Salahkah jika aku penasaran dengan yang namanya cinta dan kasih sayang? Salahkah jika aku sangat haus akan dua rasa itu? Sebenarnya, apa itu kasih sayang? Apa itu cinta?
Disinilah aku, tinggal sebagai seorang keponakan, sepupu, serta orang asing dalam keluarga paman yang sangat membenci kehadiranku. Berbagai cacian, siksaan, serta hinaan, semuanya aku terima. Sampai dimana... dia datang. Tiba-tiba saja, tangannya terulur, membawaku entah kemana dengan kata-katanya yang begitu hangat namun menakutkan.
"Jika kamu sangat ingin merasakan cinta dan kasih sayang, mari kita buat bersama. Mulai sekarang, sampai selamanya... akulah tempatmu untuk pulang."- Adam.
"Jika Anda benar-benar rumah saya, izinkan saya untuk selalu pulang dalam dekapan Anda. Saya mohon, jadilah rumah untuk tempat saya pulang, Tuan Adam."- Ayna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wawawiee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 Pertemuan Berujung Dendam
***
"Tuan Adam mau bertanya apa ke saya?"
Seperti yang dipinta oleh Adam, kini Ayna duduk di lantai bersama Adam. Mereka duduk berhadapan.
"Semuanya. Ada yang ingin aku tahu lagi, Ayna. Pertama tentang apa hobimu? Lalu kegiatan yang paling kamu sukai apa, sesuatu yang kamu benci apa, semuanya."
"Oooo."
Tangan lentik nan mungil itu ia ketukkan di dagunya, berusaha mencari jawaban yang sesuai untuk rasa penasaran dari Adam. Padahal Ayna sendiri suda tahu akan jawabannya, kenapa masih berpikir?
"Hobi ya? Saya ada banyak hobi sih, random pula. Paling sering saya lakukan atau paling saya suka itu... Tidur hehehe." jawab Ayna dengan entengnya.
'Sudah kuduga...'
"Tidur? Bukan baca novel?" tanya Adam.
"Termasuk juga, tapi tidur itu hobi yang paling saya suka. Karena bisa mengurangi rasa sakit di tubuh juga menahan rasa lapar. Jadinya, itu alasan saya menyukai tidur."
Adam mengangguk paham. Tapi bukan berarti ia paham sepenuhnya justru ia iba dengan Ayna.
"Lalu kegiatan yang paling saya suka... Tidur juga termasuk, bersih-bersih, santai sedikit-..."
"Sedikit? Mana ada santai sedikit?" sanggah Adam memotong pembicaraan Ayna.
"Eh? Tapi itu benar, Tuan. Selama di rumah paman, dapat istirahat 20 menit saja sudah syukur Alhamdulillah. sisanya ya bekerja seperti biasanya." ujar Ayna.
"Itu namanya penyiksaan. Lagian kamu ini bukan robot. Astaghfirullah... Satu keluarga bejat semuanya..." sungguh benar-benar menghabiskan kesabaran serta kalbu Adam saat mengingat kejahatan yang dilakukan Robi sekeluarga.
Setelah berbicara mengenai Ayna, suasana menjadi hening seketika.
"Anu... Kalau Tuan bagaimana?" tanya Ayna sampai mengagetkan Adam.
"Hm? Ah iya. Hobiku bekerja dan olahraga. Kegiatan kesukaanku, bersantai di balkon sembari menikmati teh juga mengingat masa lalu bersama gadis kecilku, hal atau sesuatu yang kubenci... Aku sangat benci tempat kotor juga wanita kurang belaian. Itu saja."
"Wanita... Kurang belaian?" sungguh, Ayna tidak mengerti maksud dari ucapan itu sampai memiringkan kepalanya.
"Maksudnya wanita yang berkelakuan seperti wanita penghibur, Ayna." jelas Adam.
"Oooo begitu..."
'Pantaslah rumornya dia benci wanita. Ternyata memang benar ya. Aih, media berita terlalu melebih-lebihkan apalagi Tuan dirumorkan gay.'
"Kamu juga tadi belum jawab benci apa."
