Revisi
Ada beberapa hal yang dirasa kurang memuaskan, jadi diputuskan untuk merevisi bagian awal cerita.
Petugas kepolisian Sektor K menemukan mayat di sebuah villa terpencil. Di samping mayat ada sosok perempuan cantik misterius. Kasus penemuan mayat itu nyatanya hanya sebuah awal dari rentetan kejadian aneh dan membingungkan di wilayah kepolisian resort kota T.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bung Kus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lilis dan Melati
Andre duduk di sebuah cafe tak jauh dari kantor kepolisian resort kota. Secangkir kopi susu yang entah kenapa terasa kemanisan menemaninya memandangi Lilis yang asyik mengunyah kentang goreng. Petugas polisi perempuan itu lah yang sedikit memaksa Andre untuk menemaninya sarapan di cafe.
"Kamu beneran nggak mau makan apa gitu? Steak? Atau semacam burger?" tanya Lilis dengan ujung jari kakinya berayun-ayun dan sesekali menyentuh tulang kering Andre. Mereka memang duduk berhadap-hadapan.
"Bukankah kamu mengajakku ke kantor? Kenapa malah berhenti di cafe?" protes Andre.
"Setelah ini kita ke kantor kok. Kenapa harus ke cafe dulu? Pertama karena aku lapar. Kamu tahu kan aku tinggal sendiri? Pagi ini kebetulan tidak sempat masak karena harus buru-buru ke balai desa Karang. Meminta keterangan pada kepala desa yang tidak kooperatif macam Mbah Min membuat asam lambungku makin menggila," jelas Lilis.
Andre menghela napas. Dia kembali teringat saat pagi tadi mendapatkan tugas mengawal unit reskrim kepolisian resort kota ke balai desa Karang. Seolah sudah diatur sebelumnya, Andre diharuskan menemani Lilis.
Semua orang tahu, Lilis adalah salah satu petugas yang tegas, kuat, dan berprestasi. Namun tidak bisa dipungkiri peran orangtuanya yang merupakan salah satu orang berpengaruh di kota menjadikan karier Lilis lebih mulus. Hampir semua hal yang dibutuhkan Lilis terpenuhi. Kali ini dia mengincar sesuatu yang mahal, dan terkenal sulit didapatkan, yakni hati Andre.
"Dan alasan kedua kenapa kita duduk di cafe pagi ini tentu saja aku ingin mengobrol denganmu," lanjut Lilis. Wajahnya sedikit bersemu merah. Mulut Andre terbuka, menunjukkan jika dirinya benar-benar terkejut.
"Aku tidak suka basa-basi Ndre. Sejujurnya aku tertarik padamu. Banyak yang membicarakanmu sebagai pria dingin yang sulit ditaklukkan. Entahlah, mungkin perasaan ini timbul karena rasa penasaran. Makanya aku ingin mengobrol denganmu. Membuktikan sendiri, apakah kamu memang semenarik itu?" jelas Lilis berani. Dia menatap Andre, hingga membuat laki-laki itu salah tingkah.
"Kurasa, aku tidak layak mendapat pujian dari banyak orang. Sebaiknya kita sudahi ini. Kita kembali ke kantor, karena masih ada kasus yang harus ditangani secepatnya," balas Andre. Lilis tersenyum simpul.
"Kamu ingin segera ke kantor demi kasus, atau ingin segera bertemu gadis aneh itu?" desak Lilis tiba-tiba.
Andre terdiam. Tebakan Lilis tidak sepenuhnya benar. Namun juga tidak seratus persen salah. Andre memang ingin segera menyelesaikan kasus yang terjadi di wilayah kerjanya. Di sisi lain sebagian hatinya merasa penasaran ingin sekali lagi bertemu dengan perempuan asing yang kemarin menempel padanya.
"Rupanya kamu tipe laki-laki yang tidak pandai berbohong. Ekspresimu menunjukkan isi hatimu," lanjut Lilis mengolok-olok.
"Maaf, tapi ada beberapa hal yang perlu aku luruskan," ucap Andre setelah berdehem. Dia merasa perlu untuk membela diri.
"Pertama, kurasa ketertarikanmu padaku hanya karena sifatmu yang ingin selalu berkompetisi. Semua orang tahu siapa kamu, Lilis. Ambisi, kekuatanmu, itu sangat dibutuhkan untuk instansi tempat kita bekerja. Jadi, saat mendengar cerita tentangku kemudian kamu merasa aku adalah salah satu target untuk ditaklukkan. Sejujurnya aku tersanjung. Tapi kuharap semua cukup sampai disini saja. Aku yakin rasa penasaranmu padaku hanya akan bertahan sekejap. Aku mengagumi kecerdasanmu, ketegasanmu, sungguh," jelas Andre. Lilis terus menatap tajam saat laki-laki itu berbicara.
