Sebuah pulpen langganan dipinjam Faiq kini tergeletak begitu saja, pemuda yang suka menggodanya, mengusiknya dengan segala cara, ia tidak pernah kehabisan akal untuk mengerjai Vika.
Vika memandanya dengan harap si tukang pinjam pulpen itu akan kembali. Ia memelototi pulpen itu seolah memaksanya membuka mulut untuk memberitahu dimana keberadaan Faiq.
••••••••
Goresan Pena terakhir ini
Kini tinggalah kenangan
Yang pernah kita ukir bersama
Sekarang kau tak tahu dimana
Tak ada secarik balasan untukku
Akankah titik ini titik terakhir
Yang mengakhiri kisah kita?
Kisah kau dan aku
-Vika Oktober 2017
⏭PERHATIAN CERITA MURNI HASIL PEMIKIRAN AUTHOR, BILA ADA KESAMAAN TOKOH MAUPUN TEMPAT, DLL. MERUPAKAN MURNI KETIDAK SENGAJAAN⏮
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kepik Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teka-teki
...|Happy Reading|...
...Silahkan razia typo dan lain-lain, karena pasti akan ada banyak typo kedepannya, silahkan berkomentar....
...••★••...
Faiq mengusap puncak kepala Vika yang tertidur setelah ditangani oleh anggota PMR, luka di keningnya cukup parah bersyukurlah pelaku kekerasan itu wanita jika pria mungkin Vika sudah gagar otak sekarang, sudut bibirnya sedikit sobek karena tamparan yang Nesya berikan, mungkin luka itu karena tergores cicin yang Nesya pakai. Luka Faiq sendiri juga cukup parah, larutan HCL yang mengenai punggung sebelah kirinya meninggalkan luka bakar yang cukup serius oleh karena itu setelah Ibu Sekar menjemputnya mereka akan langsung kerumah sakit.
Sebetulnya pihak sekolah sendiri yang akan mengantar Faiq ke rumah sakit, namun bukan Faiq namanya jika tidak susah dibujuk. Bocah badung itu nekat tetap belajar di kelas tanpa menggunakan seragam pramukanya, dia hanya mengenakan seragam OSIS cadangan di lokernya, itu pun hanya dikancing beberapa karena luka bakar di punggungnya. Kini jadilah ia kembali ke UKS menemani Vika karena amukan Bu Pertiwi, dia duduk sambil memandangi wajah gadis yang terlelap itu.
Jujur saja, Faiq merasa sangat bersalah atas luka-luka yang Vika derita. Luka di lututnya yang belum sembuh betul harus terbuka lagi karena ulah Nesya, bahkan dia membuat Vika babak belur seperti ini. Faiq berjanji dia akan membalas perbuatan Nesya terhadap Vika. Tak lama suara yang amat Faiq kenal mengganggu aktivitasnya memandangi Vika, tenang Vika bukanlah selera Faiq, dia hanya merasa kasihan iya hanya itu saja. "Ya Allah Faiq, apa yang sebenarnya terjadi? Kok bisa Vika terluka kayak gini?"
"Pelan-pelan, Bu, Vika masih tidur." ujar Faiq.
"Kata Bu Pertiwi kamu kena cairan HCL, mananya yang kena?"
"Ini Bu, punggung Faiq yang kena." Faiq sedikit menurunkan seragamnya agar luka itu dapat dilihat oleh ibunya, Bu Sekar hanya menutup mulutnya ketika melihat luka yang tertutup kain kasa itu cukup lebar.
"Kita ke rumah sakit sekarang ya! Ibu takut iritasinya makin parah. Vika, bangun nak." Ujar Bu Sekar sambil menoel-noel pipi Vika.
Vika membuka matanya, berulang kali ia mengerjap guna memfokuskan pandangannya yang sedikit kabur. Keningnya berkerut ketika mendapati Bu Sekar yang berdiri di sebelahnya. "Tante? Eyang tau?"