"Oh ya? Berarti kelewatan ya? Yaahh sama seperti Tuan. Saya sangat tidak suka tempat kotor apalagi bau, tempat gelap, petir, kesepian... Ditinggal sendirian... Dihina... Disiksa... Di-..."
"Sssttt Ayna, sudah cukup."
Tanpa sadar, Ayna menjawab kalimat terakhirnya dengan lirih. Ia juga tak sadar berucap demikian, sampai suaranya bergetar seperti akan menangis.
"A-Ah... Tuan..."
BRUK
Adam menarik Ayna dalam pelukannya. Ia memeluk Ayna dengan erat sampai Ayna terkejut.
"Kamu sudah ngga ada disana lagi, Ayna. Kamu akan selalu aman dan terjaga disini, bersamaku. Ngga ada lagi yang perlu kamu khawatirkan, gadis kecil. Kamu bisa makan dan istirahat dengan nyaman, sepuasnya. Jadi, jangan masih merasa kamu ada disana. Kamu sudah ada disini, bersamaku."
Air mata perlahan keluar dari kedua mata hazelnya. Terharu dengan ucapan Adam. Ayna menangis dalam pelukan Adam. Ia selalu bertanya-tanya, kenapa pria asing seperti Adam ini... begitu baik kepadanya? Kenapa tidak dari dulu ia menyelamatkan dirinya jika kenal dan begitu dekat? Kenapa? Apa yang salah?
"Kenapa... Hiks... kenapa Anda tidak menyelamatkan saya dari dulu? Padahal... Hiks... Padahal Anda bilang... Saya ini gadis kecil yang sangat lengket pada Anda... Kenapa... Huhuhu..."
Adam tidak menjawab, ia hanya mengeratkan pelukannya, membiarkan Ayna menangis dalam dekapannya.
'Aku... Benar-benar menyesal. Andaikan aku bisa bernegosiasi untuk belajar dan bekerja disini... Apakah takdir akan berubah menjadi sesuatu yang manis? Apakah Ayna bisa selalu ada dan nyaman di sisiku?'
***
Setelah puas menangis, Ayna tertidur. Hal itu tak langsung membuat Adam sadar namun saat ia memanggil Ayna, barulah ia sadar kalau Ayna sudah tidur.
"Kamu tidur ternyata... Gadis kecil."
Hari memang sudah semakin malam, memang sudah jam untuk istirahat bahkan sudah terlalu malam untuk Ayna tidur. segera, Adam menggendong Ayna menuju ke kamar.
Namun bukan kamar Ayna sendiri yang dituju, melainkan kamarnya sendiri. Direbahkannya tubuh mungil wanita muda itu dan ia juga merebahkan diri tepat di samping Ayna.
Ditariknya selimut tebalnya untuk membungkus tubuh mereka berdua. Kedua tangan besarnya memeluk tubuh Ayna, memberikan kehangatan serta kenyamanan lebih untuk wanita tersayangnya.
"Tidur yang nyenyak, gadis kecil."
***
POV Ayna
Hangat. Lagi-lagi rasa hangat yang membuatku nyaman kurasa. Sekaligus membuatku kebingungan. Kali ini, aku bermimpi dan aku melihat ada seorang pria muda bersama gadis kecil yang mungkin usianya... 10 tahun.
Gadis kecil itu menangis meraung saat dipeluk pria muda itu. Tapi kenapa wajah gadis dan pria muda itu... Seperti buram? Siapa dia? Dan siapa pria itu?
"Kakaaakkk... Jangan tinggalin Ayna... Hiks... Ayna ngga mau sendirian... Jangan tinggalin Ayna..."
DEG
Itu... Itu namaku. Ayna. Masa itu aku?
Masih dalam kebingunganku, pria itu melepaskan pelukannya dan menatap sang gadis kecil sembari mengusap air matanya.
"Ayna. Masih ada ayah dan ibumu, kamu ngga sendirian di dunia ini, Ayna. Kak Adam ke Inggris... Untuk belajar dan bekerja. Kak Adam janji, secepatnya Kak Adam akan kembali kesini dan menemuimu. Kamu itu adalah gadis berhargaku... Bahkan jauh lebih berharga daripada emas dan berlian manapun."
