Bertahun-tahun aku berusaha melupakan kenangan kelam itu, namun mimpi buruk itu selalu menghantuiku bahkan setiap malam. Akupun tidak bisa bersentuhan dengan laki-laki. Entah sampai kapan ini akan terjadi. Ku kira selamanya tidak akan ada pria yang masuk dalam hidupku. Hingga dia datang dan perlahan merubah kepercayaanku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tagihan Hutang Piutang
Nasya meninggalkan ruangan pak Wira dengan suasana hati yang buruk. Dia langsung pergi ke posisi barunya setelah berkordinasi dengan bagian HRD.
"Kenapa aku sial sekali? Apa nggak ada suatu keajaiban untukku gitu? Rasanya ini terlalu berat. Aku bahkan nggak bisa berbagi cerita dengan seseorang untuk meringankan bebanku." gumam Nasya yang sedang merenungi nasibnya dengan duduk dipinggir jalan dekat kantornya sambil melihat orang yang berlalu lalang dengan kesibukan mereka.
Tanpa Nasya sadari Juna melihatnya dari dalam mobil dan terus memperhatikan Nasya.
"Bos, ini kantornya. Apa mau masuk bersama?" tanya Wiguna pada Juna yang sedang memperhatikan Nasya.
"Nggak. Kamu masuk aja. Aku akan menunggu disini." Jawab Juna tanpa mengalihkan pandangan dari Nasya.
"Baiklah. Saya akan masuk sendiri."
"Hmn. Ingat, lakukan seperti biasanya. Jangan sampai ada yang tahu kalau aku pemilik perusahaan." Juna mengingatkan sebelum Wiguna turun dari mobil.
"Baik, Bos. Anda tenang saja."
Wiguna pun turun dari mobil setelah mendapatkan tanggapan dari Juna.
Juna masih terus menatap Nasya yang sedang duduk dipinggir jalan dengan raut wajah sedih. Diapun mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya dan menulis sebuah pesan.
Kamu belum bayar biaya hotel semalam, aku akan mengingatnya sebagai hutang.
Dev mengirimkan pesan itu kepada Nasya, lalu menoleh lagi pada Nasya untuk melihat responnya.
Nasya yang masih duduk dipinggir jalan itu membuka ponselnya karena ada pesan masuk. Dibacanya pesan itu dengan dahi berkerut.
"Apa? Hutang? Kamar semalam?" Nasya tampak bingung setelah membaca pesan teks itu. Diapun dengan segera membalasnya.
Maaf karena aku nggak tahu itu kamar siapa. Berapa biaya kamarnya? Nanti aku akan transfer padamu.
Balas Nasya pada Juna.
Tidak terlalu mahal. Hanya 3 juta untuk 1 malam.
Balas Juna tanpa basa basi.
"Hah? 3 juta permalam? Gila, ini sih namanya pemerasan!" Nasya sangat terkejut hingga matanya melotot begitu membaca pesan dari Juna.
Kamu ingin memerasku ya? Yang benar saja, masa 3 juta hanya untuk 1 malam?
Nasya membalasnya lagi dengan kesal.
Kamu pikir itu kamar biasa? Itu adalah kamar terbaik di hotel. Aku sudah meringankan biayanya untukmu. Memangnya kamu nggak pernah menginap dihotel? Sampai nggak tahu perbedaannya?
Balas Juna lagi. Dia selalu menoleh pada Nasya setelah mengirim pesan untuk melihat bagaimana reaksinya.
Nasya mengerucutkan bibir dengan sedikit senyum dibibirnya seakan melembutkan sikapnya.
Aku tahu itu bukan kamar biasa. Tapi yang benar saja, masa 3 juta? Bisa berikan aku diskon kan?😚😚
Nasya kembali membalas pesan dari Juna. Kali ini dia menyertakan emotikon lucu dibelakangnya seakan memohon.
Juna tersenyum melihat emotikon yang dikirim Nasya sambil bergumam "Dasar licik" lalu dia kembali membalas pesan Nasya.
Nggak ada diskon lagi. Aku sudah memberimu setengah harga, jika tambah diskon lagi maka aku yang harus mengeluarkan uang lebih untuk biaya hotel.
Nasya yang sebelumnya tersenyum saat mengirim pesan pada Juna, kini kembali mengerucutkan bibir karena kesal sambil berkata "dasar pelit" lalu dia membalas pesannya lagi.
Baiklah. Kirimkan padaku nomor rekeningnya, aku akan transfer padamu nanti.
Tulis Nasya tanpa berdebat lagi.
Tak lama Juna membalas pesannya lagi.
Aku bukan orang yang kekurangan uang, jadi bayar aku kembali dengan cara lain.
Membaca pesan Juna membuat Nasya mengerutkan dahinya lagi dengan heran.
