Ah ... Sebenarnya author malas untuk menulis peaan diakhir setiap bab begini 😮💨 tetapi mau tidak mau author haru melakukan agar kalian gak lupa 😇
Jangan lupa tinggalkan jejak setelah kalian baca ya Reader 🙏
Author ingin tahu bagaimana jalan cerita ini bagi kalian 😇
Terima kasih sudah mampir 🥰
Lope you 😘
Unik_Muaaa💋