Niat hati memberikan kejutan kepada sang kembaran atas kepulangannya ke Jakarta, Aqilla justru dibuat sangat terkejut dengan fakta menghilangnya sang kembaran.
“Jalang kecentilan ini masih hidup? Memangnya kamu punya berapa nyawa?” ucap seorang perempuan muda yang dipanggil Liara, dan tak segan meludahi wajah cantik Aqilla yang ia cengkeram rahangnya. Ucapan yang sukses membuat perempuan sebaya bersamanya, tertawa.
Selanjutnya, yang terjadi ialah perudungan. Aqilla yang dikira sebagai Asyilla kembarannya, diperlakukan layaknya binatang oleh mereka. Namun karena fakta tersebut pula, Aqilla akan membalaskan dendam kembarannya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bukan Emak-Emak Biasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Di Luar Dugaan
“Enggak usah bangunin mbak buat buka pintu yah, Pak. Kami pakai kunci serep. Kasihan, mereka pasti sudah tidur,” ucap ibu Srikandi.
Seperti biasa, mama dari Rumi itu memperlakukan setiap lawan bicaranya, termasuk pekerja di rumahnya, penuh kelembutan.
Sambil membawakan koper berukuran sedang berwarna lilac milik Rumi, sang satpam selaku lawan bicara ibu Srikandi memasang wajah muram. Kemuraman yang makin bertambah, seiring ibu Srikandi dan juga Rumi, masuk ke dalam rumah.
“Gimana, ya? Itu dari sore, si mbak Sasy belum keluar. Agak lain sih, ngapain main sampai selarut ini? Lagian mau main ke siapa, kalau dia saja harusnya tahu, non Rumi enggak di rumah? Moga enggak ada drama aneh-aneh. Karena cinderella saja harus balik kalau sudah pukul dua belas malam. Lah ini, ... sudah pukul dua belas malam lewat, mau setengah satu pagi, kok malah belum ada hilal pergi?” batin sang satpam yang jadi khawatir. Selain itu, sang satpam juga jadi merasa tidak nyaman jika ingat cara pak Pendi melakukan Sasy dan itu penuh kelembutan cenderung agresif.
Satpam tersebut bergegas kembali ke sekitar gerbang. Setelah memastikan keadaan aman, ia masuk ke dalam post satpam. Di lain sisi, tak ada yang aneh dengan keadaan rumah pak Pendi. Baik ibu Srikandi maupun Rumi, merasa semuanya baik-baik saja. Namun, ada yang mengganggu kedua mata Rumi kala ia menoleh ke sebelah pintu masuk utama. Di sana ada sepatu flat warna biru.
“Sepatu siapa, ya? Kayaknya enggak asing?” pikir Rumi.
Sambil memegangi bingkai kacamatanya yang masih pemberian Chilla, Rumi mengawasi sepatu yang tentunya merupakan sepatu wanita. Sepatu tersebut nyaris memiliki ukuran sama dengan kakinya. Karena itu juga, pandangan Rumi refleks mengawasi kedua kakinya yang terbilang mungil, sebelum berganti ke sepatu biru.
Kemudian, ingatan Rumi mendadak dihiasi sosok kaki jenjang yang kerap memakai sepatu tersebut. Sosok tersebut berambut sebahu, dan Rumi yakini merupakan Sasy.
“Iya, ... itu sepatunya Sasy!” Rumi sangat yakin dan sampai menggebu-gebu.
“Terus, kenapa sepatunya ada di sini, dan sejak kapan?” Terakhir yang Rumi ingat dan itu dua hari lalu sebelum ia pergi dari rumah. Rumi yakin, sepatu tersebut tak ada di sana.
Penuh ketenangan, ibu Srikandi sudah sampai lantai atas selaku keberadaan kamarnya. Namun, Rumi masih bertahan di ruang tamu selaku ruang keberadaan pintu utama. Pikiran Rumi telanjur dikuasai sepatu flat biru dan diyakini sebagai milik Sasy.
Ibu Srikandi sampai ngos-ngosan karena harus mengangkat kopernya dari lantai bawah. Namun seperti biasa, dengan cepat ia bisa menguasai diri dan kembali tenang lagi. “Gerah, capek. Sebelum tidur, aku mau berendam dulu pakai air hangat biar enakan. Biasanya kan si papa enggak bisa lihat aku ‘nganggur’ meski sebentar. Sebalnya kalau aku bau keringat dikit, dia protes.”
Meski pintu kamarnya dalam keadaan terkunci, ibu Srikandi tidak ambil pusing. Karena ia memiliki kunci serepnya. Pintu sudah terbuka, dan koper pun segera ibu Srikandi masukkan ke dalam kamarnya yang luas. Kendati demikian, ibu Srikandi sengaja melakukannya dengan sangat hati-hati. Agar apa pun itu bahkan sekadar langkahnya, tak mengganggu sang suami yang ia yakini sudah tidur, setelah seharian lebih sibuk.
