Elise, Luca dan Rein. Mereka tumbuh besar disebuah panti asuhan. Kehidupan serba terbatas dan tidak dapat melakukan apa-apa selain hanya bertahan hidup. Tapi mereka memiliki cita-cita dan juga mimpi yang besar tidak mau hanya pasrah dan hidup saja. Apalah arti hidup tanpa sebuah kebebasan dan kenyamanan? Dengan segala keterbatasannya apakah mereka mampu mewujudkannya? Masa depan yang mereka impikan? Bagaimana mereka bisa melepaskan belenggu itu? Uang adalah jawabannya.
Inilah kisah mereka. Semoga kalian mau mendengarkannya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yeffa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 15. Keributan Kecil Part 2
Langit terlihat cerah, matahari bersinar dengan hangatnya membuat Elise terbangun bersamaan dengan kicauan burung yang merdu dari balik jendela kamarnya. Memang beberapa hari lalu terlihat sarang burung disalah satu dahan pohon besar itu. Tapi tidak disangka ternyata mereka bahkan sudah beranak pinak disana. Langit biru dengan sedikit awan putih menemani. Senyum Elise muncul secara tidak sengaja
Elise merentangkan tangan mungilnya, merasakan sinar matahari hangat yang menyinari kamar yang sederhana dengan jendela kayu tua. Elise turun dari ranjang dan melihat Rein dan Luca masih tertidur pulas. Elise tidak membangunkannya, mereka masih bertengkar dalam diam beberapa hari ini. Elise pun menghindari mereka dan tidak membantu pekerjaan dikebun. Mereka juga tampak enggan berbicara dengan Elise. Jadilah mereka berdiam diri satu sama lain tanpa bertegur sapa sekalipun.
Anak-anak mulai sadar dengan situasi canggung yang datang menghampiri ketika mereka berkumpul diruang makan. Biasanya mereka saling bercanda dan berbincang panjang lebar kini hanya diam menyantap makanan. Sesekali Luca dan Rein saling lirik menatap Elise yang tampak acuh. Sedangkan nak-anak lainnya bukannya tidak berani bertanya tapi karena Rein sangat galak jika ditanya mengenai hal ini dan Elise hanya diam membisu ketika ditanya. Jadi mereka hanya bisa diam mengamati situasi seraya berdoa agar mereka segera berbaikan. Karena mereka risih dengan situasi canggung disekitarnya yang menjadi aneh. Beruntung Carla dan Bu Violet tampaknya tidak sadar mengenai hal ini.
Elise bergegas turun dan pergi membasuh wajah di sumur. Menghindari siapapun yang mendekat karena pasti matanya terlihat sangat bengkak. Sisa menangis semalam, dirinya masih saja menjadi anak perempuan yang mudah menangis. Membuatnya sedikit kesal kepada dirinya sendiri. Karenanya Elise harus menghilangkannya segera agar tidak ada yang bertanya-tanya mengenai mata sembabnya. Jadilah Elise mencuri teh sisa pakai dari dapur sebelum pergi ke belakang panti, bersembunyi dibalik pohon tua tua. Memasukan ampas daun teh kedalam kain tipis lalu ditempelkan di pelupuk matanya. Kemudian melepaskannya dan ditempelkan lagi dan melepasnya lagi dengan berharap menghilang jejak air mata semalam. Mungkin sudah lebih dari satu jam Elise melakukan hal itu berulang kali. Ternyata efektif! setidaknya matanya tidak terlalu terlihat bengkak lagi, hanya menyisakan kemerahan dimata.
Elise beranjak dari pohon tua itu yang terakhir kali digunakan untuk pergi ke hutan Murbo. Elise berjalan meninggalkan pohon itu dan bergegas keruang makan dengan perasaan lapar. Beberapa hari ini Elise tidak makan dengan benar. Pas sekali sudah waktunya sarapan.
"Pagi Elise." Satu dua anak menyapanya dengan riang seperti biasanya.
"Hai, pagi juga. Kalian terlihat sangat senang sekali Hari ini." jawab Elise.
"Cuaca sangat bagus akhir-akhir ini. Membuat perasaan kita menjadi bagus juga." jawab yang lain.
"Iya betul. Apalagi makanan akhir-akhir ini sangat sangat enak. Kami berterima kasih sekali kepada kamu, Luca dan juga Rein." sahut yang lain.
"Betul-betul. Aku akan mendukung kalian. Katakan saja jika butuh bantuan." sahut Loren menimpali.
