Hidupku hancur, setelah pernikahan keduaku diketahui oleh istriku, aku sengaja melakukan hal itu, karena aku masih mencintainya. Harta yang selama ini kukumpulkan selama 10 tahun. Lanhsunh diambil oleh istriku tanpa tersisa satu pun. Lebih parahnya lagi, aku dilarang menafkahi istri siri dan juga anak tiriku menggunakan harta bersama. Akibatnya, aku kembali hidup miskin setelah mendapatkan karma bertubi-tubi. Kini aku selalu hidup dengan semua kehancuran karena ulahku sendiri, andai waktu bisa ku ulang. Aku tidak pernah melakukan kesalahan yang fatal untuk pernikahanku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minami Itsuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 13 PENGGELAPAN UANG RESTO
"Kenapa kamu harus menuruti permintaan Mbak Siska? Apa kamu tidak sadar, jika perjanjian itu dapat membuatmu rugi! Begitu juga dengan diriku! Lalu gunanya kita berdua menikah apa, Mas? Kalau semua aset dan hartamu dialihkan oleh Mbak Siska. Lalu aku dapat apa?” Rahma begitu murka dengan perjanjian tersebut. Ia tidak mengira jika hal seperti ini bisa terjadi. Ia kira Siska adalah wanita bodoh yang tidak tahu apa-apa. Namun perkiraan Rahma justru melesat. Impian yang selama ini ia dambakan akan semakin menjauh.
“Aku minta maaf, tapi kamu tenang saja. Walaupun aset dan harta ada di tangan Siska. Kamu tetap menjadi cintaku nomor 1. Apa pun yang kamu minta akan aku kabulkan.” Rahma berdengus kesal. Saat ini ia tidak butuh cinta dari suaminya. Yang ia butuhkan saat ini adalah uangnya dan asetnya. Karena dengan semua itu Rahma bisa mendobrak agar bisa menjadi wanita kaya raya tanpa harus bersusah payah bekerja. “Rahma, kamu dengarkan apa yang aku bilang.”
“Iya, aku dengar!” jawabnya ketus, aku tahu dia marah karena surat perjanjian itu.
“Kok jawaban kamu begitu sih! Kamu enggak terima dengan keputusanku? Walau pun harta dan aset semuanya dialihkan ke Siska. Cintaku padamu tidak akan pernah hilang, apa pun yang kamu minta bisa aku kabulkan. Ya walau pun agak sulit untuk memberimu uang, setidaknya kita akan tetap bersama."
"Huh...” Rahma melirik ke arah Danu, wajahnya terlihat suram karena suaminya sudah tidak bisa memberikan apa yang dia mau sesuka hati.
"Kamu jangan cemberut dong, aku janji akan memenuhi kehidupan kamu." Rahma menghela napasnya, walau pun ia tidak bisa lagi meminta uang seperti dulu, setidaknya suaminya mau berjanji untuk memenuhi permintaannya. Perlahan senyum manis Rahma terbit kembali.
“Benar kamu akan mengabulkan permintaanku, Mas?”
“Iya, apa pun itu.”
“Kalau begitu, Izinkan aku bertemu dengan Mbak Siska ya.” Mendengar permintaan Rahma membuat wajahku seketika tegang.
"Buat apa kamu bertemu dengan Siska?"
"Aku hanya ingin bertemu saja."
"Kalau sudah bertemu, memang kamu mau apa?"
"Aku akan mengatakan kepada Mbak Siska untuk tidak menjadi istri yang serakah, dan menguasai semua harta suaminya, ia juga harus diingatkan bahwa kamu sudah mempunyai dua istri, jadi dia tidak berhak untuk menguasai harta yang kamu punya, karena kamu juga sudah mempunyai kewajiban untuk menafkahiku dan juga anakku, aku juga ikut mengelola restoran."
"Apa-apaan kamu, jangan seenaknya memutuskan sesuatu tanpa persetujuanku!" sentakku.
"Loh, kok. Kamu marah sih. Memangnya salah kalau aku mengatakan seperti itu kepada Mbak Siska untuk tidak menjadi istri yang serakah."
"Aku nggak akan mengizinkan kamu untuk bertemu dengan Siska. Aku tidak mau mendapatkan masalah yang lebih besar, lebih baik kamu diam di sini dan menuruti perintahku."
"Tapi Mas aku--"
"Jangan berbicara lagi, atau aku tidak akan kembali ke rumah ini!" ancamanku mampu membuat Rahma bungkam, ia tidak akan berani lagi mengeluarkan kata-kata yang membuat kepalaku semaki pusing. "Jangan coba-coba bertemu dengan Siska, jika sampai itu terjadi, kamu akan tahu resiko yang akan datang." Setelah berdebat, aku memutuskan untuk keluar. Setidaknya aku bisa menghirup udara segar di pagi ini.
"Sialan, kenapa malah jadi begini." Rahma begitu kesal dengan sikap suaminya yang terlalu takut dengan istri pertamanya. Padahal ia melakukan hal itu untuk menyelamatkan harta suaminya agar tidak dikuasi oleh istrinya di rumah, sayangnya suaminya malah memberi ancaman terhadap dirinya. Membuat ia tidak bisa berkutik.
Sebenarnya ia cukup takut dengan nada ancaman dari suaminya. ia masih membutuhkan suaminya untuk mendobrak agar bisa menjadi kaya dalam waktu dekat. Itu sebabnya ia rela menjadi wanita kedua agar bisa mengambil alih harta suaminya menjadi milik seutuhnya.
