Apa pun itu, perihal patah hati selalu menjadi bagian kehidupan yang paling rumit untuk diselesaikan.
Tentang kehilangan yang sulit menemukan pengganti, tentang perasaan yang masih tertinggal pada tubuh seseorang yang sudah lama beranjak, tentang berusaha mengumpulkan rasa percaya yang sudah hancur berkeping-keping, tentang bertahan dari rindu-rindu yang menyerang setiap malam, serta tentang berjuang menemukan keikhlasan yang paling dalam.
Kamu akan tetap kebasahan bila kamu tak menghindar dari derasnya hujan dan mencari tempat berteduh. Kamu akan tetap kedinginan bila kamu tak berpindah dari bawah langit malam dan menghangatkan diri di dekat perapian. Demikian pun luka, kamu akan tetap merasa kesakitan bila kamu tak pernah meneteskan obat dan membalutnya perlahan.
Jangan menunggu orang lain datang membawakanmu penawar, tapi raciklah penawarmu sendiri, Jangan menunggu orang lain datang membawakanmu kebahagiaan, tapi jemputlah kebahagiaanmu sendiri.
Kamu tak boleh terpuruk selamanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 3
"Bu, ayah kok gak pernah pulang, apa ayah sudah gak sayang sama kita lagi?" Deg, dada Laras berdegup kencang mendengar ucapan putrinya yang tidak biasa, karena selama ini Kaluna hampir tidak pernah menanyakan ayahnya sama sekali. Bahkan saat ayahnya pulang pun, Kaluna terkesan enggan mendekat bahkan di di dekati ayahnya tidak pernah mau. Ya, Kaluna begitu membenci ayahnya.
Sejak bayi, Bimo tidak pernah perduli pada Kaluna. Apalagi sejak mengetahui perkembangan anaknya yang memang tidak seperti anak pada umumnya. Bimo semakin acuh dan tak perduli dengan putrinya.
"Apa Luna merindukan ayah?" Laras berusaha untuk tetap baik baik saja menanggapi pertanyaan putrinya. Padahal di dalam hatinya terbakar kebencian dan amarah untuk laki laki yang bergelar suaminya itu.
"Enggak kok, cuma pengin tanya saja. Lagian aku tidak suka sama pak Bimo. Dia bukan ayahku, pak Bimo jahat." Sahut Kaluna enteng dan terlihat api dendam di sorot matanya.
"Luna, gak boleh bilang begitu ya nak. Bagaimanapun dia ayahnya Luna, orang tua yang wajib Luna hormati. Luna anak pinter, anak shalihah, Luna mengerti ya sayang, gak boleh benci sama ayah." Laras berusaha untuk tetap memberikan pengertian dan nasehat yang baik untuk putrinya. Meskipun di dalam hatinya dia memaklumi sikap Kaluna, karena memang Bimo sendiri yang tak pernah punya cinta dan kasih sayang pads putrinya. Apalagi selama ini Bimo selalu berkata dan bersikap kasar pads Kaluna.
"Ayah macam apa yang lebih sayang anak haramnya dan lebih memilih pelakor jelek itu." Sungut Luna dengan mata tajam. Laras terpaku, detak jantungnya seakan mau berhenti. Tak menyangka jika Kaluna akan sampai bicara sesuatu yang harusnya tidak di ucapkan.
"Luna, kok ngomongnya begitu, nak?" Lirih Laras lembut, dadanya semakin sesak. Tubuhnya bergetar, rasa cemas dan sakit akan mental anaknya semakin membuatnya kalut.
"Aku tau semua, Bu. Pelakor itu hamil sebelum di nikahi sama ayah. Jadi benar kan kalau dia itu anak haram. Aku cari tau di google soalnya." Sambung Kaluna dengan wajah polosnya.
"Iya nak, tapi cukup tahu saja ya sayang. Sudah, gak usah bahas ayah lagi. Kaluna masih punya ibu, ibu akan menjaga, mencintai, melindungi dan menyayangi Kaluna sampai kapanpun. Karena bagi ibu, Kaluna adalah permata dan harta paling berharga ya ibu, ibu sayaaaang banget sama Kaluna." Sahut Laras sambil menggenggam jemari tangan putrinya erat. Senyum Kaluna mengembang lalu berhamburan memeluk ibunya erat.
"Terimakasih Bu, aku akan tetap bersama ibu. Apapun keadaan kita, Luna akan tetap bersama ibu. Luna sayang ibu, sayaaaang banget." Balas Kaluna yang membuat hati Laras menghangat dan bahagia. Meskipun Kaluna terlahir istimewa, tapi soal kepekaan Kaluna nomor satu. Kaluna mengidap disleksia, namun bagi Laras Kaluna tetaplah bintang di hatinya.
🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂
Laras berangkat membawa beberapa pit bunga yang di taruh di motor matic miliknya. Kaluna yang sudah biasa di tinggal sendirian, tak lagi takut. Setelah ibunya pergi, Kaluna mengunci pintu dari dalam lalu kembali melanjutkan acara menonton TV hingga nanti sang ibu pulang. Kaluna dan Laras seperti hidup berdua tanpa keluarga. Sejak kematian ibu dan adiknya Laras, Laras merasa hidup sebatang kara. Masih banyak kerabat namun tak ada satupun yang perduli karena keadaan ekonomi Laras yang miskin di mata mereka. Bagi Laras tak masalah, dia sudah terbiasa sepi meskipun berada di dalam keramaian. Terasing tanpa terlihat siapapun karena keadaan yang memang tak berpunya.
Pukul tiga sore, Laras susah sampai di rumah. Dengan membawa barang belanjaan untuk pesanan nasi kotak. Kaluna yang mendengar suara sepeda motor ibunya, dengan cepat langsung membuka pintu dan menyambut kepulangan sang ibu tercinta.
"Sayang, bantuin ibu bawa belanjaan masuk ke dalam rumah ya, nak." Ucap Laras lembut, lega karena putrinya mendengarkan nasehatnya untuk tetap di rumah saja sampai dia kembali.
"Iya Bu." Sahut Kaluna, lalu membantu ibunya membawa kantong kantong kresek je dalam rumah dengan penuh semangat. Laras merasa sangat beruntung, meskipun Kaluna berbeda, tapi dia begitu pengertian dan rajin.
diihh .. khayalan nya terlalu tinggi pake segala ingin ibu nya tinggal disitu .. hadeuuhh .. dasar ga tau malu .. semoga aja Laras bisa melindungi diri nya dan Luna ..