"Ah yang dibicarakan datang juga." sahut anak lainnya saat melihat Rein dan Luca yang baru menuruni anak tangga. Mereka bertiga saling menatap, namun Rein langsung menunduk, takut untuk mempertahankan kontak mata yang meninggalkan kesan canggung. Elise mulai yang terlihat biasa saja melihat mereka. Tidak adalagi amarah yang tersisa. Mereka terlihat berjalan mendekati Elise dengan perlahan.
"Hai Elise." Sapa mereka bersamaan dengan senyum canggung dengan tatapan sedikit menunduk.
"Hai juga." Sapa Elise singkat. Dan tidak ada pembicaraan lagi. Mereka duduk dengan tenang berhadapan didepannya. Elise pun tidak terlihat akan memulai pembicaraan.
"Ada apa Elise? Apa kalian bertengkar?" tanya Loren usil. Beberapa anak menatap mereka ingin tahu. Tapi Elise enggan menjawabnya. Begitupun dengan Rein dan Luca yang terlihat diam membisu.
"Baiklah anak-anak mari kita mulai sarapannya. Kalian bisa antri seperti biasa." Ucap Carla dengan membawa sepanci besar yang lagi-lagi isinya sup kentang dan beberapa iris daging.
"Yah Carla, bisa tidak jangan sup lagi. Kami bosan." ucap Loren melupakan pembahasan tentang hubungan Elise yang terlihat renggang.
"Betul. Walaupun sekarang isinya lebih banyak varian." protes anak lainnya.
"Sudah makan saja yang ada. Besok-besok baru aku masakan makanan lainnya. Cepat berbaris!!" Carla tidak menerima keluhan dari anak-anak yang bahkan tidak membantunya memasak seharian.
"Baiklah." mereka pun berbaris tanpa banyak bicara. Mengambil makanan dan kembali ke meja kemudian makan dengan tenang. Benar-benar tidak ada pembicaraan apapun.
"Ini enak sekali." puji salah satu anak. Suara-suara serupa terdengar menuhi ruang makan panti. Anak-anak yang riang gembira merasakan sup kentang, lupa bahwa tadi mereka sempat protes dengan menu yang hanya sup saja.
Elise juga merasakan perbedaan antara sup kentang bertunas dan sup kentang ini. Sangat berbeda. Jika sup kentang bertunas terasa hambar tapi sup kentang ini terasa manis, gurih dan asin disaat bersamaan. Walaupun cara memasak dan bumbu yang digunakan sama tapi entah mengapa rasanya bisa berbeda jauh sekali. Mungkin karena ini kentang dengan kualitas terbaik. Begitu fikir Elise.
Elise masih asyik menikmati sup yang menurutnya paling enak diantara sup yang selalu dimakannya walaupun potongan daging juga mempengaruhi cita rasa. Sayang sekali daging tidak dimasak menjadi steak atau menu lainnya. Mungkin lain kali Elise akan meminta Rein dan Luca berburu daging lebih banyak. Elise terdiam sejenak memikirkannya. Mereka sedang bertengkar jadi tidak mungkin Elise akan mengatakan hal itu dengan santainya bukan.
"Ehem." Rein terbatuk kecil seraya menyodorkan secarik kertas kecil yang telah robek.
'Aku sungguh tidak nyaman jika harus mandi bersama orang lain. Bahkan Luca sekalipun. Jadi ku mohon kamu mau mengerti '
Kalimat itu tertulis di kertas itu, Elise membacanya dan Rein membalik kertas itu lagi.
'A****ku minta maaf. Sungguh aku tidak bermaksud seperti itu.' T.T
Elise membaca lagi dan tertawa dengan emot yang diberikannya. Bahkan sempat-sempatnya Rein menggunakan emoji untuknya. Lucu sekali. Luca mengetuk meja pelan kemudian menyodorkan secarik kertas kecil kepada Elise.
'Elise, aku yakin kamu mau memaafkannya karena kamu anak yang baik hati. Sungguh Rein dengan tulus meminta maaf dari hatinya yang terdalam'
Luca tersenyum tulus menatap Elise dengan tulus. Begitupun dengan Rein yang tampak sangat bersalah. Sebenarnya Elise memang hanya menginginkan permintaan maaf karena perilaku Rein melukai hati kecilnya dan itu sudah terpenuh. Jadi Elise tidak akan menjadi lebih egois lagi dengan tidak memaafkan Rein. Namun sangat disayang Elise tidak punya kertas dan pena untuk membalas surat pertamanya didunia ini saat ini juga. Karenanya Elise hanya mengangguk dengan tersenyum mengiyakan. Senyum yang paling tulus Elise persembahkan kepada mereka berdua. Sahabat terbaiknya Luca dan Rein.