Reiner merupakan ketua Mafia/Gengster yang sangat di takuti. Ia tak hanya di kenal tak memiliki hati, ia juga tak bisa menerima kata 'tidak'. Apapun yang di inginkan olehnya, selalu ia dapatkan.
Hingga, ia bertemu dengan Rachel dan mendadak sangat tertarik dengan perempuan itu. Rachel yang di paksa berada di lingkaran hidup Reiner berniat kabur dari jeratan pria itu.
Apakah Rachel berhasil? Atau jerat itu justru membelenggunya tanpa jalan keluar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Eng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13. Sebenarnya peduli
Sonia melambaikan tangannya kepada Dilan yang akhirnya terpaksa pulang dengan muka lelah, sebab berjam-jam mencari keberadaan Rachel namun perempuan itu tak juga mereka temukan.
Dilan merasa sangat khawatir. Bahkan ponsel Rachel belum juga bisa di hubungi.
Sonia tadi juga memberikan rekomendasi beberapa tempat yang biasa Rachel kunjungi, namun perempuan itu tak juga berada di sana. Sebenarnya Sonia agak kepo, tapi dengan tidak ketemunya Rachel, ia menjadi memiliki kesempatan untuk mengobrol banyak dengan Dilan. Lagipula, ia tak peduli dengan Rachel.
"Kau sudah pulang?" ucap sang Ibu begitu Sonia masuk.
"Ibu, apa gadis itu benar-benar telah pergi? Aku bahkan mencarinya ke rumah lama tapi dia juga tak ada di sana?" kata Sonia yang malah langsung tertarik membahas soal Rachel.
Helen terlihat berpikir. Masih belum hilang dari ingatannya tentang perkataan Reiner.
"Anakmu sudah membuat ku rugi banyak. Suami mu akan ku jadikan jaminan agar gadis itu tidak macam-macam!"
Helen yang waktu itu ketakutan tak bisa berbuat banyak. Tapi tak masalah juga. Lagipula, ia jadi tak perlu repot-repot mengurusi suaminya yang tak berguna itu.
"Biarkan saja. Ibu tidak peduli!" sahutnya malas.
"Tapi yang carikan uang kita siapa Bu?" rengek Sonia dengan muka memelas.
Maka Helen seketika seperti tersadar. "Kau benar-benar!" balas Helen langsung terlihat susah. Namun sejurus kemudian ia memiliki ide, yang akhirnya membuat mereka berdua berani mendatangi mansion Reiner keesokan harinya.
Helen tahu alamat mansion Reiner usai melihat sebuah kartu nama yang tergeletak diatas meja di kamar Rachel. Mereka berdua datang dan terlihat terkejut manakala melihat bangunan besar yang begitu megah.
"Ibu, siapa sebenarnya Reiner itu. Rumah seperti ini pasti hanya bisa dimiliki oleh orang yang tidak sembarangan!" bisik Sonia terpukau dengan kemegahan yang terlihat. Mereka bahkan masih berada di muka gerbang, tapi sudah sangat takjub.
"Ada perlu apa kalian kemari?" tegur seseorang yang berjalan mendekati pintu gerbang. Suara bariton itu sukses membuat mereka berdua menelan ludah. Pria tinggi dengan kacamata hitam itu sungguh membuat mereka takut.
"K-kami mau bertemu tuan R-Reiner!"
Pria itu memindai tampilan Helen dan Sonia dan sejurus kemudian terlihat menelpon seseorang, dan beberapa saat kemudian muncullah Marlon. Ya, pria itu rupanya melapor kepada Marlon bila ada dua perempuan yang mencari Reiner.
"Ada apa?"
***
Sonia tak hentinya mengeratkan tangannya ke lengan sang Ibu, kala keduanya kini sedang menunggu kedatangan Reiner di ruangan luas dengan lampu gantung besar yang terbuat dari kristal mahal.
Lukisan-lukisan besar dengan aura magis makin membuat atmosfer di sana teramat mengerikan.