Adam? Apa itu berarti.... Dia Tuan Adam? Benarkah?
"Hiks... Kak Adam... Kalau kakak kembali... Ayna mau tinggal bersama kakak. Ayna mau bersama kakak selamanya... Boleh kan?"
"Iya Ayna. Sekembalinya aku dari Inggris, aku bakal mencarimu. Kita akan tinggal bersama, selalu, dan selamanya. Seperti yang kamu mau. Ingat janji kita ya."
"Hmmm..."
Tidak. Ini tidak mungkin! Yang benar saja kalau gadis kecil itu adalah aku. Aaarrggghhh kenapa tidak ada sedikitpun ingatan yang muncul di kepalaku? Kenapa aku tidak mengingat apapun setelah kecelakaan itu? Kenapa?!
END POV Ayna
***
Seperti yang diundang oleh Robi, kini antara keluarga Hendry dan Keluarga Alea bertemu. Mereka makan malam bersama di sebuah restoran keluarga yang mewah sekaligus membahas pernikahan yang akan terjadi di keduanya.
"Tuan Tono. Selamat datang." Robi menyambut ayah dari Hendry, yang juga seorang CEO Triantara Corporation.
"Hohoho, Tuan Robi. Maaf kami terlambat datang. Apalagi membuat Anda sekeluarga menunggu. Jalanan macet." kedua pria paruh baya itu saling menjabat tangan, saling menyambut.
"Ngga apa-apa. Silahkan, silahkan duduk."
Mereka berenam duduk di kursi meja makan itu. Kemudian membuka pembicaraan dengan pembahasan pernikahan.
"Yaaahh, saya sudah melihat nak Alea. Apalagi saya bisa melihat potensinya yang benar untuk menjadi istri penerus perusahaan. Menjadi istri Hendry, harus memiliki kecerdasan agar bisa membantu Hendry mengurus perusahaan suatu hari nanti. Ngga mudah memang, tapi suatu hari nanti Alea akan paham, sambil jalan saja." dalam penglihatan Tono serta istrinya, Alea dinilai sebagai wanita muda yang berbakat serta cerdas.
mendengar pujian calon mertuanya, membuat Alea tersipu malu. Akhirnya, kesan dirinya di depan calon mertuanya, sukses.
"Tapi nak Alea..."
"Iya Tante?"
Istri dari Tono, Maya, tiba-tiba menginterupsi Alea. Pandangannya yang semulanya ramah berubah menjadi sedikit sinis.
"Kamu tahu kan dalam adab kesopanan, ada hal yang kamu harus lakukan selain dalam bersikap?"
"A-Apa itu Tante?" tanya Alea yang sedikit takut, apalagi kedua orang tuanya pun juga penasaran.
Maya tidak menjawab, ia hanya menunjuk ke arah pakaian Alea dengan jari telunjuknya.
"Cara berpakaian. Alea, kamu ini bukan wanita penghibur dan kamu ini adalah wanita dari keluarga terpandang. Kenapa kamu malah memakai pakaian yang terbuka serba mini seperti itu apalagi pada bagian dada dan paha? Dilihat saja, kamu ini seperti wanita kurang belaian. Apa uang yang diberikan ayahmu ngga cukup sampai kamu membeli pakaian seperti itu?"
Sindiran Maya berhasil membuat Alea terdiam, tak mampu menjawab. Kini, Alea bingung harus menjawab apa. Benar-benar pertanyaan yang menyinggung perasaan orang.
"M-Maaf Tante... Ini karena... Sudah menjadi trend yang modis di zaman sekarang. Apalagi, teman-teman saya memakai juga yang seperti ini..." jawab Alea dengan gugup.
"Hooo, trend yang modis ya? Setahuku, aku yang mengurus toko bajuku, model baju zaman sekarang memang modis tapi banyak yang tertutup, sopan pula. Kenapa malah mengikuti arus yang nyatanya akan memperburuk kesanmu? kenapa Alea?"
Skak mat! Habis sudah. Alea tidak dapat menjawabnya.