Awalnya, ibu Srikandi akan langsung ke kamar mandi. Ia meninggalkan kopernya di sebelah pintu, kemudian melangkah sambil melepas kardigan warna lilac dari tubuh mungil nan rampingnya. Namun ketika pandangannya tak sengaja menoleh ke keberadaan ranjang tidurnya yang ada di ruang sebelah, ia mendapati pantulan seorang wanita muda yang sedang duduk di atas tubuh seorang pria, pada hamparan cermin di sana.
Jelas pria yang tiduran tanpa busana itu Pendi, suami ibu Srikandi. Sementara wanita muda tanpa busana di atasnya, ibu Srikandi kenali sebagai Sasy, teman Rumi! Dan baru ibu Srikandi sadari, walau pintu kamarnya terkunci, di sana dalam keadaan terang-benderang. Termasuk ruang keberadaan tempat tidurnya.
Ibu Srikandi dapati juga, di lantai sekitar tempat tidur dihiasi pakaian terserak termasuk pakaian dalam. Lagi-lagi, pasti itu milik kedua sejoli penghuni ranjang tidurnya.
“Sudah enggak sakit, kan? Sudah enakkan, kan?” ucap pak Pendi benar-benar lembut. Kedua tangannya sibuk meraba dua gunungan kenyal berukuran cukup besar yang ada di dada Sasy.
Sasy hanya memasang wajah manja tanpa balasan berarti. Tak pernah terbayangkan sebelumnya olehnya, dirinya akan berakhir menyerahkan kesuciannya kepada pria yang bukan suaminya. Pria yang malah merupakan suami orang, papa dari temannya. Sasy bahkan melakukannya bukan setelah menikah dan harusnya disebut sebagai malam pertama. Sasy melakukannya karena kebutuhan gaya hidupnya yang melampaui kemampuan.
“Hebat loh kamu. Selain masih perawan dan enak banget, kamu juga langsung pro!” ucap pak Pendi.
Lagi-lagi bibir pak Pendi tidak bisa untuk tidak memuji Sasy. Pujian yang membuat tubuh ibu Srikandi layaknya dipanggang. Dada wanita itu seolah nyaris meledak. Tak terbayangkan olehnya, suaminya tega mengkhianatinya. Pak Pendi tak segan bermain api bahkan itu di tempat tidur mereka. Parahnya, pak Pendi melakukannya dengan wanita muda dan itu teman anak gadisnya!
Hati ibu Srikandi remuk redam. Langit kehidupannya seolah hancur tak berupa. Akan tetapi, ibu Srikandi tak mau hancur sendiri. Segera ia keluarkan ponselnya dari saku celana kulot warna putihnya. Ia sengaja menggunakan ponselnya itu untuk merekam apa yang terjadi di ranjang sana dan sengaja ia siarkan secara langsung. Namun sebelumnya, ia sudah memfoto adegan panas di ranjang sebelah. Dengan cepat jemarinya bekerja membalaskan dendamnya.
“Wah ... wah ... pak Gubernur, begini kelakuanmu? Sama l o n t e yang bahkan teman sekolah anak kita! Yakin masih mau dilantik?” lantang ibu Srikandi. Ia memang menangis, ia hancur sehancur-hancurnya. Namun sekali lagi, ia tak mau hancur sendiri.
Keadaan langsung kacau. Pak Pendi yang panik tak kalah panik dari Sasy terus meminta istrinya untuk berhenti. Di tengah jerit histeris ibu Srikandi, wanita lemah lembut itu tak segan mengamuk. Apa pun ibu Srikandi ambil kemudian lempar. Bukan hanya ke Sasy, tetapi juga kepada sang suami.
Keributan di lantai atas dan itu Rumi yakini dari kamar orang tuanya, membuat jantung Rumi berdetak sangat cepat. Tanpa pikir panjang, Rumi pun lari memastikan. Sampainya di lantai atas, Rumi tak bisa masuk karena pintu kamar orang tuanya dikunci dari dalam.
“Ma ... Pa ... ada apa? Ma ... buka pintunya!” panik Rumi sambil terus menggedor-gedor pintu kamar orang tuanya.
Tak kehabisan akal, Rumi pun mencari kunci serem di ruang sebelah dan merupakan kantor selaku ruang kerja kedua orang tuanya. Setelah sibuk mencari kunci serep dan Rumi juga berhasil membuka pintu kamar orang tuanya, keadaan di sana sungguh di luar dugaan.
“HAHHHH??!” Langit kehidupan Rumi seolah runtuh. Tubuh Rumi terjatuh meski kedua matanya menatap apa di dalam sana dengan nyaris tak berkedip.
apalagi adegan pak pol nabrak tukang cendol
Stevan bikin repot aja sih... g sadar apa kelakuanya bisa bikin perang saudara...
ah iya... Qila nikah keluar negri aja... nanti nikahnya sama Bule ya... biar punya anak kayak Kimi & Briela...
kan gemesin tuh... 😍
🤣🤣🤣🤣🤣
😏😏😏
iya juga yaa,, kalo sdh singgung k Mbah Kakung,, memoriq tiba2 jadi blank🤭😅
ini angkatan siapa ya... 🤣🤣🤣
kayaknya aq harus bikin silsilah keluarga mereka deh... 🤣🤣🤣