Firman selama ini berhasil membuat Kalila, istrinya seperti orang bodoh yang mau saja dijadikan babu dan tunduk akan apapun yang diperintahkan olehnya.
Hingga suatu hari, pengkhianatan Firman terungkap dan membuat Kalila menjadi sosok yang benar-benar tak bisa Firman kenali.
Perempuan itu tak hanya mengejutkan Firman. Kalila juga membuat Firman beserta selingkuhan dan keluarganya benar-benar hancur tak bersisa.
Saat istri tak lagi menjadi bodoh, akankah Firman akhirnya sadar akan kesalahannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memergoki
Pagi ini, Kalila bangun seperti biasa. Ia masih mengerjakan pekerjaan rumah dan memasak untuk mertua serta suaminya.
Perihal masalah telfonan sang suami dengan perempuan lain tadi malam, Kalila memutuskan untuk berpura-pura tidak tahu apa-apa. Walaupun bodoh karena mencintai terlalu buta, namun Kalila tetap perempuan yang menolak keras untuk diduakan.
Apalagi, jika membayangkan nasibnya di rumah ini hanya dijadikan babu sementara wanita itu justru menjadi ratu, membuat Kalila benar-benar meradang. Tidak. Ia tak ikhlas sama sekali.
"Kalila, sarapannya kok cuma segini? Mana cukup buat makan kami berlima," tegur Bu Midah saat tiba di meja makan.
Hanya selang beberapa saat, Firman juga ikut bergabung di meja makan.
"Maaf, Bu. Beras sudah habis," jawab Kalila seadanya.
Bu Midah seketika berdecak.
"Ya, kamu belilah! Masa' gitu aja mesti dikasih tahu?" ketusnya marah.
"Uangnya mana, Bu?" tanya Kalila lagi.
Mata wanita paruh baya itu mendelik. "Kamu berani minta uang sama saya? Uang belanja yang Minggu kemarin saya kasih kemana? Kamu tilep, ya?"
"Minggu kemarin, Ibu cuma kasih uang dua ratus ribu aja untuk Kalila belanja semua kebutuhan dapur. Jelas, sudah habis, Bu!"
"Jangan bohong, Kalila! Uang dua ratus ribu itu banyak! Mana mungkin sudah habis tanggal segini."
"Banyak?" Kalila tertawa sinis. "Kalau begitu, kenapa nggak Ibu saja yang belanja? Kalila mau lihat, bagaimana Ibu bisa mengatur uang dua ratus ribu itu agar cukup untuk makan seminggu."
"Kamu nantangin Ibu? Wah! Nggak benar, ini! Firman, lihat kelakuan istrimu! Dia sudah mulai melawan sama Ibu. Nasib, nasib! Punya mantu perempuan kok begini amat, ya? Sudahlah yatim piatu, miskin lagi. Makanya, nggak punya tata Krama plus nggak bisa lihat duit banyak! Serakah!"
"Dua ratus ribu, banyak?" Lagi-lagi, Kalila tertawa sinis.
"Kalila! Sudah!" tegur Firman. "Jangan melawan sama Ibu!"
Kalila tak menjawab. Dengan sorot matanya yang tajam, ia melengos pergi meninggalkan meja makan.
"Kalila, mau kemana, kamu?" teriak Bu Midah dengan suara menggelegar. "Ini gimana? Kasihan kalau Fika ke sini dan dia nggak dapat makanan sedikit pun! Sana, masak dulu untuk Fika dan keluarganya! Hei! Budeg ya, kamu!?"
Sayangnya, Kalila sama sekali enggan untuk menggubris. Dia terlalu lelah. Jika Firman sendiri sudah mendua, maka tak ada alasan lagi untuk dia terus bertahan.
"Kalila mungkin masih sakit, Bu! Lagian, Ibu juga yang salah. Kenapa sih, pake jorokin Kalila segala? Dia sampai luka begitu, kan? Kalau dia gegar otak, gimana?"
"Ya, salah dia sendiri, Firman! Siapa suruh dia memuntahkan makanan yang sudah susah payah Ibu siapkan untuk dia."
Firman menggelengkan kepalanya. Ia malas melanjutkan perdebatan. Lebih baik dia lekas sarapan lalu berangkat ke rumah sang selingkuhan yang sudah menunggu
"Ibu nggak mau tahu! Kamu harus paksa si Kalila untuk masak lagi. Kasihan, kalau keluarga kakakmu kemari dan mereka tidak makan apa-apa," desak Bu Midah pada putranya.
"Kalau begitu, berikan uang untuk Kalila belanja, Bu!" sahut Firman dengan entengnya.
"Nggak. Ibu nggak mau," geleng Bu Midah.
"Ya sudah, kalau begitu. Terserah Ibu saja! Firman nggak tanggung jawab kalau Kalila terus membangkang. Mau diapakan lagi? Kalila kan memang tidak pernah dikasih pegangan pribadi. Jadi, dia dapat uang darimana untuk belanja kalau bukan dari Ibu?"
Bu Midah mendengkus kasar mendengar ucapan putranya. Wanita paruh baya dengan gaya paripurna itu hanya memalingkan wajah ke arah lain.
