Ketika cinta harus terpatahkan oleh maut, hati Ryan dipenuhi oleh rasa kalut. Dia baru menyadari perasaannya dan merasa menyesal setelah kehilangan kekasihnya. Ryan pun membuat permohonan, andai semuanya bisa terulang ....
Keajaiban pun berlaku. Sebuah kecelakaan membuat lelaki itu bisa kembali ke masa lalu. Seperti dejavu, lalu Ryan berpikir jika dirinya harus melakukan sesuatu. Mungkin dia bisa mengubah takdir kematian kekasihnya itu.
Akan tetapi, hal itu tak semudah membalikkan telapak tangan, lalu bagaimanakah kisah perjuangan Ryan untuk mengubah keadaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon amih_amy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3. Siapa Dia?
Dalam bayangannya Ryan pernah mengalami hal yang sama. Dalam ingatan itu, Ryan membawakan kotak make-up milik Dania juga. Hanya sekejap, ingatan itu pun kembali lenyap.
"Mbak mau masuk lagi, ya. Makasih, loh, udah dianterin." Ucapan Dania membuat kesadaran Ryan kembali.
"Tunggu, Mbak!" seru Ryan menghentikan langkah Dania.
"Ada apa?"
"Ehm ... di dalam ada acara apa?" tanya Ryan sedikit ragu. Banyaknya kendaraan yang parkir membuat Ryan yakin ada acara besar di gedung sekolah tersebut. Mungkin ia bisa mendapatkan sedikit pencerahan dari sepupunya itu.
"Tadi 'kan Mbak udah bilang sebelum minta tolong sama kamu buat nganterin kotak make-up. Di sini lagi ada acara peragaan busana hasil rancangan Miss Rani Hatta. Kamu lupa?"
Ryan berpikir sejenak lalu menyengir setelahnya. "Oh, iya. Aku lupa," ucapnya pura-pura malu.
"Kamu kenal Rani Hatta 'kan? Desainer terkenal itu," seru Dania lagi.
Tentu saja Ryan ingat nama itu. Desainer favoritnya yang cukup terkenal terutama di kalangan generasi muda. Desainer itu selalu bisa merancang desain pakaian yang styles dan fashionable. Ia mampu menghadirkan beraneka ragam tema dan inspirasi yang dituangkannya pada busana yang modern dan trendi, sehingga anak muda bisa memakainya untuk sehari-hari.
"Tentu saja kenal, tapi kenapa diadakan di sekolah? Apa nggak mengganggu kegiatan belajar siswa?"
"Ya, mungkin karena pasar dari desain pakaiannya itu untuk anak muda, tapi Mbak nggak tahu juga. Lagian ini hari Minggu, Ryan. Semua sekolah di negara ini libur semua."
"Minggu?" Ryan terkesiap mendengar itu. Lelaki itu ingat betul jika sekarang adalah hari Jum'at. Hari yang baik untuk mengunjungi makam Rara.
"Kenapa, sih, kamu jadi banyak nanya? Biasanya cuek sama kerjaan Mbak." Dania sedikit curiga dengan gelagat Ryan yang berbeda dari biasanya.
"Ah, nggak apa-apa, kok. Hari ini aku lagi pengin kepo aja sama urusan orang-orang di sekitar aku."
Dania berdecak sebal. Jawaban Ryan terdengar asal. Apalagi melihat senyuman menjengkelkan yang terbesit di bibir pemuda itu. Seperti sedang meledek Dania.
"Ya, udah. Kalau kamu mau tahu lebih banyak, mendingan ikut Mbak aja. Sekalian kamu bisa lihat hasil desainer Rani Hatta. Mbak lagi buru-buru ini," ajak Dania yang membuat Ryan sangat antusias.
"Ayo, Mbak! Aku mau lihat."
Bermodal rasa penasaran yang tinggi, Ryan pun mengikuti Dania dan masuk ke gedung sekolah.
"Selain peragaan busana oleh pada model yang disewa. Miss Rani juga mengadakan kontes perlombaan fashion show, loh, untuk para murid di sini. Mungkin itu juga salah satu alasannya kenapa fashion show ini diadakan di sekolah."
Walaupun tidak ditanya, Dania tetap menjelaskan kepada Ryan tentang kegiatan yang diadakan di sana sembari berjalan di koridor sekolah. Ryan hanya mengangguk-anggukkan kepalanya menanggapi perkataan Dania. Kedua matanya terus mengumpulkan informasi tentang kejadian apa yang dia alami saat ini.
"Untungnya jadwal fashion show para model dijadwalkan belakangan. Mbak masih ada waktu untuk menyelesaikan riasan mereka," ujar Dania lagi, lalu berhenti di depan pintu sebuah ruangan kelas. "Mbak mau lanjut kerja. Kalau kamu mau lihat perlombaannya ada di sana, di ruangan aula," imbuh Dania sambil menunjuk ke arah aula sekolah.
Tak banyak bicara, Ryan hanya menganggukkan kepala. Kebingungan masih menguasai otaknya. Selain mengikuti alur, dia bisa apa. Ryan seperti berada di dunia lain, tetapi anehnya orang yang dikenalnya pun ada di sana.
