Asyifa rela jadi adik madu dari Naura, wanita cantik yang bersosialita tinggi demi pendidikan yang layak untuk kedua adiknya. Hanya saja, Adrian menolak ide gila dari Naura. Jangankan menyentuh Asyifa, Adrian malah tidak mau menemui Asyifa selama enam bulan setelah menikahinya secara siri menjadi istri kedua. Lantas, mampukah Asyifa menyadarkan Adrian bahwa keduanya adalah korban dari perjanjian egois Naura, sang istri pertama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiga Belas - Kita Lakukan Sekarang
“Ah kelamaan kalau tahun depan, Pak. Sekarang yuk?” ajak Asyifa dengan genit.
Adrian hanya menggeleng, melihat Asyifa yang menjadi agresif seperti itu. Istri mudanya malam ini seakan menantangnya untuk berduel di atas ranjang.
“Yakin? Nanti kamu nangis?” ledek Adrian.
“Ya kalau bapak ingin, tapi memang saya masih takut, Pak. Boleh jangan sekarang?” tawar Asyifa.
“Ya sudah, tidak apa-apa. Aku paham itu. Kita saja baru sehari ini ketemu lagi setelah pernikahan kita itu. Jadi mulai sekarang anggap saja kita ini sedang PDKT,” ucap Adrian.
“Hmm ... benar sekali,” jawab Asyifa semangat.
Adrian meregangkan otot tubuhnya yang kaku. Ia merasakan pegal di tubuhnya karena tadi memang sibuk di kantor, meski bekerja setengah hari saja, pekerjaan hari ini menguras tenaga Adrian.
“Bapak kenapa? Capek, ya?” tanya Asyifa.
“Iya, badannya pegel-pegel, Fa,” jawab Adrian.
“Sebentar, ya?”
Asyifa meninggalkan Adrian, entah dia mau apa. Asyifa terlihat berjalan ke arah dapur. Adrian hanya melihat Asyifa pergi ke dapur dari tempat duduknya, entah apa yang akan diambil Asyifa di dapur.
Asyifa mengambil panci kecil untuk merebus air. Lalu, diambilnya dua batang serai, satu ruas jahe, dan kunyit. Dia potong tipis jahe dan kunyitnya, lalu serainya dia geprek. Asyifa mengambil dua gelas, ditaruhlah bahan yang sudah disiapkan tadi ke dalam gelas. Air yang ia rebus sudah mendidih, dan dituangkan ke dalam dua gelas tadi. Asyifa beri perasan lemon dan dua sendok madu di setiap gelasnya. Dirasa sudah selesai, ia membawanya ke depan televisi, untuk dinikmati bersama suami.
“Itu apa, Fa?” tanya Adrian.
“Minuman herbal, biar gak pegel badannya. Coba saja, Pak. Tapi, masih panas,” jawab Asyifa.
“Ya biarkan hangat dulu,” ucap Adrian.
“Apa mau saya pijit badannya, Pak?” tawar Asyifa.
“Memang kamu bisa memijit?”
“Bisa, Pak. Sana rebahan di karpet, biar saya pijit tubuh bapak, sambil menunggu minumannya sedikit hangat,” perintah Asyifa.
“Ini yakin kamu mau memijit saya?” tanya Adrian tidak percaya.
“Iya, Pak, biar gak pegel lagi, besok kan bapak harus kerja? Ingat, bapak gak boleh sakit, bapak punya dua istri, jadi bapak harus selalu sehat!” ujar Asyifa.
Benar yang dikata Asyifa, kalau dirinya harus sehat dan juga waras, karena butuh menghadapi Naura yang mulai hilang kewarasannya. Jadi harus ekstra sabar menghadapi Naura.
“Ya sudah, coba bisa memijit gak kamu? Kalau bisa berarti lumayan aku punya istri tukang pijit,” canda Adrian.
“Sudah rebahan saja, Pak,” perintah Asyifa.
Asyifa mengambil minyak zaitun untuk mengurut dan memijat Adrian. Adrian melepas pakaiannya, Asyifa yang melihatnya, hanya melongo dan menelan salivanya berkali-kali.
“Kenapa, Fa?” tanya Adrian yang melihat Asyifa melongo melihat tubuhnya.
“Ehm ... gak apa-apa, Pak,” jawab Asyifa.
“Jangan ngiler lihat roti sobekku, Fa!” ujar Adrian.
“Ih siapa yang ngiler, Pak! Sudah rebahan buruan!” perintah Asyifa.
Adrian merebahkan tubuhnya, ia tengkurap, dan Asyifa memulai memijit Adrian, dimulai dari kaki Adrian, lalu ke punggung Adrian. Tidak ada perasaan apa pun dengan Asyifa. Karena memang tujuannya ingin membuat Adrian rileks dan bebas dari pegal-pegal lagi.
“Pak, apa ini terlalu keras?” tanya Asyifa.
“Enggak, pas Fa. Kamu benar-benar pintar memijit, ya?” puji Adrian.
“Ayahku suka kalau pulang kerja aku pijitin, Pak,” jawab Asyifa.
“Kamu anak pertama, kan?” tanya Adrian.
“Iya, Pak. Memang kenapa?”