Beberapa saat kemudian, sesosok pria bertubuh tegap dengan sorot mata dingin datang. Membuat keduanya reflek membetulkan posisi duduknya.
"Ada perlu apa?" ucap Reiner sembari mendudukkan tubuhnya.
Helen menunjukkan senyum termanis. "Tuan Reiner. Saya tahu mungkin anda membutuhkan jasa Rachel. Tapi dia tidak pamit kepada ku bila dia tidak pulang. Sebagai Ibu, saya khawatir!"
Reiner masih menatap datar Helen yang berbicara dengan penuh tipu daya. Ia tahu tipe manusia seperti Helen ini sungguh seperti penjilat. Doyan bermulut manis.
"Tapi, saya juga tahu bila dia..."
"Tidak usah basa-basi. Cepat katakan apa yang kalian mau?" Reiner memotong ucapan Helen.
Helen kontan menelan ludah. Aura intimidasi sungguh kental terasa. Kata-kata yang semula tersusun rapih di otak kini buyar berantakan, hanya gara-gara tatapan tajam itu.
"Berikan kami uang. Dan Rachel..."
Reiner menarik seringai tipis. Tepat seperti dugaannya. Dua orang itu pasti akan membuat soal uang.
"Jadi kau menjual anakmu?"
Maka Helen seketika menunjukkan gestur membantah tuduhan. "Bu-bukan seperti itu tuan. Bukan. Tapi..."
"Berapa yang kau butuhkan?" Reiner kembali memotong ucapan Helen, terlihat sama sekali tak terperdaya dengan mulut manis Helen.
Sonia terlihat semakin takut sebab air muka Reiner sungguh tidak bisa di tebak. Pria itu sangat tampan, tapi kenapa saat berbicara seperti ini justru terlihat menyeramkan?
"Li-lima ratus jut..."
DOR!
Reiner tiba-tiba menarik pelatuk pistol lalu melesatkan timah panas ke sembarang arah dan membuat dua perempuan itu seketika berjingkat kaget. Keduanya menjadi pucat dengan tubuh yang gemeteran. Degup jantung mereka makin tak terkendali lantaran menjadi sangat ketakutan.
"Kau mau memerasku? Kau pikir anak bodoh mu itu bernilai berapa? Dia bahkan masih memiliki tanggungan karena merusakkan mobilku!"
"Ma-aaf tuan. Ka-kami..." menjadi tergagap-gagap karena takut. Sepertinya mereka telah salah berucap.
"Aku memang tidak mengizinkan putrimu keluar dari tempat ini. Karena dia telah membuat kesalahan. Pergi, sebelum aku berubah pikiran!"
Maka Helen dan Sonia langsung pergi tunggang langgang, tanpa berkata apa-apa lagi sebab mereka sudah sangat ketakutan.
***
Di sebuah ruangan, Reiner melihat dari luar seorang pria yang kini sedang di suntik. Pria itu masih terlelap dengan selang infus yang masih tertancap. Puas mengamati, ia lalu pergi. Ia tenang usai memastikan sendiri prosedur yang dia inginkan telah dilakukan.
Di belakangnya, Marlon setia mengikuti. Tangan kanan Reiner itu, akhirnya tahu bila bosnya sedang jatuh cinta.
"Apa yang gadis itu lakukan?"
"Membersihkan kamar anda seperti yang anda minta!"
Mendengar hal itu, Reiner merasa jika Rachel pasti bosan. Ia seketika teringat dengan sesuatu.
"Kapan kita ke Vuma?"
"Dua hari lagi!"
Reiner tiba-tiba mengentikan langkahnya lalu berbalik menghadap ke arah Marlon.
"Aku mau perempuan itu ikut dengan kita!"
Marlon agak terkejut, tapi sejurus kemudian ia mengangguk. Benar-benar tak mengerti dengan jalan pemikiran seorang Reiner yang sukar di prediksi.
Marlon lalu di tugaskan untuk memberitahu Rachel soal kepergian mereka ke pulau Vuma.
