Gara, cowok dengan semangat ugal-ugalan, jatuh cinta mati pada Anya. Sayangnya, cintanya bertepuk sebelah tangan. Dengan segala cara konyol, mulai dari memanjat atap hingga menabrak tiang lampu, Gara berusaha mendapatkan hati pujaannya.
Tetapi setiap upayanya selalu berakhir dengan kegagalan yang kocak. Ketika saingan cintanya semakin kuat, Gara pun semakin nekat, bahkan terlibat dalam taruhan konyol.
Bagaimana kekocakan Gara dalam mengejar cinta dan menyingkirkan saingan cintanya? Akankah Gara mendapatkan pujaan hatinya? Saksikan kisah cinta ugal-ugalan yang penuh tawa, kejutan, dan kekonyolan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Pemenang Taruhan
Teknik slam dunk, gerakan memasukkan bola ke dalam keranjang dengan melompat tinggi dan menghujamkan bola ke ring, seharusnya menjadi momen epik yang memamerkan kekuatan, kelincahan, dan koordinasi yang sempurna, disertai gerakan dramatis yang mengundang decak kagum dari penonton. Namun, ketika Dion mencoba melakukannya, hasilnya justru berbalik jauh dari harapan. Alih-alih mendarat dengan anggun, ia kehilangan keseimbangan di udara, membuat tubuhnya melayang tak terkendali sebelum akhirnya jatuh dengan keras ke lantai. Penonton yang tadinya menahan napas menanti momen heroik malah meledak dalam tawa, dan Dion hanya bisa tersenyum kaku, menahan malu di tengah lapangan.
Gara, yang melihat Dion terjatuh, mendekati ring dengan santai dan melayangkan tembakan kecil lagi. Cling, bola masuk, skor menjadi 6-4.
Dan begitulah, pertandingan berakhir dengan tawa riuh penonton. Skor tetap ketat, tapi yang membuat perut sakit karena tertawa adalah gaya santai Gara yang tidak terduga berhasil menyamai bahkan mengungguli keseriusan Dion. Di akhir pertandingan, Gara berjalan ke arah Anya, memberikan senyum lebar. "Kayaknya sekarang tinggal urusan masak, ya?" katanya dengan santai.
Untuk babak terakhir lomba, yaitu lomba memasak, suasana menjadi lebih seru. Gara dan Dion berdiri di depan meja masak, diapit oleh para mahasiswa yang sudah tak sabar menonton pertarungan mereka. Sementara Gara sudah memilih untuk membuat spaghetti aglio e olio, Dion dengan serius memilih membuat beef steak, lengkap dengan kentang tumbuk dan sayur-sayuran.
Dari awal, perbedaan gaya mereka sudah jelas terlihat. Dion mengenakan celemek rapi, wajahnya fokus dengan setiap langkah. Ia dengan hati-hati memotong daging, membumbui, dan menggorengnya di atas wajan dengan keahlian layaknya seorang chef profesional.
Sementara itu, Gara terlihat lebih santai. Dia mengenakan celemek yang bertuliskan, "Koki Sejati, Hati yang Berani". Gara bahkan membuka pertandingan dengan memainkan spatula sambil bernyanyi, "Spaghetti spaghetti, biar hati happy happy!" Para penonton tertawa keras mendengarnya.
Dion sudah mulai memanggang steak dengan api sedang, wajahnya tegang, sesekali mencium aroma daging untuk memastikan semuanya sempurna. Sementara Gara, dia sibuk menggiling bawang putih dan menumisnya di wajan, sesekali berhenti untuk bercanda dengan penonton. "Bawang ini bikin gue nangis, tapi untung cinta gue nggak bikin lo nangis, Anya!" katanya sambil melirik ke arah Anya, yang hanya bisa tertawa geli melihat kelakuannya.
Dion mendadak panik ketika saus steaknya terlihat terlalu kental. "Wah, ini kurang cair!" serunya. Dengan buru-buru, dia menambahkan air dan mengaduk cepat, tapi sayangnya malah menjadi terlalu encer. "Aduh, kenapa jadi sup daging gini?" gumamnya frustrasi, namun ia tetap berusaha memperbaikinya.
Di sisi lain, Gara terlihat terlalu santai. Saat spaghetti-nya sudah hampir matang, dia malah asyik menirukan gaya koki terkenal di TV. "Ini kita namakan, Spaghetti Cinta ala Gara! Aglio e olio dengan bumbu rahasia ... cinta!" Dia kemudian memasukkan pasta ke dalam wajan, mencampur dengan tumisan bawang putih, minyak zaitun, dan cabai. Gara sesekali menari-nari di dapur, bahkan ada saat di mana dia melempar pasta ke udara sambil bersiul, dan ajaibnya, pasta itu jatuh kembali ke wajan dengan sempurna.
Dion yang serius tiba-tiba merasa tekanan makin berat saat wajan steaknya terlalu panas. "Aduh, aduh, kebakaran!" teriaknya panik saat asap mulai mengepul dari wajan. Dengan cepat dia mematikan api, tapi steaknya sudah sedikit gosong di tepinya. Para penonton tertawa, tapi Dion tetap berusaha terlihat profesional meski dalam hati ia kesal setengah mati.
