~Berawal dari kesal jadi suka~
Senja Aurelia dan Fajar Mahardika, yang memiliki perbandingan mencolok dari sisi ekonomi. Senja hanyalah seorang anak panti, berbeda dengan Fajar yang terlahir di keluarga kaya. Keduanya juga memiliki kesamaan yaitu sama-sama pintar. Semua murid SMA Cempaka pun tau pasti siapa yang akan jadi juara 1. Siapa lagi kalo bukan Senja ya Fajar. Jika yang memperoleh juara 1 Senja, maka yang meraih juara 2 dapat dipastikan adalah Fajar. Begitu pula sebaliknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon qinaiza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15. Genit Boy
Senja sepulang sekolah, segera mandi dan makan. Setelah itu dirinya semangat untuk mengajar les. Ya, semangatnya tak perlu diragukan lagi.
"Bunda, Senja mau pamit ngajar dulu." kata Senja berpamitan kepada Bu Asri sembari mengulurkan tangannya untuk meminta salim.
"Iya nak, kamu hati-hati ya." Senja mengangguk mengiyakan.
"Aini, Rika. Kakak berangkat ya." Senja juga pamit kepada kedua adiknya itu yang kebetulan berada di ruang tamu bersama Bu Asri.
"Iya kak, hati-hati dijalan."
"Siap"
Senja mengayuh sepedanya dengan hati riang. Ia menikmati suasana sore yang cerah. Apalagi jalanan ke rumah Bu Marta melewati lumayan banyak pepohonan. Sejuk dipandang mata. Cukup langka juga sih, di kota seperti ini.
Memasuki perumahan yang cukup elit, dengan rumah-rumah mewah di dalamnya. Temboknya bahkan ada yang bercat mengkilap layaknya emas. Memang, rumahnya para sultan.
"Ting tong" bunyi bel yang baru saja dipencet oleh Senja.
Seorang ART keluar dan menyapa hangat kehadirannya.
"Eh, yang mau ngajarin den Zian ya ?" tanyanya ramah, dan dijawab anggukan serta senyuman oleh Senja.
"Silahkan masuk non"
"Makasih, panggil saya Senja aja Bi."
"Gak enak atuh non"
"Gak papa Bi"
"Eh tamunya kamu. Sudah datang ternyata." ucap Bu Marta yang tiba-tiba sudah ada di ruang tamu.
"Hehe, iya Bu." Senja langsung berjabat tangan dengan Bu Marta untuk salim.
"Rasanya, ada suatu perasaan yang berbeda tiap kali aku berinteraksi dengan dia. Kenapa ya ?" batin Marta
"Kamu bisa langsung ikut saya ke kamar anak saya." ajaknya yang dibalas anggukan oleh Senja.
"Ayo. Bi, jangan lupa siapin minuman sama cemilannya ya."
"Iya nyonya"
Senja mengikuti di belakang Bu Marta. Matanya menangkap beberapa foto difigura. Seorang cowok dengan kedua orang tuanya yang nampak begitu harmonis. Mengapa rasanya ia sangat iri, ingin memiliki juga keluarga yang lengkap seperti itu.
Namun apa daya, orang tuanya saja tidak peduli terhadapnya. Kalaupun peduli, kenapa dirinya harus dibuang ke panti asuhan. Sudahlah, mengingat-ingat hal tersebut hanya mengiris hatinya dan membuatnya sakit.
...🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺...
"Sayang, buka pintunya nak. Ini guru yang ngajar kamu udah dateng." Senja hanya bisa tersenyum saat mendengarnya.
Didepannya kini terdapat kamar dengan pintu bercat warna putih dan sebuah papan nama menggantung dengan tulisan Zian's Room.
"Iya Ma" sahutnya dari dalam kamar dan segera beranjak dari kasur untuk membuka pintu kamarnya.
"Loh Ma, kok masih muda gurunya ?" tanya Zian heran.
"Kalau Mama carikan guru les yang kayak kemarin-kemarin, kamu juga tetap gak memperhatikan."
"Mama tau aja, hehe. Tapi bagus deh, kalau yang kali ini Zian suka. Mirip sama Mama soalnya."
"Ha, maksud kamu ?" tanya Marta dengan ekspresi terkejut, begitu pula juga dengan Senja.
"Masa iya aku mirip Bu Marta. Ada-ada aja nih anak." batinnya
"Itu Ma... Mama sama kakak ini sama-sama cantik."
Aneh. Kenapa waktu dirinya bilang keduanya mirip, ekspresi Mamanya begitu terkejut. Tapi kalau dilihat-lihat kembali memang mirip kok, seperti waktu muda Mamanya dulu. Ya, dia memang pernah melihat album kenangan Mama sama Papanya. Apa Mamanya itu tidak jeli memperhatikan saat pertama bertemu.
"Oh gitu, ada-ada aja kamu. Udah jangan genit. Mending sekarang dimulai belajarnya. Oh ya, nama kakak ini Senja."
"Senja" Senja mengucapkan namanya sembari mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.
"Zian" Zian menerima uluran tangan Senja. Tapi, bukan untuk berjabat tangan, malahan dia mengambil tangan Senja dan menciumnya.
Hal itu tak luput dari perhatian Bu Marta yang masih senantiasa berdiri di depan keduanya. Langsung saja Bu Marta menjewer telinga anak lelakinya itu.
"Aduh Mama, sakit dong telinga Zian pake dijewer segala."
"Siapa suruh kamu ha, genit banget. Inget ya, kamu itu masih kecil, pake coba ngerayu segala lagi." tutur Bu Marta tanpa melepas jewerannya pada Zian. Membuat Senja tersenyum geli melihatnya.
"Duh Ma, ampun ih. Telinga Zian sakit banget ini." Bu Marta segera melepaskan jewerannya dari telinga Zian.
"Yaudah kalo gitu, kamu belajar dulu. Entar Bibi bakal nganterin minuman sama cemilannya. Oh ya satu lagi, belajar yang bener. Jangan godain kak Senja lagi loh."
"Iya Mama ku sayang"
Setelah itu, keduanya bersiap untuk kegiatan belajar mengajar. Zian dengan duduk di kursi belajarnya.
"Kakak duduk aja dikasur, gak papa kok." Senja menggeleng, merasa tak enak. Namun sekali lagi Zian meyakinkan bahwa dirinya tak mempersalahkan hal itu.
"Gak papa kakak cantik. Daripada kakak berdiri terus, yang ada capek lagi. Atau mungkin kakak mau duduk di kursi aku, biar aku yang duduk di kasur ?" tanya Zian yang membuat Senja tak habis pikir. Kenapa bocah SMP ini tak berhenti menggodai dirinya. Padahal sudah diwanti-wanti juga loh tadi dengan Bu Marta. Dasar memang, genit boy.
"Yaudah deh, aku duduk disini aja." ucap Senja yang segera duduk. Ia akan lebih merasa tidak enak jika membiarkan Zian duduk di kasur. Sedangkan mejanya saja ada disebelah mana. Dan diapun nanti pasti kesulitan kalo belajar tidak pakai meja.
"Nah, gitu kan enak dilihat."
"Ha ?"
"Enggak kok kak, gak papa."
Dan proses belajar mengajar pun cukup lancar, karena Zian yang penurut dan mudah untuk menangkap pelajaran. Lalu dia jadi heran sebenarnya. Kenapa katanya Zian nilainya kurang, padahal dia termasuk cepat dalam menangkap pelajaran. Entahlah, mungkin dia akan bertanya hal itu kapan-kapan saja.