"Apa? Untuk apa aku ikut?" jawab Rachel yang merasa kesal karena selalu saja Reiner itu semaunya sendiri.
"Sebaiknya anda mengikuti saja apa yang diminta tuan Reiner!"
Rachel merasa hidupnya sangat terkekang. Ia seperti terjerat sesuatu yang sulit untuk ia uraikan. Apa rencana pria itu, apa dia akan di bunuh? Rachel mendecak lalu kembali duduk di dekat jendela dengan raut kesal.
Dan kemunculan Reiner beberapa waktu kemudian membuat lamunannya seketika buyar.
"Kau sedang memikirkan aku?"
Rachel mendecak lirih. Tak suka dengan perkataan Reiner yang sebenarnya tak salah juga.
"Aku mau kau besok memakai ini!" Reiner melemparkan dua tas belanjaan besar ke atas ranjang. Ia lalu duduk di dekat Rachel.
Rachel yang mukanya terlihat tak senang malas menanggapi. Ia memilih menggeser tubuhnya agar tak di lihat oleh Reiner.
"Kenapa wajahmu seperti itu? Kau seharusnya bersyukur padaku karena aku mau menampung mu di sini. Apa kau tahu, bahkan Ibumu menjual mu padaku!"
Mata Rachel mendelik. Ia lalu berbalik menatap Reiner yang tersenyum licik.
"Lihat ini!"
Reiner menunjukkan sebuah rekaman saat Helen dan Sonia tadi datang dan meminta 500 juta kepada Reiner. Rachel menahan bibirnya yang mulai bergetar.
Namun semakin di tahan, gejolak di dada semakin membuat air mata Rachel seketika meleleh kala melihat hal itu. Ia tahu selama ini Ibunya sangat membenci dirinya. Tapi ia tak pernah menduga bila wanita itu tega melakukan hal seperti ini.
"Kau tahu apa itu artinya?" kata Reiner sembari memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku jas.
"Kau harus bersikap baik padaku!" kata Reiner tertawa.
Reiner pergi usai mengatakan hal itu, dan Rachel seketika beringsut ke lantai sembari meratapi diri yang seperti ini.
***
Jadwal ke Vuma telah tiba. Reiner berencana terbang siang ini menggunakan jet pribadi. Ia dan beberapa pengawal lain sudah menunggu di ruang tengah, menunggu Marlon yang menjemput Rachel ke kamar ya.
Semula, Reiner masih menyibukkan diri ke ponselnya, tapi ketika Marlon membuka suara dengan mengatakan, "Kami sudah siap, Tuan!"
Reiner mendongak dan pandangannya tak sengaja langsung berfokus pada Rachel yang berpenampilan sexy, hot, dan begitu cantik, sembari terus menerus menyuguhkan raut kesal.
Reiner menelan ludah. Baju yang ia pilih untuk Rachel benar-benar melebihi ekspektasi nya. Lekuk tubuh yang terbungkus pakaian yang terbuka itu sungguh membuat hasrat Reiner bangkit.
"Siapkan mobil, kita berangkat sekarang!" titah Reiner sembari bangkit.
Beberapa orang segera berjalan usai mendengarkan ucapan Reiner. Sementara Reiner sendiri terlihat mendekati Rachel yang terlihat tak sudi menatap muka Reiner.
"Kau mengenakan ini sengaja ingin menggodaku, hmm?" kata Reiner seraya mengelus pipi Rachel menggunakan jemarinya yang besar.
Rachel sontak menatap tak suka Reiner. Bukankah pria itu yang memaksanya memakai pakaian menjijikan ini?
"Karena kau menurut, aku akan mengizinkan mu menemui Ayahmu besok!" bisik Reiner sembari menciumi aroma rambut Rachel.
Mendengar hal itu, raut muka Rachel seketika berubah. Apakah Reiner bisa di percaya?
"Kau langsung terlihat senang!" Reiner meraba kulit terbuka Rachel diantara belahan kedua dadanya. Membuat perempuan itu seketika berdesir.
Slnya si rainer lg mumet sm nenek sihir