Di sisi lain, Gara menyiapkan hidangannya dengan santai. Dia menyusun spaghettinya di atas piring, kemudian menambahkan sejumput daun parsley untuk garnish, dengan gerakan yang dilebih-lebihkan layaknya chef bintang lima. "Voila! Spaghetti aglio e olio, made with love!" katanya sambil memamerkan piringnya dengan gaya sok keren, yang tentu saja membuat semua orang tertawa lagi.
Akhirnya, saat waktu habis, kedua hidangan disajikan kepada para juri. Dion mempersembahkan steaknya dengan wajah tegang, berharap setidaknya rasa steaknya bisa menyelamatkannya dari kegagalan. Sedangkan Gara, dengan gaya santai, menyajikan spaghetti-nya sambil mengedipkan mata kepada Anya.
Para juri mencicipi hidangan. Saat mencoba steak Dion, salah satu juri berkomentar dengan hati-hati, "Hmm, dagingnya ... cukup empuk, tapi agak gosong di ujungnya."
Lalu gimana dengan spaghetti Gara? Apa rasanya?
Ketika mereka mencoba spaghetti Gara, mereka malah tertawa karena rasanya ternyata lumayan enak meskipun cara masaknya sangat santai. "Ini ... surprisingly good! Gara, lo masak santai banget, tapi hasilnya nggak nyantai!" kata juri sambil tertawa.
Di akhir lomba, meskipun Dion sudah berusaha keras dengan serius, Gara yang santai justru berhasil memenangkan babak ini karena hidangannya yang simpel tapi lezat, dan tentu saja karena tingkahnya yang konyol yang membuat seisi kampus tertawa hingga perut sakit.
Kemenangan Gara dalam lomba memasak kali ini tak lepas dari satu hal yang ia pegang erat: jadi dirinya sendiri. Sejak awal, ia tahu bahwa berusaha terlalu keras dan terlalu serius justru membuatnya kehilangan sentuhan khasnya, gaya santai tapi penuh keyakinan. Dengan mensugesti dirinya sendiri bahwa ia harus tetap santai, tapi fokus, Gara berhasil menenangkan pikirannya.
"Jadi diri sendiri, Gar. Lo nggak perlu sok serius kayak koki bintang lima, yang penting lo ngerti apa yang lo lakuin dan yakin hasilnya bagus." Inilah yang di sugestikan Gara pada dirinya sendiri tadi, sambil terus bergerak di dapur dengan leluasa. Ia sadar, bahwa kesantaian bukan berarti tidak serius, melainkan percaya diri bahwa apa yang ia lakukan adalah benar. Justru itulah yang membuat semuanya mengalir dengan baik.
Sementara Dion terjebak dalam ketegangan dan tekanan, Gara menganggap pertandingan ini sebagai momen untuk bersenang-senang sambil tetap menunjukkan kemampuan. Bahkan ketika Dion mulai panik karena steaknya gosong, Gara tetap fokus pada tumisan bawang putih dan pastanya yang terlihat sederhana, tapi dibuat dengan rasa cinta yang tulus.
Ketika para juri mencicipi spaghetti-nya dan memberikan komentar positif, Gara hanya tersenyum puas. Dia tidak memaksakan diri untuk menjadi seseorang yang bukan dirinya. Dengan menjadi santai tapi tetap serius, segala hal yang ia lakukan mengalir dengan lancar, tanpa rasa tegang atau takut gagal.
Itulah yang akhirnya membuat semua mahasiswa, termasuk para juri, bisa merasakan perbedaan antara Dion yang terlalu serius dan tegang, dan Gara yang penuh percaya diri dengan caranya sendiri. Kemenangan ini bukan hanya soal siapa yang masak lebih enak, tapi juga soal bagaimana Gara mampu menunjukkan dirinya yang asli, dengan segala keunikan dan kekonyolannya.
Setelah serangkaian lomba yang cukup melelahkan, dari merayu dengan pantun, tanding basket, hingga memasak, hasilnya sudah jelas. Gara keluar sebagai pemenang.
Meski awalnya penuh dengan persaingan dan sedikit ketegangan, suasana kini berubah menjadi lebih tenang.
Dion, yang terlihat sedikit kecewa tapi legawa, akhirnya mendekati Gara. Dengan sikap yang sportif, dia mengulurkan tangan. "Selamat, Gara. Lo yang menang kali ini."
Gara, dengan gaya santainya, menyambut uluran tangan Dion sambil tersenyum. "Thanks, Bro. Ini semua buat Anya, tapi gue salut lo udah berjuang keras."
Keduanya saling berjabat tangan, dan seisi kampus yang tadinya bersorak-sorai mulai hening, menyaksikan momen damai ini. Mahasiswa lain yang menonton ikut tersenyum, merasa lega bahwa meskipun mereka bertaruh demi Anya, persaingan itu tetap berakhir dengan sportif.
Anya, yang menyaksikan dari jarak dekat, merasa lega dan tersentuh oleh sikap keduanya. Meski di antara mereka ada persaingan, pada akhirnya, Anya tahu bahwa keduanya sama-sama tulus berjuang untuk menunjukkan perasaan mereka.
Saat suasana sudah tenang dan semua orang kembali menikmati momen damai antara Gara dan Dion, tiba-tiba terdengar celetukan dari salah satu mahasiswa yang berada di kerumunan. "Eh, terus Anya pilih siapa nih? Atau nggak milih dua-duanya?"
...🌸❤️🌸...
.
To be continued