'Ck, kenapa sih malah bertanya beginian? sampai beranak Pinak pula! Terserah aku lah mau pakai mini kek yang lebar kek. Emang situ donatur apa?'
"Silahkan, pesanannya."
Baguslah. Nasib Alea mujur kali ini karena makanan mereka sudah sampai.
"Maya, sudahlah. Jangan bertanya seperti itu lagi. Nanti sambil jalan Alea akan mengerti. Ya sudah, mari kita makan." Tono menegur istrinya yang nampak menyudutkan Alea, ia juga membela Alea dari istrinya.
"Hahaha, itu benar Nyonya Maya. Kami akan mengajari dengan tegas setelah ini. Dalam waktu dekat sebelum pernikahan, kami pastikan Alea akan lebih baik lagi sesuai dengan kriteria anda berdua." janji Robi.
"Santai saja Tuan Robi, sambil jalan."
Setelah konservasi itu, mereka menikmati makanan yang tersaji di depan mereka. Tidak semuanya, kecuali Alea sendiri.
tangannya meremat keras bagian bawah gaunnya. Ia benar-benar marah serta tersinggung akan perkataan Maya tadi. Rasa dendam menguat di dalam dirinya.
'Wanita tua... Lihat aja nanti. Suatu saat, kamu bakalan habis di tanganku...'
***
"Kamu benar-benar ya, memalukan keluarga saja! Sudah ayah bilang, jangan pakai pakaian seperti itu! Pakai yang tertutup, biar kamu memberi kesan bagus kepada mereka, terutama Nyonya Maya! kan ayah sudah bilang kalau nyonya Maya orangnya sensitif?!"
Sekembalinya dari makan malam, malam itu pula Robi mengomeli anak semata wayangnya. Namun bukannya menyesali perbuatannya, Alea tidak menggubris dan menoleh ke samping. Ucapan ayahnya dianggap angin lalu, masuk kanan keluar kiri.
"Ck. Berisik lah ayah ini. Nyonya Maya itu saja yang ngga tahu model zaman sekarang. Apalagi matanya yang sudah karatan seperti itu, ketinggalan zaman. Ayah tahu kan toko bajunya itu rata-rata baju yang modelnya tertutup? Baju seperti itu ketinggalan zaman, Yah. Makanya tokonya sepi."
"ALEA!"
Habis sudah kesabaran Robi. Ia berteriak keras memanggil nama Alea sampai membuat Alea sendiri terkejut. Ini pertama kalinya Alea dimarahi dengan keras seperti ini .
"Sayang! Apa-apaan kamu sih? Masa anak kita diomelin begini? Wajar lah kalau dia berpakaian begini karena model zaman sekarang begini. Kamu ini kok ya malah membela Nyonya Maya kesannya?"
Yuliana balik memarahi suaminya, karena ia membela Alea yang nyatanya bersalah.
"Membela? Hah! Ternyata matamu yang salah ya. Dari dulu sampai sekarang kamu ngga bisa menilai mana yang sala dan mana yang benar! Sama saja seperti Alea, menurun ke dia kekuranganmu itu!"
"Apa?"
"Sudahlah! Aku ngga mau membahas ini lagi. Dan kamu Alea, di pertemuan seminggu lagi nanti, rubah cara berpakaian mu itu! Ayah akan perintahkan pelayan buat membakar bajumu yang mini. Ayah akan mengganti semuanya dengan baju yang tertutup. Pakai baju yang ayah ganti, mengerti?!"
Robi tidak menunggu jawaban dari Alea, malah ia langsung berjalan meninggalkan istri serta anaknya menuju ke kamarnya. Yuliana memanggil nama suaminya, sampai berlari menyusul suaminya ke kamar.
Tinggallah Alea yang ada di kursi keluarga itu. Gertakan gigi serta air mata yang mengalir menandakan ia benar-benar akan mengamuk sekarang.
"Tante Maya... Jika aku sudah menjadi istri kak Hendry, aku bakalan menghabisimu. Nenek tua sepertimu harus musnah dari dunia ini agar hidupku aman dan tenteram."
~Bersambung~