"Kedua, aku ingin segera menyelesaikan kasus ini dan mengajukan mutasi. Sejujurnya lelah berada di lingkungan kerja yang setiap hari hanya membahas soal kapan menikah? Nanti setelah menikah, aku yakin pertanyaan akan berubah kapan punya anak? Setelah punya anak akan ada pertanyaan lain lagi," tukas Andre menggebu-gebu. Dia merasa berlebihan kali ini. Emosinya tersulut.
Lilis diam saja, mengamati perubahan ekspresi Andre.
"Maaf, sepertinya aku berlebihan. Marah-marah nggak jelas." Andre meminta maaf dengan tulus. Tawa Lilis serta merta pecah. Bahkan membuat para pengunjung cafe mengarahkan pandangan pada dua petugas kepolisian itu. Andre tampak kebingungan, hingga tawa Lilis mereda dengan sendirinya.
"Kamu unik, dan terasa lugu natural. Wajahmu yang sedikit terlihat seperti bule itu terasa kurang cocok dengan sikap lugu dan naif itu. Ah, ternyata dunia ini penuh dengan kejutan," ucap Lilis masih terkekeh.
"Lugu?" Andre mengerutkan kening.
"Ya. Aku merasa aneh ada seorang petugas kepolisian yang masih memikirkan pendapat ataupun komentar orang lain yang tidak membawa kebaikan terhadap dirinya," seloroh Lilis. Kali ini pandangannya mengarah pada jendela besar yang berada di sebelah tempat duduknya.
"Mudah bagi orang memang untuk menertawakan sesuatu yang tidak pernah dia alami. Padahal jika dirinya sendiri yang berada di situasi orang lain yang ditertawakan belum tentu juga bisa lebih baik. Kurasa sebaiknya kita harus segera kembali ke kantor. Karena dari beberapa menit obrolan nyatanya mengarah pada ketidakcocokan," sergah Andre kesal. Lilis kembali terkekeh.
"Baiklah," sahut Lilis singkat, tapi senyumnya tampak aneh. Andre menyadari akan hal itu.
Hanya butuh lima menit perjalanan menggunakan motor, Andre dan Lilis sudah sampai di kantor kepolisian resort kota. Lilis langsung mengajak Andre ke sebuah ruangan di bagian belakang. Tampak sosok perempuan mengenakan pakaian serba putih duduk di sofa menatap layar televisi. Ketika menyadari kedatangan Andre, perempuan itu melompat dari tempat duduknya.
"Sedari kemarin dia murung terus. Kedatanganmu secara ajaib membuatnya sumringah," ucap Lilis sedikit menggoda. Andre mengabaikannya.
Perempuan asing mendekati Andre. Kemudian dia menggamit lengan polisi berbadan tegap itu.
"Kamu berbohong," ucap perempuan asing. Andre mengernyitkan dahi.
"Soal apa?" tanya Andre kemudian.
"Kamu meninggalkanku disini sendirian. Bukankah kamu sudah berjanji untuk kembali?" tanya perempuan asing. Andre cukup terkejut mendengar pertanyaan perempuan itu. Sedari kemarin, baru kali ini perempuan asing mengucapkan kalimat sepanjang itu. Andre menoleh pada Lilis. Petugas perempuan itu hanya mengangguk, memberi isyarat agar Andre melanjutkan pembicaraannya.
"Ah ya, aku harus kerja," sahut Andre kikuk.
"Emm, kita belum berkenalan bukan? Namaku Andre. Kamu siapa?" Andre mengulurkan tangan kanannya. Perempuan asing itu buru-buru membalas jabat tangan Andre.
"Aku Melati. Tolong jangan tinggalkan aku disini sendiri," jawab perempuan bernama Melati itu. Bola matanya bergerak ke sembarang arah. Seperti ketakutan terhadap sesuatu.
"Tenanglah. Kamu aman di kantor ini. Keselamatanmu terjamin," balas Andre meyakinkan.
"Tidak. Tidak mungkin. Bahkan benteng yang kokoh sekalipun tidak akan bisa menghalangi kekuatan perempuan itu. Kamu tidak mengerti."
Tiba-tiba saja Melati histeris dan melepaskan genggaman tangannya dari Andre. Perempuan itu mundur beberapa langkah. Andre menoleh pada Lilis. Namun Lilis tetap memberi isyarat agar percakapan terus berlanjut.
"Perempuan siapa yang kamu maksud? Apakah orang yang sudah mencelakai laki-laki yang bersamamu di villa kemarin?" desak Andre.
"Dia iblis. Sosok yang tinggal di dalam kegelapan. Dia akan keluar dan. . ." Ucapan Melati terpotong. Perempuan itu kembali duduk memeluk lututnya. Andre berusaha mengajaknya untuk berbincang. Namun hasilnya nihil. Melati tidak lagi bersedia membuka mulutnya. Dia diam menatap layar televisi.