"Belum, sengaja Tante belum kasih tau Eyang kamu, takutnya nanti Eyang panik di resto." Vika mengangguk pelan, matanya kini tertuju pada Faiq, "Kak Faiq punggungnya gimana?"
"Gue enggak kenapa-kenapa."
"Sekarang kita kerumah sakit dulu baru pulang, tante khawatir luka kalian infeksi."
Vika berusaha untuk duduk, namun seketika kepalanya berdenyut nyeri. Kemudian ia memejamkan matanya sebentar. "Masih pusing?" tanya Bu Sekar, Vika hanya menganggukkan kepalanya pelan.
Tak lama kemudian Alam masuk kedalam UKS, keringat bercucuran dari keningnya napasnya pun putus-putus. "Loh, Alam? Katanya tadi enggak mau ikut."
"Enggak jadi Tan, nanti kalo Eyang tau pasti Alam dimarahin. Ya udah ayo ke rumah sakit, bisa jalan sendirikan lo?" Vika hanya mengangguk, dia takut kepada Alam. Vika berjalan terpincang-pincang sambil menjinjing tasnya. Alam yang melihat itu langsung melepas jaket yang ia kenakan memberikannya kepada Vika. Tanpa basa-basi dia menggendongnya di punggung.
Semua siswa yang sedang istirahat memandang ke arah mereka, banyak dari kakak kelas perempuan berbisik. Vika bahkan tau apa yang mereka bisikkan karena suaranya amat keras. Ternyata mereka mengenal Alam, bahkan Alam kakak kelas mereka dulu. "Kak Alam bisa turunin aku?"
"Enggak jalan lo lelet kayak siput. Mau lo malu sekalipun tetap eggak gue turunin, lebih baik sekarang lo diem aja! Tutupi kaki lo pake jaket gue!" Vika hanya menganguk, ia takut kalau Alam sampai emosi lagi.
"Bang Al, Vika naik mobil Ibu aja, nanti kalian berantem lagi kalau berdua." ujar Faiq yang tengah membukakan pintu mobil. Langsung saja Alam mendudukan Vika di kursi tengah. "Mobil lo gimana, Iq?"
"Tenang nanti ada temen yang nganterin ke rumah, Abang duluan aja ke rumah sakitnya!" selepas mendengar perkataan itu Alam langsung masuk kemudian mengemudikan mobilnya duluan.
"Kak, makasih ya! Udah nolong aku tadi."
"Aku? Dari kemarin kek lo ngomong kayak gitu, jangan pake bahasa baku mulu. Gini kan enak jadi kesannya akrab."
"Perasaan kita enggak pernah akrab deh." ujar Vika, Bu Sekar yang duduk di sebelah supir tertawa renyah karena mendengar perkataan Vika barusan. Sedangkan Faiq jadi mati kutu karena itu. Kini suasana menjadi canggung kembali selepas Bu Sekar tertawa. "Vika nama lengkap kamu siapa?" ujar Bu Sekar, beliau mencoba menghilangkan suasana canggung ini. "Vika Syafara, Tan." Ujar Vika, membalas pertanyaan Bu Sekar.
"Ooo, artinya bagus cocok sama Faiq."
"Cocok dari mananya, Bu?" tanya Faiq, ia kepo dengan perbincangan dua wanita di dalam mobil ini.
"Cocok artinya, kamu kan Faiq Zhafran, artinya pemenang yang utama sedangkan Vika, kemenangan yang istimewa. Jangan-jangan kalian jodoh nih, kamu juara satunya Vika pialanya." Bu Sekar kembali tertawa selepas menjabarkan pemikirannya. Sedangkan Faiq dan Vika hanya bisa saling pandang. Apa mungkin mereka jodoh? Enggak, enggak mungkin. Bisa aja ini hanya karena kebetulan semata.