Sementara, Firman sendiri sudah pamit untuk segera berangkat. Tak lupa, ia mampir ke kamar pribadinya untuk berpamitan juga kepada istrinya.
"Mas berangkat ke toko dulu ya, Sayang! Kamu baik-baik di rumah! Doakan semoga toko hari ini rame dan banyak pembeli, ya!" pamit Firman pada sang istri.
"Iya, Mas!" angguk Kalila sambil mencium punggung tangan sang suami seperti biasa.
"Halah! Mana mempan doa orang miskin seperti dia, Firman!" celetuk Bu Midah sinis. Rupanya, wanita paruh baya itu mengekori langkah putranya dari belakang. "Kamu bisa sukses dan banyak uang seperti sekarang, itu karena doa dan perjuangan Ibu. Bukan karena doa dan perjuangan perempuan miskin yatim piatu seperti dia!"
Kalila mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia merasa miris didalam hati. Padahal, modal dari toko meubel yang dikelola oleh sang suami adalah hasil dari Kalila menjual seluruh perhiasannya.
Sama sekali tak ada campur tangan sang Ibu mertua dalam usaha tersebut. Ditambah lagi, beberapa pelanggan tetap toko meubel sang suami adalah orang-orang yang memang mengenal Kalila.
Kalila yang melobi sebagian besar pelanggan itu hingga bersedia menjadi pelanggan tetap di toko meubel milik Firman.
"Sudahlah, Bu! Jangan seperti itu! Walau bagaimanapun, Kalila tetap menantu Ibu!"
"Huh! Terus saja kamu bela perempuan itu biar dia semakin besar kepala!" ujar Bu Midah sambil menghentakkan kakinya.
"Jangan diambil hati ya, omongan Ibu!" ucap Firman pada sang istri.
"Iya, Mas!"
"Jangan lupa beri Ibu suntik insulin, ya! Nanti, sakitnya kambuh kalau beliau lupa."
"Iya, Mas!"
Untuk yang ke sekian kalinya, Kalila hanya mengangguk patuh. Ia tetap bersikap seperti Kalila yang biasa dihadapan sang suami.
Kalila ingin melihat, sampai sejauh mana Firman ingin membodohinya.
Saat sang suami berangkat, diam-diam Kalila mengikuti pria itu dari belakang. Dengan motor matic milik tetangga, Kalila terus mengikuti sang suami yang rupanya tidak berbelok menuju ke toko melainkan terus melaju menuju ke sebuah perumahan baru.
Sampai di sana, Firman membelokkan mobil yang ia pakai memasuki halaman sebuah rumah bercat biru. Tak berselang lama, pria itu turun kemudian disambut mesra oleh seorang wanita dengan penampilan seksi yang luar biasa.
"Jadi, di sini tempat kamu menyembunyikan gundikmu, Mas?" gumam Kalila menahan geram.
Ia lekas turun dari motor. Berjalan mengendap-endap mendekat pada pintu rumah yang tidak ditutup dengan rapat.
"Astaghfirullah! Mas Firman?" lirih Kalila saat melihat sang suami tengah melakukan adegan dewasa bersama perempuan seksi tadi.
"Kamu benar-benar selingkuh?" gumam Kalila dengan suara bergetar.
Ponsel lekas dia nyalakan. Adegan itu ia rekam meski hatinya remuk redam.
"Jangan di sini, Mas!" tukas si perempuan seksi saat Firman hendak meloloskan benda terakhir yang menutupi tubuh bagian bawahnya.
"Di sini saja! Biar lebih menantang!" kata Firman tak sabaran.
"Kalau ada yang lihat, gimana?"
"Biarin aja! Biar jadi tontonan gratis buat mereka." Firman tersenyum nakal.
Perempuan itu pun tertawa manja.
"Tapi, Mas harus kasih aku uang lagi, ya!"
"Berapa, hm?"
"Dua juta. Aku mau beli tas baru, Mas!" pinta wanita itu dengan suara yang dibuat seimut mungkin.
"Oke. Nanti selesai 'main' langsung Mas kasih. Uang segitu, bukan masalah untuk Mas!"
Keduanya kembali melanjutkan aktivitas mereka. Sementara, Kalila yang terus merekam perbuatan mesum keduanya hanya bisa menangis sambil menertawai kebodohan dirinya.
"Aku minta dua ratus ribu, dia menolak. Sementara, perempuan itu minta dua juta, langsung dikasih. Ternyata, kamu setega itu ya, Mas!"
Pluk!
Seseorang tiba-tiba menepuk pundak Kalila dari belakang.
"Ngapain, kamu?"
Degh!
Kalila langsung mematikan ponselnya. Dia berbalik dengan wajah yang benar-benar terlihat tegang.
"Kamu mau maling, ya? Ayo, ngaku!"
Syukurlah yang akan membeli Kalila sendiri. pethiasan yang untuk modal usaha Firman ditagih sekalian,
Dia penjaja tubuh, dan modal rayuan harus bisa Firman, kamu ngerasa kan tak ada campur tangan Kalila kamu tidak bisa apa- apa, dan buka siapa- siapa. Nikmati saja toh itu pilihanmu, dulu miskin kembali miskin, pas kan. Itu tepat bagimu yg tak bisa bersyukur dan lupa kau jadi kaya darimana