"Tadi nggak mau memberikan diskon lagi karena nggak ingin rugi. Sekarang dia bilang bukan orang yang kekurangan uang. Sebenarnya apa yang dia inginkan?" gerutu Nasya yang semakin kesal. Diapun membalas pesan lagi pesan Juna.
Lalu apa maumu? Tadi nggak mau ngasih aku diskon, sekarang nggak mau terima uangku. Langsung saja bilang apa yang kamu mau!Jangan bilang kalau kamu mau aku...
Nasya mengirimkan pesannya tanpa melanjutkan kata-katanya.
Apa yang kamu pikirkan? Aku hanya ingin melihat ketulusanmu pada orang yang telah membantumu. Itu saja!
Nasya kembali tersenyum setelah membaca pesan dari Juna.
Oh, baiklah. Aku akan membalas kebaikanmu saat ada kesempatan. Bagaimana dengan makan malam? Aku akan menghubungimu ketika aku punya waktu.
Juna pun membalas pesan Nasya dengan suasana hati yang bagus.
Baiklah. Aku menantikan makan malam yang kamu janjikan.
Juna dan Nasya tidak lagi saling membalas pesan satu sama lain. Karena pesan dari Juna, Nasya melihat pesan dari ibunya semalam.
"Jadi ibu minta uang lagi? Aku nggak mau berurusan dengan mereka." Nasya mengeluh dengan wajah suram membaca pesan dari ibunya.
"Sudahlah. Nggak akan ada habisnya kalau aku terus memikirkan hal ini. Toh mereka nggak mungkin tahu dimana tempat tinggalku sekarang. Sebaiknya aku mulai bekerja. Semangat Nasya!"
Nasya berdiri dari duduknya dan menyemangati diri sendiri sebelum mulai bekerja.
Juna masih terus memperhatikannya dari kejauhan. Dia tersenyum tipis melihat Nasya yang mulai berdiri dengan semangat.
"Sepertinya dia sudah semangat lagi. Hanya karena hutang 3 juta dia menjadi sangat bersemangat? Apa segitu besarnya efek hutang itu padanya?"
Juna terus memperhatikan Nasya yang berjalan semakin menjauh menuju swalayan yang bekerja sama dengan kantornya.
...****************...
Sementara itu dirumah kakek Juna. Alan yang baru saja kembali dari hotel langsung mencari kakeknya untuk mengadukan sesuatu padanya.
"Selamat pagi Kakek!" ujar Alan ketika menyapa sang kakek yang sedang sarapan. Dia langsung duduk disalah satu kursi dan mengambil buah. Sikapnya terlihat sangat tidak sopan dan arogan.
"Darimana saja kamu semalaman nggak pulang? Pasti kamu berpesta lagi kan? Dasar pemalas! Mau jadi apa kamu? Bagaimana bisa kamu mengelola perusahaan dengan sifat pemalas dan suka foya-foya seperti itu!" Teriak pak Agung Danendra yang merupakan salah satu orang terkaya dengan beberapa bisnis keluarga meliputi bidang retail, hotel dan juga resort terkemuka.
"Kakek, aku ini masih mengamati hotel kita. Harusnya Kakek berterima kasih padaku karena mengadakan pesta dihotel, dengan begitu semua teman-temanku dari kalangan teratas mengetahui kwalitas hotel kita. Dan aku menemui Kakek pagi ini karena ada sesuatu yang harus aku katakan mengenai cucu kesayangan Kakek itu."
Alan bicara pada kakenya dengan sikap yang sama sekali tidak sopan.
"Maksudmu Juna? Apa yang terjadi padanya?" Mendengar Alan mengatakan tentang Juna membuat nada bicara kakeknya melunak.
"Semalam dia membawa seorang perempuan ke dalam kamarnya. Sepertinya ini bukan pertama kalinya dia melakukan hal seperti itu?" ujar Alan dengan percaya diri.
Pak Agung terlihat tidak percaya dengan apa yang dikatakan Alan padanya.
"Jangan bicara sembarangan! Kamu hanya ingin memfitnah Juna aja kan?" Teriak pak Agung dengan geram.
"Aku mengatakan yang sebenarnya. Para staf hotel yang mengatakan hal itu. Baru beberapa hari saja sudah terlihat prilakunya. Mungkin itu yang sering dia lakukan selama berada diluar negeri. Tinggal sendiri dengan pergaulan bebasnya." Alan terus membicarakan Juna dengan nada mencibir.
Pak Agung hanya diam seakan mempertimbangkan apa yang dikatakan Alan. Selama Juna berada diluar negeri, dia sama sekali tidak pernah peduli dengan apa yang dilakukan Juna. Hanya setelah mendapat kabar dari pengasuh Juna yang saat itu sedang kritis dia memintanya kembali.
tapi tetep suka karena sifat laki²nya tegas no menye² ...