***
Pagi-pagi sekali, Vika sudah selesai melakukan beberapa pekerjaan rumah. Meski sudah dilarang berulang kali oleh Eyang Sinta dan juga Bu Jumi, sedangkan Alam tidak masalah akan hal itu selama tak merugikannya. Alam sengaja memilih tinggal di rumah Eyang Sinta daripada di apartemennya, walaupun membuat ia harus menempuh perjalanan jauh menuju universitasnya. "Vika bikinin gue teh sama sandwich dong, gue buru-buru mau berangkat kampus nih. Selese gue mandi harus udah jadi ya!" ujar Alam, ia baru saja memanaskan motornya. Kali ini Alam lebih memilih menggunakan motor agar tidak terjebak kemacetan Kota Jakarta. "Iya, tapi kenapa Kakak kuliah inikan hari minggu?"
"Gue ada urusan di sana, sekalian mau ngerjain tugas bareng temen gue." Dia berlalu begitu saja ke kamarnya setelah mengatakan itu. Sedangkan Vika segera menuju dapur untuk membuat teh, bukan hanya untuk Alam tapi untuk semua penghuni rumah itu.
"Mbak Vika mau ngapain ke dapur?" tanya Bu Jumi, yang sedang menggoreng ayam. "Mau buat teh, Bu Jum." Vika dengan cekatan mengambil gelas dan mengisinya dengan gula pasir.
"Biar Ibu aja yang buatkan!"
"Eh, enggak perlu lebih baik Bu Jum masak aja, itu nanti ayamnya gosong, loh!"
"Ya sudah."
Beberapa menit berlalu dan sekarang teh yang Vika buat sudah jadi, Vika tak lupa menyisihkan dua cangkir teh untuk Bu Jumi dan Pak Aryo supir pribadi Eyang Sinta. "Bu Jum, ini teh buat Bu Jum sama Pak Aryo, nanti jangan lupa diminum." ujar Vika. "Eh, iya Mbak Vika terima kasih." Bu Jumi sangat senang dengan perhatian Vika, tak banyak majikan yang mau memperhatikannya seperti ini.
Vika segera menuju ruang makan, dia sibuk mengoleskan selai coklat kesukaan kakak sepupunya. Vika ingat betul kesukaan Alam, dia sangat suka sekali sandwich dengan isian coklat yang banyak dengan tiga tumpuk roti tawar, porsi itu sudah cukup membuatnya kenyang. "Lo masih inget kesukaan gue?" ujar Alam yang kini tengah mendudukan bokongnya di kursi makan. "Iya, dihabisin sarapannya, Kak. Aku mau panggil Eyang dulu buat ikut sarapan." Vika pergi begitu saja setelah berucap.
"Kakak harap kamu lulus dari ujian ini, Vik! Jangan sampai Kakak dibuat kecewa karena masih percaya sama kamu." ujar Alam sebelum menyumpal mulutnya dengan sandwich buatan Vika. Ada apa sebenarnya ini? Apa yang Alam maksud dengan kata ujian?
Sementara itu di rumah Faiq, Bu Sekar sedang bertelepon dengan Satya, entah apa yang mereka bicarakan. Pastinya hal itu mampu membuat garis alis Bu Sekar tampak tegas.
"Faiq, Satya mau bicara sama kamu." ujar Bu Sekar sambil memberikan ponsel kepada anak keduanya itu. "Apaan Bu? Kok kayak serius gitu?"
"Udah kamu bicara dulu sama Satya, Ibu mau lanjutin masak di dapur." Bu sekar pergi begitu saja setelah mengatakan hal itu.
"Halo Bang Sat! Ngapain cari gue? Kangen?"
"..."
"Terus? Apa?"
"..."
"Enggak mau!"
Tutt Tutt
"Halo? Faiq, kurang ajar!" ujar Satya, ia marah ketika Faiq memutus sambungan telepon begitu saja. Faiq sudah tak mau lagi mendengar perkataan kakaknya. Memang apa yang mereka obrolkan?
•••
...*...
...*...
...*...
...TBC...
...Thanks for Reading 💙🌻...
...Jangan lupa like dan komen ya🫶...
...Luv You All💙🌻...
^^^🐞Kepik senja^^^