Langkah kakinya membawa Ryan menuju aula sekolah. Banyak sekali penonton terutama para siswa. Mereka bersorak sorai setiap ada peserta perlombaan yang masuk dan berlenggaklenggok di atas catwalk. Ryan tidak terlalu memperhatikan peserta. Kedua matanya masih sibuk mencari jawaban yang entah untuk pertanyaan yang mana.
Kebingungannya terlalu banyak. Sama banyaknya dengan pertanyaan yang menjejal di otak. Kejadian rancu yang dialaminya itu, membuat akalnya terasa buntu.
"Rara!"
Teriakan seseorang membuat kepala Ryan sontak menoleh ke asal suara. Suara itu berasal dari seorang gadis berambut ikal yang berdiri di depan panggung. Dia sedang berjingkrak kegirangan sambil mengacungkan sebuah karton berwarna putih yang bertulisan nama 'Rara' di depannya. Sepertinya dia adalah seorang siswi yang sedang mendukung temannya yang ikut lomba peragaan busana.
"Rara! Rara! Rara!"
Beberapa siswa yang lain pun ikut meneriaki nama itu. Refleks, pandangan Ryan langsung beralih ke arah panggung. Jantungnya langsung berdetak kencang. Apa mungkin Rara yang mereka maksud adalah kekasihnya? Namun, kemungkinan tersebut pastilah nihil karena Rara memang sudah meninggal dunia.
Hati Ryan langsung mengembang hanya karena mendengar nama itu. Walaupun tidak mungkin, jantungnya seperti melesat ketika langkah kaki seorang gadis mengayun lenggang dari balik layar. Kedua matanya langsung terbuka lebar. Seorang gadis cantik yang berjalan di atas catwalk itu membuat bola mata Ryan hampir keluar.
"Ra—Rara?"
Wajah gadis itu sangat mirip dengan Rara—kekasihnya. Tidak! Dia memang Rara. Wajah yang sama, tubuh yang sama, dan cara berjalan yang sama. Ryan hafal betul dengan itu semua. Lagipula semua orang di sana juga menyebutnya Rara. Ryan yakin jika perempuan itu adalah kekasihnya.
"Rara ...."
Tanpa berpikir panjang, kaki jenjang Ryan langsung melesat membelah kerumunan. Ia berlari menaiki panggung yang kini tengah diadakan perlombaan. Tak peduli jika itu hanyalah sebuah khayalan.
Dunia seolah berhenti ketika Ryan berlari. Suara riuh di dalam aula terdengar seperti melodi yang menenangkan hati. Apa pun yang akan terjadi nanti, Ryan tidak peduli. Yang terpenting kini rasa rindunya bisa terobati.
"Aku kangen sama kamu, Ra. Akhirnya aku bisa memelukmu lagi," ucap Ryan setelah berhasil merengkuh tubuh mungil di atas panggung itu.
Tak memerlukan waktu lama untuk membuat seisi ruangan terdengar bergemuruh. Imajinasi Ryan runtuh ketika tubuhnya didorong dengan kasar dan hampir terjatuh.
"Lo gila, ya! Siapa lo? Dateng-dateng meluk gue." Rara yang tidak senang langsung mengumpat kasar.
"Lo ... gue?" Ryan tercekat tentu saja. Baru kali ini dia mendengar Rara berkata kasar kepadanya.
Gadis yang berambut ikal tadi pun langsung naik ke atas panggung untuk mengamankan Rara. Memeluk gadis itu lalu menjadikan tubuhnya sebagai penjaga. Wajahnya terlihat khawatir jika terjadi sesuatu yang buruk terhadap sahabatnya.
"Siapa lo? Berani-beraninya meluk sahabat gue!" cecar gadis berambut ikal yang bernama Mita.
"Woy, orang gila, turun! Ngerusak acara aja." Seorang murid laki-laki pun ikut menghardik Ryan.
"Iya, ih. Siapa sih dia?" sahut yang lainnya.
Seketika Ryan pun kembali dari dunia ilusi, kemudian suara riuh yang sempat hilang itu pun terdengar kembali. Dunia yang tadinya lengang kembali ramai. Telinga Ryan pun sontak berdengung dengan sorakan semua orang. Mereka menyebut lelaki itu sebagai biang onar.
Sungguh, perbuatan Ryan memang memalukan. Di tengah keramaian dia berlari seperti orang gila, lalu memeluk Rara yang tengah melakukan lomba. Membuat semua orang bertanya-tanya. Siapakah dia?
"Pak Satpam mana, sih? Kenapa orang gila diizinin masuk ke sini?" Mita kembali berteriak histeris. Kepalanya menengok ke kanan dan ke kiri mencari petugas security. Gadis itu seperti pahlawan yang berada di barisan terdepan untuk menyelamatkan Rara.
"Ra, kamu nggak kenal aku? Aku Ryan, pacar kamu."
"Dih, jangan ngaku-ngaku lo, ya! Gue kenal lo juga nggak," sentak Rara membantahnya.
Berbarengan dengan itu dua orang security pun tiba. Mereka langsung mengunci kedua tangan Ryan di kedua sisi yang berbeda.
...----------------...
...To be continued...
Jangan lupa cek novel keren di bawah ini juga, ya