“Anak pertama pasti akan dekat dengan ayahnya, apalagi anak perempuan. Dan mungkin kamu ingin memiliki sosok suami seperti ayahmu yang hebat, dan mencintaimu tanpa tapi,” ucap Adrian.
“Iya, saya memang sangat dekat dengan ayah, beda dengan kedua adikku yang lebih dekat dengan ibu. Iya, Pak. Cinta untuk ayah tidak akan tergantikan,” ucap Asyifa dengan perasaan sesak di dadanya, karena mengingat ayahnya dulu.
“Kalau kangen berdoa saja untuk ayah dan ibumu,” tutur Adrian.
“Itu selalu, Pak. Tapi, saya merasa, saya ini sudah gagal menjadi anak mereka. Saya malu, sampai seperti ini, Pak. Sampai bekerja seperti ini, semoga Ayah dan Ibu tidak kecewa di sana melihat saya seperti ini, tapi ya sudahlah, saya butuh untuk adik-adik saya, supaya mereka bisa sekolah,” ucap Asyifa.
Adrian yang mendengarnya, merasakan apa yang Asyifa rasakan sekarang. Ia sama saja akan merusak anak gadis orang jika seperti ini. Namun, dirinya pun sudah terjebak dalam perjanjian kontrak Naura dan Asyifa. Tidak mungkin dirinya akan egois dan menghamili Naura dengan paksa. Apalagi Adrian sudah tahu karakter Naura seperti apa orangnya.
Tidak terasa Asyifa sudah selesai memijit punggung Adrian. Adrian akui pijitan Asyifa enak, rasa pegalnya sedikit menghilang.
“Sudah selesai, Pak. Lumayan kan, bisa mengurangi rasa pegalnya?” tanya Asyifa.
“Iya, lumayan, terima kasih sudah mau memijit saya,” ucap Adrian.
“Bahkan Naura pun tidak pernah melakukan hal seperti ini. Boro-boro mijit aku yang sedang pegal, bikinkan kopi, teh, atau minuman hangat herbal seperti ini pun tidak pernah sama sekali,” batin Adrian, membandingkan antara Naura dan Asyifa lagi.
“Diminum, Pak. Sudah hangat pastinya,” ucap Asyifa dengan mengambilkan gelas milik Adrian.
Adrian duduk bersila di atas karpet, menerima gelas dari Naura, lalu ia cicipi minuman herbal yang dibuatkan oleh Naura. Adrian menyesap minumannya, rasanya aneh, tapi Adrian ingin menikmatinya lagi, ia teguk cukup banyak minumannya. Asyifa tersenyum menatap Adrian yang ekspresinya lucu setelah meminum minuman herbalnya.
“Bagaimana rasanya, Pak?” tanya Naura.
“Ini mirip jamu, tapi seger ya, Fa?” ucap Adrian.
“Iya, kan aku kasih perasan lemon, terus kasih madu juga, Pak,” ucap Asyifa.
“Enak, Fa. Semoga saja besok pegalnya hilang,” ucap Adrian.
“Mudah-mudahan ya, Pak?”
Awalnya merasa aneh dengan minuman herbal buatan Asyifa, tapi setelah meneguk cukup banyak, ternyata Adrian malah suka. Adrian memakai kaosnya lagi, sambil menatap Asyifa yang sedang meneguk minumannya.
“Cantik, manis,” batin Adrian.
“Pak? Kok gitu banget lihatinnya?” tanya Asyifa yang salah tingkah melihat Adrian menatapnya seperti itu.
“Ehm ... gak apa-apa, Cuma lihat kamu keringatan saja keningnya. Pasti capek ya habis mijitin aku?” ucap Adrian.
“Enggak, Pak. Gerah jadi keringatan gini,” jawab Asyifa.
Adrian mengambil tissue di atas meja. Ia mengusap kening Asyifa yang basah. Adrian tersenyum dengan menatap Asyifa lebih dalam.
“Fa?”
“Iya, Pak? Kenapa?”
“Kamu mau kalau kita melakukannya sekarang? Katanya kamu mau diajari bikin anak?” ucap Adrian.
“Jadi sekarang, Pak?” tanya Asyifa yang mulai bingung dan ketakutan.
“Iya sekarang, saya mau sekarang. Ini juga karena kamu, Fa. Apa minuman itu kamu taruh obat kuat? Sampai aku ingin mengajarimu membuat anak?” tanya Adrian. Padahal Adrian bicara seperti itu hanya pura-pura, dan ingin melihat reaksi wajah Asyifa.
“Ta—tapi, Pak?” ucap Asyifa terbata.
“Tapi apa? Masih takut?” tanya Adrian.
Asyifa hanya mengangguk dengan ekspresi wajah yang sulit diartikan. Ingin rasanya Adrian tertawa melihat ekspresi wajah Asyifa sekarang. Tapi Adrian semakin gemas melihat Asyifa yang ketakutan seperti itu.
“Iya, tapi kalau bapak mau, ayolah sekarang,” ucapnya dengan tersenyum genit.
“Jangan menggodaku seperti itu, Asyifa. Kamu akan tahu akibatnya!”
Sreeettt ...
Adrian yang gemas dengan tingkah Asyifa yang terlihat agresif itu menarik tubuh Asyifa hingga jatuh ke pangkuannya.
“Pak!” pekik Asyifa.