"Sepertinya aku harus lebih sabar lagi menghadapi mbak Siska."
Di saat Rahma tengah menghadapi masalah, tiba-tiba ia mendapatkan telepon dari ibunya. ponselnya terus saja berdering, tetapi Rahma malas untuk menerimanya. Ia yakin ibunya pasti akan meminta uang, untuk melunasi hutang-hutang yang belum dibayar.
karena tak tahan dengan suara ponselnya, terpaksa Rahma menerima panggilan dari ibunya.
"Kenapa panggilan Ibu baru kamu angkat?"
"Ibu kenapa telepon aku?" ujar Rahma to the point, ia malas mendengar ocehan ibunya.
"Suamimu ada di rumah?"
"Ada, memang kenapa?"
"Bagus itu, bilang sama Danu untuk transfer uang ke rekening Ibu sekarang juga."
"Uang untuk apa lagi sih, Bu? Belum lama ini kan aku sudah kasih Ibu uang."
"Kamu enggak usah banyak tanya, suruh suami kamu untuk transfer uang sekarang, ibu butuh!"
"Tapi Mas Danu lagi pergi keluar."
"Keluar kemana? kalau dia sudah kembali. Langsung buru-buru transfer secepatnya!" Tanpa menunggu jawaban Rahma, ibunya langsung menutup panggilan telepon. Kepala Rahma terlalu pusing memikirkan ibunya yang selalu meminta uang. Ia memutuskan untuk masuk ke dalam kamar, setidaknya ia bisa beristirahat sejenak. Sambil menunggu suaminya pulang kembali dari luar.
...****************...
"I ... Ini apa, Mah?” tanyaku, lagi-lagi aku di buat terkejut oleh Siska, setiap kali aku menginap di rumah istri keduaku selama seminggu, pasti selalu ada kejutan menanti diriku di rumah ini.
"Kertas"
"Kertas apa? Kenapa bisa ada sebanyak ini?"
"Tanpa aku jelaskan, kamu sudah tahu sendirikan?” Melihat beberapa lembar di atas meja membuat jantungku berdegup kencang, sebenarnya aku tahu kertas apa yang dilihat oleh istriku. Namun aku tidak bisa berkata apa-apa.
"Mah, aku bisa jelaskan tentang semua--"
"Mau menjelaskan apa, Mas?" Aku langsung mengalihkan mataku ke arah lantai saat tatapan Siska begitu tajam, ditambah lagi tenggoroka ini terasa kering. Membuat nyaliku sedikit takut dengan Siska.
"Tentang kertas itu."
"Oh, ya sudah silakan jelaskan semuanya." Siska langsung menyadarkan punggungnya ke sofa dan menyilangkan kedua tangannya, dia terus saja menatap wajahku yang sudah mulai panik, aku sendiri bingung bagaimana menjelaskan semuanya kepada istriku, tentang uang yang sudah aku keluar kan untuk Rahma. "Kenapa diam, Mas? Ayo jelaskan, bagaimana bisa ada uang yang begitu besar keluar dari rekening Restoran kita?"
"Itu ... Eee ...itu--"
"Kalau ingin menjelaskan sesuatu, jangan ada kebohongan. Aku sudah muak dengan semua kebohongan yang kamu katakan kepadaku Mas. Ternyata bukan hanya menghianatiku saja, kamu juga sudah mulai pintar berbohong padaku hingga pengeluaran rekening Resto bisa mengeluarkan uang begitu banyak ke rekening yang bukan milikku!"
"Maafkan aku, Mah. Aku benar-benar khilaf. Aku janji tidak akan melakukan hal itu lagi."
"Kata maaf saja tidak cukup, Mas. Apalagi melihat beberapa nominal yang cukup besar, keluar dari rekening Restoran. Kamu tahu kan pendapatan resto itu untuk siapa?" Lagi-lagi aku hanya bisa tertunduk, aku tidak bisa mengelak lagi karena istriku sudah mengetahui kemana uang itu keluar.
"Aku tahu, Mah. Aku janji akan mengumpulkan kembali uang yang aku Keluarkan untuk--"
"Kenapa kamu harus bersusah payah mengumpulkan kembali uang yang sudah kamu keluarkan untuk gundikmu, daripada kamu capek-capek mengumpulkan uang itu dalam waktu yang cukup lama, lebih baik uang itu aku ambil kembali dari gundikmu, kamu tahu sendiri kan aku tidak akan membiarkan uang sepersen pun dinikmati oleh pelakor itu, apalagi uang itu adalah milik anak kita untuk masa depannya." Wajahku langsung terangkat menatap Siska. Jika dia melakukan itu terhadap Rahma. Bisa-bisa akan ada perang besar, lebih parahnya lagi kalau ada keluargaku yang tahu jika aku sudah menikah diam-diam.
"Sa ... Sayang, kamu enggak serius kan untuk melakukan hal itu?"
"Apa kamu melihat wajahku, Mas?"
"I... Iya."
"Apa wajahku terlihat bercanda dengan ucapanku barusan?" Tanpa sadar kepala ini menggeleng pelan. Aku tahu dia serius dengan ucapannya. Tapi kalau Siska menarik kembali apa yang sudah aku berikan kepada Rahma, bisa semakin runyam.
Dobel up, Thoor /Pray//Pray/